Nama : Octaviani Palantupen
NPM : 10207832
Kelas : 4EA03
Mata Kuliah : Etika Bisnis
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Setiap perusahaan yang ada memiliki tanggung jawabnya masing-masing. Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu topik etika bisnis yang banyak dibahas. Suatu perusahaan pasti memiliki tanggung jawab, tanggung jawab legal yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang tidak mungkin diragukan lagi karena perusahaan merupakan badan hokum yang memiliki hak dan kewajiban yang juga dimiliki oleh manusi, perusahaan harus menaati peraturan hukum dan memenuhi hukumannya.
Dalam hal ini perusahaan harus juga mempunyai tanggung jawab moral, untuk memiliki tanggung jawab moral perusahaan harus memiliki status moral atau dengan kata lain perlu memiliki pelaku moral. Pelaku moral dapat melakukan perbuatan yang dapat dinilai etis atau tidak etis. Maka dari itu, salah satu syarat yang penting bagi perusahaan adalah memiliki kebebasan atau kesanggupan dalam mengambil keputusan secara bebas.
Ada tiga syarat penting yang dapat dilihat dari tanggung jawab moral, syarat pertama yaitu, bahwa tindakan yang dijalankan oleh pribadi yang rasional, pribadi yang memiliki kamampuan akal budi yang sudah matang dan berfungsi secara normal, dan memahami dengan baik apa yang dilakukannya. Syarat kedua, tanggung jawab hanya mungkin relevan dan dituntut dari seseorang atas tindakannya, jika tindakan yang dilakukan secaara bebas. Syarat ketiga adalah bahwa tindakan yang dilakukan oleh seseorang berdasarkan kemauan orang tersebut, dimana ia sendiri bersedia dan mau melakukan tindakan tersebut.
Yang dimaksudkan dengan tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab moral perusahaan terhadap masyarakat. Tanggung jawb moral perusahaan dapat diarahkan kepada benyak hal seperti diri sendiri, kepada para karyawan, perusahaan lain dan sebagainya.
Tanggung jawab sosial perusahaan disini lebih kepada tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dimana perusahaan menjalankan kegiatannya. Menurut Milton Friedman professor emeritus dari Universitas Chicago (1912-) dalam bukunya yang berjudul The social responsibility of business is to increase its profits yang dimuat dalam New York Times Magazine, 13 September 1970, bahwa satu-satunya tanggung jawab perusahaan adalah meningkatkan keuntungan sampai menjadi sebesar mungkin. Tanggung jawab ini diletakkan ditangan para manajer. Dimana manajer tidak mempunyai tujuan lain selain tugasnya untuk menghasilkan keuntungan sebesar mungkin untuk perusahaan.
Dengan demikian, perusahaan dituntut untuk tetap bersikap tanggap, peduli, dan bertanggung jawab atas hak dan kepentingan pihak lainnya, karena perusahaan merupakan bagian dari masyarakat yang lebih luas, perlu memikirkan sesuatu yang dpat membantu kepentingan masyarakat, karena manusia tidak dapat hidup tanpa membutuhkan bantuan dari orang lain. Keterlibatan perusahaan dalam kegiatan-kegiatan sosial yang berguna bagi masyarakat diharapkan dapat membantu memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, jadi tanggung jawab moral perusahaan dengan ikut dalam kegiatan tertentu dapat berguna bagi masyarakat.
Selain itu tanggung jawab perusahaan juga mengharapkan keuntungan ekonomis, yaitu mendapatkan keuntungan sebesar mungkin unutk perusahaan. Berhasil atau tidaknya suatu perusahaan secara ekonomis dan moral, dinilai berdasarkan lingkup tanggung jawab sosialnya. Peraturan hukum yang ada pada masyarakat juga merupakan tanggung jawab perusahaan dalam memenuhinya. Termasuk meghormati kepentingan dan hak dari pihak-pihak lain yag terkait dan memiliki kepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan bisnis yang dijalankan suatu perusahaan.
Sumber :
1. Bertens, K., Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta, Kanisius, 2000.
2. Keraf, Sonny., Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Yogyakarta, Kanisius, setakan ke-9, 1998.
Rabu, 24 November 2010
Senin, 22 November 2010
RISET PEMASARAN
Nama : Octaviani P.
NPM : 10207832
Tugas : Riset Pemasaran
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP TOKO KELONTONG
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Toko atau industri Ritel yang biasa dijumpai saat ini semakin tumbuh pesat, hal ini merupakan hasil dari peningkatan produsi kemasan yang ditata dan dikemas dalam tampilan yang menarik. Peluang inilah yang dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk membangun jaringan toko dengan usaha dan modal usaha sendiri.
Semakin meningkatnya dan majunya teknologi pada sekarang ini membuat sesuatu hal baru menjadi mudah ditiru orang lain, sehingga peranan pelayanan konsumen menjadi penting. Melihat banyaknya keinginan akan kebutuhan yang diinginkan oleh konsumen, sehingga membuat para pelaku usaha berusaha untuk memenuhinya.
Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan konsumen akan sutu tempat yang memenuhi kebutuhannya sangatlah penting, berdasarkan uraian diatas, penulis mengambil judul penelitian “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP TOKO KELONTONG.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini yaitu Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap toko kelontong ?
1.2 Batasan Masalah
Penulis membatasi masalah pada faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap toko kelontong. Dimana objek yang diteliti disini adalah konsumen Peumahan Beji Permai yang berbelanja ditoko kelontong Tanah Baru, Depok dengan membagikan kuesioner pada tiap konsumen yang menjadi pelanggan tetap toko “Gross”.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap toko kelontong.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Menejemen Pemasaran
Manajemen Pemasaran adalah analisis perencanaan, penerapan dan pengendalian terhadap program yang dirancang untuk menciptakan atau membangun dan mempertahankan pertukaran dan hubungan yang menguntungkan dengan pasar sasaran dengan maksud untuk mencapai tujuan–tujuan organisasi. (Irawan 1996:15).
Manajemen Pemasaran adalah analisis, perencanaan, implementasi, dan pengendalian program yang dirancang untuk menciptakan, membangun, dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan target pembeli untuk tujuan mencapai obyektif organisasi. (Philip kotler 1997:13).
2.2 Pengertian Perilaku Konsumen
Semakin majunya perekonomian dan teknologi, maka semakin berkembang juga strategi pemasaran yang harus dilakukan suatu perusahaan dibidang pemasaran. Dalam hal ini perusahaan diharapkan memahami dan mengerti mengenai perilaku konsumen yang berhubungan dengan keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen tersebut. Konsumen selalu melakukan berbagai pertimbangan dalam menentukan jenis produk dan jasa yang dibutuhkan, hal ini berhubungan dengan perilaku konsumen.
Perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan ini. Sedangkan pengertian perilaku konsumen menurut Dharmmesta dan Handoko, 2000 : 10, Perilaku Konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa tersebut didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut hubungannya dengan keputusan pembelian suatu produk atau jasa, pemahaman mengenai perilaku konsumen meliputi jawaban atas pertanyaan seperti apa (what) yang dibeli, dimana membeli (where), bagaimana kebiasaan (how often) membeli dan dalam keadaan apa (under what condition) barang-barang dan jasa-jasa dibeli. Keberhasilan perusahaan dalam pemasaran perlu didukung pemahaman yang baik mengenai perilaku konsumen, karena dengan memahami perilaku konsumen perusahaan dapat merancang apa saja yang diinginkan konsumen.
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
1. Faktor-Faktor Kebudayaan
a. Budaya
Budaya adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling mendasar.
b. Sub Budaya
Sub budaya merupakan kelompok-kelompok sub budaya yang lebih kecil yang merupakan identifikasi dan sosialisassi yang khas untuk perilaku anggotanya. Ada empat macam sub budaya yaitu, kelompok kebangsaan, keagamaan, ras dan wilayah geografis.
c. Kelas Sosial
Kelas sosial adalah kelompok dalam masyarakat, dimana setiap kelompok cenderung memiliki nilai minat dan tingkah laku yang sama.
2. Faktor-Faktor Sosial
a. Kelompok Referensi
Kelompok Referensi adalah kelompok yang memberikan pengaruh
langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang.
b. Keluarga
Anggota keluarga dapat memberi pengaruh yang kuat terhadap perilaku pembeli.
c. Peranan dan Status
Kedudukan seseorang dalam setiap kelompok dapat dijelaskan dalam pengertian peranan dan status. Setiap peranan membawa satu status yang mencerminkan penghargaan umum oleh mesyarakat.
3. Faktor-Faktor Pribadi
a. Usia
Pembelian dan selera seseorang dapat berubah-ubah berhubungan dengan usianya.
b. Pekerjaan
Dengan adanya suatu pekerja, suatu perusahaan dapat memproduksi produk sesuai dengan kebutuhan kelompok pekerjaan tertentu.
c. Keadaan Ekonomi
Keadaan ekonomi seseorang dapat dilihat dari tingkat pendapatan yang dapat berpengaruh terhadap pilihan produk.
d. Gaya Hidup
Gaya hidup seseorang adalah pola hidup yang turut menentukan perilaku pembelian.
e. Kepribadian dan Konsep diri
Kepribadian adalah ciri-ciri psikologis yang membedakan setiap orang, sedangkan konsep diri lebih kearah citra diri.
4. Faktor-Faktor Psikologis
a. Motivasi
Motivasi adalah suatu kebutuhan yang cukup kuat mendesak untuk mengarahkan seseorang agar dapat mencari pemuasan terhadap kebutuhan itu.
b. Persepsi
Persepsi adalah seseorang yang termotivasi untuk melakukan suatu perbuatan. Seseorang yang termotivasi dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi yang dihadapinya.
c. Belajar
Belajar merupakan suatu perubahan dalam perilaku seseorang individu, yang bersumber dari pengalaman. Perilaku individu diperoleh dangan mempelajarinya.
d. Kepercayaan dan Sikap
Melalui perbuatan dan belajar, seseorang memperoleh kepercayaan dan sikap selanjutnya mempengaruhi tingkah laku pembelian.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek yang digunakan oleh penulis adalah konsumen yang berbelanja dan menjadi pelanggan ditoko kelontong yang berada di Perumahan Beji Permai, Tanah Baru, Depok.
3.2 Data atau variabel yang digunakan
Penulis melakukan pengumpulan sumber data dengan menggunakan data primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian yang berupa kuesioner yang dibagikan kepada 50 orang responden konsumen yang berbelanja dan menjadi pelanggan ditoko kelontong yang berada di Perumahan Beji Permai, Tanah Baru, Depok.
3.3 Metode Pengumpulan Data
1. Data Primer
Yaitu data yang secara langsung dikumpulkan dan didapatkan untuk kebutuhan riset atau penelitian yang berjalan.
a. Kuesioner
Dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 50 orang resonden pengguna IM3 dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap toko kelontong yang berbelanja dan menjadi pelanggan yang berada di Perumahan Beji Permai, Tanah Baru, Depok yang telah dibuat sebelumnya oleh penulis dan dibagikan secara acak kepada responden.
2. Data Sekunder
Yaitu data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain atau data yang sudah tersedia dari sumber yang sudah ada dan diperoleh dari situs-situs publik.
a. Studi Kepustakaan
Yaitu penulis menggunakan studi kepustakaan yang bertujuan menghubungkan kebenaran teori dengan kenyataan yang dialami konsumen yang berbelanja dan menjadi pelanggan ditoko kelontong yang berada di Perumahan Beji Permai, Tanah Baru, Depok. Untuk menggali teori yang telah berkembang dalam bidang ilmu yang relevan dengan topik penelitian.
2. Dengan membuka dan mencari melalui situs-situs internet yang erat hubunganya dengan penulisan ini.
3.4 Alat Analisis yang digunakan
3.4.1 Kuesioner
Kuesioner adalah suatu cara pengumpulan data dengan emberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden, dengan harapan mereka akan memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut. Daftar pertanyaan yang ditunjukan kepada responden tentang pendapat mereka mengenai pengaruh merek, pelayanan operator, penayangan iklan, dan tarif, terhadap minat beli konsumen.
3.4.2 Skala Likert
Menurut Drs.Riduwan, M.B.A (2008:12) Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dalam penelitian gejala sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.
Dengan menggunakan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel kemudian sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur. Akhirnya indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden.
Rumus :
Bobot yang diberikan adalah :
Bobot 5 = Sangat Setuju
Bobot 4 = Setuju
Bobot 3 = Kurang Setuju
Bobot 2 = Tidak Setuju
Bobot 1= Sangat Tidak Setuju
3.4.3 Regresi Linier Berganda
Analisis Regresi Linier Berganda adalah hubungan secara linier antara dua atau lebih variabel independendengan variabel dependen . Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masing-masing variabel independen berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan. Data yang digunakan biasanya berskala interval atau rasio.
Persamaan regresi linear berganda sebagai berikut :
3.5 Metode Analisis
a. Uji Validitas
Uji Validitas adalah ketepatan atau kecermatan suatu instrumen dalam mengukur apa yang ingin diukur. Pengujian item-item pertanyaan dalam kuesioner yang bertujuan untuk mengetahui apakah item-item tersebut benar-benar mengukur konsep-konsep yang dimaksudkan dalam penelitian ini dengan tepat.
b. Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut diulang
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian dan Analisis Pembahasan
4.1.1 Analisis Validitas dan Reliabilitas
Analisis uji Validitas digunakan untuk mengukur derajat ketepatan penelitian tentang isi atau arti sebenarnya yang diukur. Uji validitas akan dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi antar subjek pada item pertanyaan dengan skor test yang diperoleh dari hasil kuesioner, yaitu dengan mencari nilai koefisien korelasi (r) dari masing-masing pertanyaan dan dibandingkan dengan nilai kritik tabel korelasi. Bila r hitung > r tabel, maka pertanyaan / variabel tersebut adalah signifikan. Hal ini berarti bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut memiliki validitas konstrak, yaitu memiliki konsistensi internal yang berarti bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut mengukur aspek yang sama.
Analisis Uji Reabilitas digunakan untuk mengetahui konsistesi alat ukur, apakah alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tesebut diulang. Ada beberapa metode pengujian reliabilitas diantaranya metode tes ulang, formula belah dua dari Spearman Brown, formula KR-20, KR-21, dan metode Anova Hoyt. Dalam program SPSS sering digunakan penelitian mahasiswa adalah dengan menggunakan metode Alpha (Cronbanch’s). Metode Alpha sangat cocok digunakan pada skor berbenuk skala (misal 1-4, 1-5) atau skor rentangan (misal 0-20, 0-50). Metode Alpha dapat juga digunakan pada skor dikotomi (0 dan 1) dan akan menghasilkan perhitungan yang setara dengan menggunakan metode KR-20 dan Anova Hoyt.
4.1.1.1 Hasil Analisis Validitas dan Reabilitas Keusioner untuk Variabel Budaya
Hasil uji validitas seperti terlihat pada tabel 4.2.2.1 di bawah ini :
Tabel 4.2.1.1
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted
p1 3.8000 .379 .614 .a
p2 3.9000 .411 .614 .a
Sumber : data diolah dengan SPSS
Dari tabel diatas diketahui nilai Corrected Item-Total Correlation untuk pertanyaan P1 dan P2 memiliki nilai > 0,444. Sehingga 2 pertanyaan tersebut yang telah diujikan adalah valid dan dapat digunakan untuk mengukur variabel budaya, sosial, pribadi, psikologis.
Dari test reabilitas diatas didapat nilai Cronbach's Alpha sebesar 0,760 (Penghitungan SPSS untuk Validitas dan Reliabilitas X1 Merek tabel Reliability Statistics ) yang lebih besar dari 0,6, karena lebih besar dari 0,6 maka dapat disimpulkan bahwa butir-butir instrument penelitian tersebut adalah reliable.
4.1.1.2 Hasil Analisis Validitas dan Reabilitas Keusioner untuk Variabel Sosial
Hasil uji validitas seperti terlihat pada tabel 4.2.2.2 di bawah ini :
Tabel 4.2.1.2
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted
p3 3.6000 .358 .216 .a
p6 3.6500 .239 .216 .a
Sumber : data diolah dengan SPSS
Dari tabel diatas diketahui nilai Corrected Item-Total Correlation untuk pertanyaan P3 dan P6 memiliki nilai < 0,444. Sehingga 2 pertanyaan tersebut yang telah diujikan adalah tidak valid dan tidak dapat digunakan untuk mengukur variabel budaya, sosial, pribadi, psikologis.
Dari test reabilitas diatas didapat nilai Cronbach's Alpha sebesar 0,349 (Penghitungan SPSS untuk Validitas dan Reliabilitas X2 Pelayanan Operator, tabel Reliability Statistics ) yang lebih kecil dari 0,6, karena lebih kecil dari 0,6 maka dapat disimpulkan bahwa butir-butir instrument penelitian tersebut adalah tidak reliable.
4.2.1.3 Hasil Analisis Validitas dan Reabilitas Keusioner untuk Variabel Pribadi
Hasil uji validitas seperti terlihat pada tabel 4.2.2.2 di bawah ini :
Tabel 4.2.1.3
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted
p4 18.4500 2.366 .265 .470
p9 18.2500 2.408 .159 .527
p10 18.0000 2.421 .303 .457
p12 18.2000 2.484 .227 .487
p13 18.2500 1.882 .386 .395
p14 18.3500 2.345 .279 .463
Sumber : data diolah dengan SPSS
Dari tabel diatas diketahui nilai Corrected Item-Total Correltion untuk pertanyaan P4, P9, P10, P12, P13, dan P14 memiliki nilai < 0,444. Sehingga 6 pertanyaan tersebut yang telah diujikan adalah tidak valid dan tidak dapat digunakan untuk mengukur variabel budaya, sosial, pribadi, psikologis.
Dari test reabilitas diatas didapat nilai Cronbach's Alpha sebesar 0,515 (Penghitungan SPSS untuk Validitas dan Reliabilitas X3 Penayangan Iklan, tabel Reliability Statistics ) yang lebih kecil dari 0,6, karena lebih kecil dari 0,6 maka dapat disimpulkan bahwa butir-butir instrument penelitian tersebut adalah tidak reliable.
4.2.1.4 Hasil Analisis Validitas dan Reabilitas Keusioner untuk Variabel Psikologis
Hasil uji validitas seperti terlihat pada tabel 4.2.2.2 di bawah ini :
Tabel 4.2.1.4
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted
p5 11.3000 1.589 .262 .452
p7 11.0000 1.789 .385 .357
p8 11.6000 1.411 .426 .274
p11 11.2500 1.987 .121 .560
Sumber : data diolah dengan SPSS
Dari tabel diatas diketahui nilai Corrected Item-Total Correltion untuk pertanyaan P5, P7, P8, 8 dan P11 memiliki nilai < 0,444. Sehingga 4pertanyaan tersebut yang telah diujikan adalah tidak valid dan tidak dapat digunakan untuk mengukur variabel budaya, sosial, pribadi, psikologis.
Dari test reabilitas diatas didapat nilai Cronbach's Alpha sebesar 0,493 (Penghitungan SPSS untuk Validitas dan Reliabilitas X4 Tarif, tabel Reliability Statistics ) yang lebih kecil dari 0,6, karena lebih kecil dari 0,6 maka dapat disimpulkan bahwa butir-butir instrument penelitian tersebut adalah tidak reliable.
4.2 Analisis Deskriptif
a. Karakterstik responden
Setelah mendapat data yang dibutuhkan maka penulis akan menggambarkan hasil penelitiannya yang diperoleh dari penyebaran kuesioner kepada 50 responden konsumen yang berbelanja dan menjadi pelanggan ditoko kelontong yang berada di Perumahan Beji Permai, Tanah Baru, Depok. Untuk mengetahui seberapa besar kepuasan konsumen.
b. Jenis kelamin (Gender) dan Usia
Adapun pemilihan karakter pada penelitian ini adalah Jenis kelamin dan usia. Karakteristik responden setelah dilakukan penelitian yang dipilih secara acak adalah laki-laki 54 % dan perempuan 46% dengan rata-rata usia responden berkisar antara lain <19 tahun adalah 3 responden (%), antara 19-22 tahun adalah 40 responden (80%) dan >22 tahun adalah 7 responden (%). Data tersebut dapat dilihat dari tabel responden dibawah ini.
Gambar 4.2
Pembagian Jenis Kelamin dan Usia dalam Diagram Pie
4.3 Analisis Regresi Linear Berganda
a. Analisis Korelasi Ganda (R)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel independen (X1, X2,.….Xn) terhadap variabel dependen (Y) secara serentak. Koefisien ini menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara variabel independen (X1, X2,.….Xn) secara serentak terhadap variabel dependen (Y). nilai R berkisar antara 0 sampai 1, nilai semakin mendekati 1 berarti hubungan yang terjadi semakin kuat, sebaliknya nilai semakin mendekati 0 maka hubungan yang terjadi semakin lemah.
Menurut Sugiyono (2007) pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut :
0,00 – 0,199 = sangat rendah
0,20 – 0,399 = rendah
0,40 – 0,599 = sedang
0,60 – 0,799 = kuat
0,80 – 1,000 = sangat kuat
Hasil analisis Koefisien Korelasi Berganda terlihat pada tabel 4.3 dibawah ini :
Tabel 4.3
Koefisien korelasi berganda
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .583a .340 .282 .57916
a. Predictors: (Constant), X4, X2, X3, X1
Sumber : data diolah dengan SPSS
Berdasarkan tabel diatas diperoleh angka R sebesar 0,583. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang cukup kuat antara budaya, sosial, pribadi , dan psikologis secara bersama-sama secara positif terhadap kepuasan konsumen.
b. Analisis Determinasi (R2)
Analisis determinasi dalam regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel independen (X1, X2,.….Xn) secara serentak terhadap variabel dependen (Y). Koefisien ini menunjukkan seberapa besar persentase variasi variabel independen yang digunakan dalam model mampu menjelaskan variasi variabel dependen. R2 sama dengan 0, maka tidak ada sedikitpun persentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen, atau variasi variabel independen yang digunakan dalam model tidak menjelaskan sedikitpun variasi variabel dependen. Sebaliknya R2 sama dengan 1, maka persentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap variabel independen yang digunakan dalam model menjelaskan 100% variasi dependen.
Berdarsarkan tabel 4.3 diatas diperoleh angka R2 (R Square) sebesar 0,340 atau (34%). Hal ini menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel independen (budaya, sosial, pribadi, psikologis) terhadap variabel dependen (kepuasan konsumen) sebesar 34%. Sedangkan sisanya sebesar 66% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.
Adjusted R adalah nilai R Square yang telah disesuaikan, nilai ini selalu lebih kecil dari R Square dan angka ini bisa memiliki kepuasan konsumen negatif.
c. Uji Koefisien Regresi secara Parsial (Uji t)
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi variabel independen (X1, X2,.….Xn) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Y). hasil perhitungan regresi dengan SPSS terlihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.3
Uji Koefisien Regresi secara Parsial (Uji t)
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) .108 1.113 .097 .923
X1 -.631 .227 -.464 -2.776 .008
X2 -.122 .199 -.081 -.613 .543
X3 .741 .350 .351 2.116 .040
X4 .971 .305 .509 3.180 .003
a. Dependent Variable: Y
Dari tabel diatas diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :
Y = 0,108 – 0,631 (budaya) – 0,122 (sosial) + 0,741 (pribadi) + 0,971 (psikologis). Persamaan tersebut berarti Konstanta a = 0,108. Apabila variabel budaya, sosial, pribadi, dan psikologis diasumsikan konstan atau 0, maka pembentukan kepuasan konsumen pada toko kelontong sudah ada sebesar 0,108, sedangkan budaya, memiliki koefisien regresi sebesar -0,631 dan signifikan pada = 5%, dan besarnya t hitung sebesar -2,776, karena signifikan (0,025) hasil diperoleh untuk t tabel adalah 2,014 maka, Ho ditolak secara parsial ada pengaruh budaya terhadap kepuasan konsumen dan Ha diterima secara parsial tidak ada pengaruh budaya terhadap kepuasan konsumen.
Untuk variabel soial memiliki koefisien regresi sebesar -0,122 dan signifikan pada =5%, dan besarnya t hitung sebesar -0,613, karena signifikan (0,025) hasil yang diperoleh untuk t tabel adalah sebesar 2,014 maka, Ho diterima secara parsial tidak ada pengaruh sosial terhadap kepuasan konsumen dan Ha ditolak secara parsial ada pengaruh sosial terhadap kepuasan konsumen.
Pada variabel pribadi memiliki koefisien regresi sebesar 0,741 dan signifikan pada =5%, dan besarnya t hitung sebesar 2,116, karena signifikan (0,025) hasil yang diperoleh untuk t tabel adalah 2,014 maka, Ho diterima secara parsial tidak ada pengaruh pribadi terhadap kepuasan konsumen dan Ha ditolak secara parsial ada pengaruh pribadi terhadap kepuasan konsumen.
Sedangkan untuk variabel psikologis memiliki koefisien regresi sebesar 0,971 dan signifikan pada =5%, dan besarnya t hitung sebesar 3,180, karena signifikan (0,025) hasil yang diperoleh untuk t tabel adalah 2,014 maka, Ho diterima secara parsial tidak ada pengaruh psikologis terhadap kepuasan konsumen dan Ha ditolak secara parsial ada pengaruh psikologis iklan terhadap kepuasan konsumen.
Dari hasil analisis diatas dapat dilihat daerah penentu Ho pada variabel budaya, sosial, pribadi, dan psikologis.
Gambar 4.3.1
Daerah Penentu Ho untuk Variabel Budaya
Ho ditolak Ho diterima Ho ditolak
-2,776 -2,014 + 2,014
Keterangan :
Oleh karena nilai –t hitung > -t tabel (-2,776 < -2,014), maka Ho ditolak artinya secara parsial ada pengaruh signifikan antara budaya dengan kepuasan konsumen. Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara parsial budaya ada pengaruh terhadap kepuasan konsumen.
Gambar 4.3.2
Daerah Penentu Ho untuk Variabel Pelayanan Sosial
Ho ditolak Ho diterima Ho ditolak
-2,014 -0,613 + 2,014
Keterangan :
Oleh karena nilai –t hitung < -t tabel (-0,613 > -2,014), maka Ho diterima artinya secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara sosial dengan kepuasan konsumen. Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara parsial tidak ada pengaruh sosial terhadap kepuasan konsumen.
Gambar 4.3.3
Daerah Penentu Ho untuk Variabel Pribadi
Ho ditolak Ho diterima Ho ditolak
-2,014 +2,014 2,116
Keterangan :
Oleh karena nilai t hitung > t tabel (2,116 > 2,014), maka Ho diterima artinya secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara pribadi dengan kepuasan konsumen. Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara parsial tidak ada pengaruh pribadi terhadap kepuasan konsumen.
Gambar 4.3.4
Daerah Penentu Ho untuk Variabel Psikologis
Ho ditolak Ho diterima Ho ditolak
-2,014 +2,014 3,180
Keterangan :
Oleh karena nilai t hitung > t tabel (3,180 > 2,014), maka Ho diterima, artinya secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara Psikologis dengan kepuasan konsumen. Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara parsial tidak ada pengaruh Psikologis terhadap kepuasan konsumen.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap toko kelontong adalah faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi, dan faktor psikologis.
5.2 Saran
Setelah menarik kesimpulan tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap toko kelontong, maka penulis memberi saran, toko kelontong yang ada bisa menambahkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap tokonya, seperti faktor harga dan tampilan menarik dari toko kelontong.
SUMBER:
http://www.linkpdf.com/ebook-viewer.php?url=http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/economy/2008/Artikel_11202721.pdf
NPM : 10207832
Tugas : Riset Pemasaran
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP TOKO KELONTONG
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Toko atau industri Ritel yang biasa dijumpai saat ini semakin tumbuh pesat, hal ini merupakan hasil dari peningkatan produsi kemasan yang ditata dan dikemas dalam tampilan yang menarik. Peluang inilah yang dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk membangun jaringan toko dengan usaha dan modal usaha sendiri.
Semakin meningkatnya dan majunya teknologi pada sekarang ini membuat sesuatu hal baru menjadi mudah ditiru orang lain, sehingga peranan pelayanan konsumen menjadi penting. Melihat banyaknya keinginan akan kebutuhan yang diinginkan oleh konsumen, sehingga membuat para pelaku usaha berusaha untuk memenuhinya.
Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan konsumen akan sutu tempat yang memenuhi kebutuhannya sangatlah penting, berdasarkan uraian diatas, penulis mengambil judul penelitian “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP TOKO KELONTONG.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini yaitu Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap toko kelontong ?
1.2 Batasan Masalah
Penulis membatasi masalah pada faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap toko kelontong. Dimana objek yang diteliti disini adalah konsumen Peumahan Beji Permai yang berbelanja ditoko kelontong Tanah Baru, Depok dengan membagikan kuesioner pada tiap konsumen yang menjadi pelanggan tetap toko “Gross”.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap toko kelontong.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Menejemen Pemasaran
Manajemen Pemasaran adalah analisis perencanaan, penerapan dan pengendalian terhadap program yang dirancang untuk menciptakan atau membangun dan mempertahankan pertukaran dan hubungan yang menguntungkan dengan pasar sasaran dengan maksud untuk mencapai tujuan–tujuan organisasi. (Irawan 1996:15).
Manajemen Pemasaran adalah analisis, perencanaan, implementasi, dan pengendalian program yang dirancang untuk menciptakan, membangun, dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan target pembeli untuk tujuan mencapai obyektif organisasi. (Philip kotler 1997:13).
2.2 Pengertian Perilaku Konsumen
Semakin majunya perekonomian dan teknologi, maka semakin berkembang juga strategi pemasaran yang harus dilakukan suatu perusahaan dibidang pemasaran. Dalam hal ini perusahaan diharapkan memahami dan mengerti mengenai perilaku konsumen yang berhubungan dengan keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen tersebut. Konsumen selalu melakukan berbagai pertimbangan dalam menentukan jenis produk dan jasa yang dibutuhkan, hal ini berhubungan dengan perilaku konsumen.
Perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan ini. Sedangkan pengertian perilaku konsumen menurut Dharmmesta dan Handoko, 2000 : 10, Perilaku Konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa tersebut didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut hubungannya dengan keputusan pembelian suatu produk atau jasa, pemahaman mengenai perilaku konsumen meliputi jawaban atas pertanyaan seperti apa (what) yang dibeli, dimana membeli (where), bagaimana kebiasaan (how often) membeli dan dalam keadaan apa (under what condition) barang-barang dan jasa-jasa dibeli. Keberhasilan perusahaan dalam pemasaran perlu didukung pemahaman yang baik mengenai perilaku konsumen, karena dengan memahami perilaku konsumen perusahaan dapat merancang apa saja yang diinginkan konsumen.
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
1. Faktor-Faktor Kebudayaan
a. Budaya
Budaya adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling mendasar.
b. Sub Budaya
Sub budaya merupakan kelompok-kelompok sub budaya yang lebih kecil yang merupakan identifikasi dan sosialisassi yang khas untuk perilaku anggotanya. Ada empat macam sub budaya yaitu, kelompok kebangsaan, keagamaan, ras dan wilayah geografis.
c. Kelas Sosial
Kelas sosial adalah kelompok dalam masyarakat, dimana setiap kelompok cenderung memiliki nilai minat dan tingkah laku yang sama.
2. Faktor-Faktor Sosial
a. Kelompok Referensi
Kelompok Referensi adalah kelompok yang memberikan pengaruh
langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang.
b. Keluarga
Anggota keluarga dapat memberi pengaruh yang kuat terhadap perilaku pembeli.
c. Peranan dan Status
Kedudukan seseorang dalam setiap kelompok dapat dijelaskan dalam pengertian peranan dan status. Setiap peranan membawa satu status yang mencerminkan penghargaan umum oleh mesyarakat.
3. Faktor-Faktor Pribadi
a. Usia
Pembelian dan selera seseorang dapat berubah-ubah berhubungan dengan usianya.
b. Pekerjaan
Dengan adanya suatu pekerja, suatu perusahaan dapat memproduksi produk sesuai dengan kebutuhan kelompok pekerjaan tertentu.
c. Keadaan Ekonomi
Keadaan ekonomi seseorang dapat dilihat dari tingkat pendapatan yang dapat berpengaruh terhadap pilihan produk.
d. Gaya Hidup
Gaya hidup seseorang adalah pola hidup yang turut menentukan perilaku pembelian.
e. Kepribadian dan Konsep diri
Kepribadian adalah ciri-ciri psikologis yang membedakan setiap orang, sedangkan konsep diri lebih kearah citra diri.
4. Faktor-Faktor Psikologis
a. Motivasi
Motivasi adalah suatu kebutuhan yang cukup kuat mendesak untuk mengarahkan seseorang agar dapat mencari pemuasan terhadap kebutuhan itu.
b. Persepsi
Persepsi adalah seseorang yang termotivasi untuk melakukan suatu perbuatan. Seseorang yang termotivasi dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi yang dihadapinya.
c. Belajar
Belajar merupakan suatu perubahan dalam perilaku seseorang individu, yang bersumber dari pengalaman. Perilaku individu diperoleh dangan mempelajarinya.
d. Kepercayaan dan Sikap
Melalui perbuatan dan belajar, seseorang memperoleh kepercayaan dan sikap selanjutnya mempengaruhi tingkah laku pembelian.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek yang digunakan oleh penulis adalah konsumen yang berbelanja dan menjadi pelanggan ditoko kelontong yang berada di Perumahan Beji Permai, Tanah Baru, Depok.
3.2 Data atau variabel yang digunakan
Penulis melakukan pengumpulan sumber data dengan menggunakan data primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian yang berupa kuesioner yang dibagikan kepada 50 orang responden konsumen yang berbelanja dan menjadi pelanggan ditoko kelontong yang berada di Perumahan Beji Permai, Tanah Baru, Depok.
3.3 Metode Pengumpulan Data
1. Data Primer
Yaitu data yang secara langsung dikumpulkan dan didapatkan untuk kebutuhan riset atau penelitian yang berjalan.
a. Kuesioner
Dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 50 orang resonden pengguna IM3 dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap toko kelontong yang berbelanja dan menjadi pelanggan yang berada di Perumahan Beji Permai, Tanah Baru, Depok yang telah dibuat sebelumnya oleh penulis dan dibagikan secara acak kepada responden.
2. Data Sekunder
Yaitu data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain atau data yang sudah tersedia dari sumber yang sudah ada dan diperoleh dari situs-situs publik.
a. Studi Kepustakaan
Yaitu penulis menggunakan studi kepustakaan yang bertujuan menghubungkan kebenaran teori dengan kenyataan yang dialami konsumen yang berbelanja dan menjadi pelanggan ditoko kelontong yang berada di Perumahan Beji Permai, Tanah Baru, Depok. Untuk menggali teori yang telah berkembang dalam bidang ilmu yang relevan dengan topik penelitian.
2. Dengan membuka dan mencari melalui situs-situs internet yang erat hubunganya dengan penulisan ini.
3.4 Alat Analisis yang digunakan
3.4.1 Kuesioner
Kuesioner adalah suatu cara pengumpulan data dengan emberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden, dengan harapan mereka akan memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut. Daftar pertanyaan yang ditunjukan kepada responden tentang pendapat mereka mengenai pengaruh merek, pelayanan operator, penayangan iklan, dan tarif, terhadap minat beli konsumen.
3.4.2 Skala Likert
Menurut Drs.Riduwan, M.B.A (2008:12) Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dalam penelitian gejala sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.
Dengan menggunakan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel kemudian sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur. Akhirnya indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden.
Rumus :
Bobot yang diberikan adalah :
Bobot 5 = Sangat Setuju
Bobot 4 = Setuju
Bobot 3 = Kurang Setuju
Bobot 2 = Tidak Setuju
Bobot 1= Sangat Tidak Setuju
3.4.3 Regresi Linier Berganda
Analisis Regresi Linier Berganda adalah hubungan secara linier antara dua atau lebih variabel independendengan variabel dependen . Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masing-masing variabel independen berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan. Data yang digunakan biasanya berskala interval atau rasio.
Persamaan regresi linear berganda sebagai berikut :
3.5 Metode Analisis
a. Uji Validitas
Uji Validitas adalah ketepatan atau kecermatan suatu instrumen dalam mengukur apa yang ingin diukur. Pengujian item-item pertanyaan dalam kuesioner yang bertujuan untuk mengetahui apakah item-item tersebut benar-benar mengukur konsep-konsep yang dimaksudkan dalam penelitian ini dengan tepat.
b. Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut diulang
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian dan Analisis Pembahasan
4.1.1 Analisis Validitas dan Reliabilitas
Analisis uji Validitas digunakan untuk mengukur derajat ketepatan penelitian tentang isi atau arti sebenarnya yang diukur. Uji validitas akan dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi antar subjek pada item pertanyaan dengan skor test yang diperoleh dari hasil kuesioner, yaitu dengan mencari nilai koefisien korelasi (r) dari masing-masing pertanyaan dan dibandingkan dengan nilai kritik tabel korelasi. Bila r hitung > r tabel, maka pertanyaan / variabel tersebut adalah signifikan. Hal ini berarti bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut memiliki validitas konstrak, yaitu memiliki konsistensi internal yang berarti bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut mengukur aspek yang sama.
Analisis Uji Reabilitas digunakan untuk mengetahui konsistesi alat ukur, apakah alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tesebut diulang. Ada beberapa metode pengujian reliabilitas diantaranya metode tes ulang, formula belah dua dari Spearman Brown, formula KR-20, KR-21, dan metode Anova Hoyt. Dalam program SPSS sering digunakan penelitian mahasiswa adalah dengan menggunakan metode Alpha (Cronbanch’s). Metode Alpha sangat cocok digunakan pada skor berbenuk skala (misal 1-4, 1-5) atau skor rentangan (misal 0-20, 0-50). Metode Alpha dapat juga digunakan pada skor dikotomi (0 dan 1) dan akan menghasilkan perhitungan yang setara dengan menggunakan metode KR-20 dan Anova Hoyt.
4.1.1.1 Hasil Analisis Validitas dan Reabilitas Keusioner untuk Variabel Budaya
Hasil uji validitas seperti terlihat pada tabel 4.2.2.1 di bawah ini :
Tabel 4.2.1.1
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted
p1 3.8000 .379 .614 .a
p2 3.9000 .411 .614 .a
Sumber : data diolah dengan SPSS
Dari tabel diatas diketahui nilai Corrected Item-Total Correlation untuk pertanyaan P1 dan P2 memiliki nilai > 0,444. Sehingga 2 pertanyaan tersebut yang telah diujikan adalah valid dan dapat digunakan untuk mengukur variabel budaya, sosial, pribadi, psikologis.
Dari test reabilitas diatas didapat nilai Cronbach's Alpha sebesar 0,760 (Penghitungan SPSS untuk Validitas dan Reliabilitas X1 Merek tabel Reliability Statistics ) yang lebih besar dari 0,6, karena lebih besar dari 0,6 maka dapat disimpulkan bahwa butir-butir instrument penelitian tersebut adalah reliable.
4.1.1.2 Hasil Analisis Validitas dan Reabilitas Keusioner untuk Variabel Sosial
Hasil uji validitas seperti terlihat pada tabel 4.2.2.2 di bawah ini :
Tabel 4.2.1.2
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted
p3 3.6000 .358 .216 .a
p6 3.6500 .239 .216 .a
Sumber : data diolah dengan SPSS
Dari tabel diatas diketahui nilai Corrected Item-Total Correlation untuk pertanyaan P3 dan P6 memiliki nilai < 0,444. Sehingga 2 pertanyaan tersebut yang telah diujikan adalah tidak valid dan tidak dapat digunakan untuk mengukur variabel budaya, sosial, pribadi, psikologis.
Dari test reabilitas diatas didapat nilai Cronbach's Alpha sebesar 0,349 (Penghitungan SPSS untuk Validitas dan Reliabilitas X2 Pelayanan Operator, tabel Reliability Statistics ) yang lebih kecil dari 0,6, karena lebih kecil dari 0,6 maka dapat disimpulkan bahwa butir-butir instrument penelitian tersebut adalah tidak reliable.
4.2.1.3 Hasil Analisis Validitas dan Reabilitas Keusioner untuk Variabel Pribadi
Hasil uji validitas seperti terlihat pada tabel 4.2.2.2 di bawah ini :
Tabel 4.2.1.3
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted
p4 18.4500 2.366 .265 .470
p9 18.2500 2.408 .159 .527
p10 18.0000 2.421 .303 .457
p12 18.2000 2.484 .227 .487
p13 18.2500 1.882 .386 .395
p14 18.3500 2.345 .279 .463
Sumber : data diolah dengan SPSS
Dari tabel diatas diketahui nilai Corrected Item-Total Correltion untuk pertanyaan P4, P9, P10, P12, P13, dan P14 memiliki nilai < 0,444. Sehingga 6 pertanyaan tersebut yang telah diujikan adalah tidak valid dan tidak dapat digunakan untuk mengukur variabel budaya, sosial, pribadi, psikologis.
Dari test reabilitas diatas didapat nilai Cronbach's Alpha sebesar 0,515 (Penghitungan SPSS untuk Validitas dan Reliabilitas X3 Penayangan Iklan, tabel Reliability Statistics ) yang lebih kecil dari 0,6, karena lebih kecil dari 0,6 maka dapat disimpulkan bahwa butir-butir instrument penelitian tersebut adalah tidak reliable.
4.2.1.4 Hasil Analisis Validitas dan Reabilitas Keusioner untuk Variabel Psikologis
Hasil uji validitas seperti terlihat pada tabel 4.2.2.2 di bawah ini :
Tabel 4.2.1.4
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted
p5 11.3000 1.589 .262 .452
p7 11.0000 1.789 .385 .357
p8 11.6000 1.411 .426 .274
p11 11.2500 1.987 .121 .560
Sumber : data diolah dengan SPSS
Dari tabel diatas diketahui nilai Corrected Item-Total Correltion untuk pertanyaan P5, P7, P8, 8 dan P11 memiliki nilai < 0,444. Sehingga 4pertanyaan tersebut yang telah diujikan adalah tidak valid dan tidak dapat digunakan untuk mengukur variabel budaya, sosial, pribadi, psikologis.
Dari test reabilitas diatas didapat nilai Cronbach's Alpha sebesar 0,493 (Penghitungan SPSS untuk Validitas dan Reliabilitas X4 Tarif, tabel Reliability Statistics ) yang lebih kecil dari 0,6, karena lebih kecil dari 0,6 maka dapat disimpulkan bahwa butir-butir instrument penelitian tersebut adalah tidak reliable.
4.2 Analisis Deskriptif
a. Karakterstik responden
Setelah mendapat data yang dibutuhkan maka penulis akan menggambarkan hasil penelitiannya yang diperoleh dari penyebaran kuesioner kepada 50 responden konsumen yang berbelanja dan menjadi pelanggan ditoko kelontong yang berada di Perumahan Beji Permai, Tanah Baru, Depok. Untuk mengetahui seberapa besar kepuasan konsumen.
b. Jenis kelamin (Gender) dan Usia
Adapun pemilihan karakter pada penelitian ini adalah Jenis kelamin dan usia. Karakteristik responden setelah dilakukan penelitian yang dipilih secara acak adalah laki-laki 54 % dan perempuan 46% dengan rata-rata usia responden berkisar antara lain <19 tahun adalah 3 responden (%), antara 19-22 tahun adalah 40 responden (80%) dan >22 tahun adalah 7 responden (%). Data tersebut dapat dilihat dari tabel responden dibawah ini.
Gambar 4.2
Pembagian Jenis Kelamin dan Usia dalam Diagram Pie
4.3 Analisis Regresi Linear Berganda
a. Analisis Korelasi Ganda (R)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel independen (X1, X2,.….Xn) terhadap variabel dependen (Y) secara serentak. Koefisien ini menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara variabel independen (X1, X2,.….Xn) secara serentak terhadap variabel dependen (Y). nilai R berkisar antara 0 sampai 1, nilai semakin mendekati 1 berarti hubungan yang terjadi semakin kuat, sebaliknya nilai semakin mendekati 0 maka hubungan yang terjadi semakin lemah.
Menurut Sugiyono (2007) pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut :
0,00 – 0,199 = sangat rendah
0,20 – 0,399 = rendah
0,40 – 0,599 = sedang
0,60 – 0,799 = kuat
0,80 – 1,000 = sangat kuat
Hasil analisis Koefisien Korelasi Berganda terlihat pada tabel 4.3 dibawah ini :
Tabel 4.3
Koefisien korelasi berganda
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .583a .340 .282 .57916
a. Predictors: (Constant), X4, X2, X3, X1
Sumber : data diolah dengan SPSS
Berdasarkan tabel diatas diperoleh angka R sebesar 0,583. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang cukup kuat antara budaya, sosial, pribadi , dan psikologis secara bersama-sama secara positif terhadap kepuasan konsumen.
b. Analisis Determinasi (R2)
Analisis determinasi dalam regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel independen (X1, X2,.….Xn) secara serentak terhadap variabel dependen (Y). Koefisien ini menunjukkan seberapa besar persentase variasi variabel independen yang digunakan dalam model mampu menjelaskan variasi variabel dependen. R2 sama dengan 0, maka tidak ada sedikitpun persentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen, atau variasi variabel independen yang digunakan dalam model tidak menjelaskan sedikitpun variasi variabel dependen. Sebaliknya R2 sama dengan 1, maka persentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap variabel independen yang digunakan dalam model menjelaskan 100% variasi dependen.
Berdarsarkan tabel 4.3 diatas diperoleh angka R2 (R Square) sebesar 0,340 atau (34%). Hal ini menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel independen (budaya, sosial, pribadi, psikologis) terhadap variabel dependen (kepuasan konsumen) sebesar 34%. Sedangkan sisanya sebesar 66% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.
Adjusted R adalah nilai R Square yang telah disesuaikan, nilai ini selalu lebih kecil dari R Square dan angka ini bisa memiliki kepuasan konsumen negatif.
c. Uji Koefisien Regresi secara Parsial (Uji t)
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi variabel independen (X1, X2,.….Xn) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Y). hasil perhitungan regresi dengan SPSS terlihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.3
Uji Koefisien Regresi secara Parsial (Uji t)
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) .108 1.113 .097 .923
X1 -.631 .227 -.464 -2.776 .008
X2 -.122 .199 -.081 -.613 .543
X3 .741 .350 .351 2.116 .040
X4 .971 .305 .509 3.180 .003
a. Dependent Variable: Y
Dari tabel diatas diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :
Y = 0,108 – 0,631 (budaya) – 0,122 (sosial) + 0,741 (pribadi) + 0,971 (psikologis). Persamaan tersebut berarti Konstanta a = 0,108. Apabila variabel budaya, sosial, pribadi, dan psikologis diasumsikan konstan atau 0, maka pembentukan kepuasan konsumen pada toko kelontong sudah ada sebesar 0,108, sedangkan budaya, memiliki koefisien regresi sebesar -0,631 dan signifikan pada = 5%, dan besarnya t hitung sebesar -2,776, karena signifikan (0,025) hasil diperoleh untuk t tabel adalah 2,014 maka, Ho ditolak secara parsial ada pengaruh budaya terhadap kepuasan konsumen dan Ha diterima secara parsial tidak ada pengaruh budaya terhadap kepuasan konsumen.
Untuk variabel soial memiliki koefisien regresi sebesar -0,122 dan signifikan pada =5%, dan besarnya t hitung sebesar -0,613, karena signifikan (0,025) hasil yang diperoleh untuk t tabel adalah sebesar 2,014 maka, Ho diterima secara parsial tidak ada pengaruh sosial terhadap kepuasan konsumen dan Ha ditolak secara parsial ada pengaruh sosial terhadap kepuasan konsumen.
Pada variabel pribadi memiliki koefisien regresi sebesar 0,741 dan signifikan pada =5%, dan besarnya t hitung sebesar 2,116, karena signifikan (0,025) hasil yang diperoleh untuk t tabel adalah 2,014 maka, Ho diterima secara parsial tidak ada pengaruh pribadi terhadap kepuasan konsumen dan Ha ditolak secara parsial ada pengaruh pribadi terhadap kepuasan konsumen.
Sedangkan untuk variabel psikologis memiliki koefisien regresi sebesar 0,971 dan signifikan pada =5%, dan besarnya t hitung sebesar 3,180, karena signifikan (0,025) hasil yang diperoleh untuk t tabel adalah 2,014 maka, Ho diterima secara parsial tidak ada pengaruh psikologis terhadap kepuasan konsumen dan Ha ditolak secara parsial ada pengaruh psikologis iklan terhadap kepuasan konsumen.
Dari hasil analisis diatas dapat dilihat daerah penentu Ho pada variabel budaya, sosial, pribadi, dan psikologis.
Gambar 4.3.1
Daerah Penentu Ho untuk Variabel Budaya
Ho ditolak Ho diterima Ho ditolak
-2,776 -2,014 + 2,014
Keterangan :
Oleh karena nilai –t hitung > -t tabel (-2,776 < -2,014), maka Ho ditolak artinya secara parsial ada pengaruh signifikan antara budaya dengan kepuasan konsumen. Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara parsial budaya ada pengaruh terhadap kepuasan konsumen.
Gambar 4.3.2
Daerah Penentu Ho untuk Variabel Pelayanan Sosial
Ho ditolak Ho diterima Ho ditolak
-2,014 -0,613 + 2,014
Keterangan :
Oleh karena nilai –t hitung < -t tabel (-0,613 > -2,014), maka Ho diterima artinya secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara sosial dengan kepuasan konsumen. Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara parsial tidak ada pengaruh sosial terhadap kepuasan konsumen.
Gambar 4.3.3
Daerah Penentu Ho untuk Variabel Pribadi
Ho ditolak Ho diterima Ho ditolak
-2,014 +2,014 2,116
Keterangan :
Oleh karena nilai t hitung > t tabel (2,116 > 2,014), maka Ho diterima artinya secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara pribadi dengan kepuasan konsumen. Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara parsial tidak ada pengaruh pribadi terhadap kepuasan konsumen.
Gambar 4.3.4
Daerah Penentu Ho untuk Variabel Psikologis
Ho ditolak Ho diterima Ho ditolak
-2,014 +2,014 3,180
Keterangan :
Oleh karena nilai t hitung > t tabel (3,180 > 2,014), maka Ho diterima, artinya secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara Psikologis dengan kepuasan konsumen. Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara parsial tidak ada pengaruh Psikologis terhadap kepuasan konsumen.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap toko kelontong adalah faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi, dan faktor psikologis.
5.2 Saran
Setelah menarik kesimpulan tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap toko kelontong, maka penulis memberi saran, toko kelontong yang ada bisa menambahkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap tokonya, seperti faktor harga dan tampilan menarik dari toko kelontong.
SUMBER:
http://www.linkpdf.com/ebook-viewer.php?url=http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/economy/2008/Artikel_11202721.pdf
Tugas Etika Bisnis
Nama : Octaviani P.
NPM : 10207832
Kelas : 4EA03
Mata Kuliah : Etika Bisnis
ETIKA BISNIS
Contoh Kasus Tentang Bisnis yang Tidak Beretika “Langgar Hak Paten, Ericsson Gugat Samsung”
Posted: February 17, 2010 by tayaa90 in article
0
Bab I
Pendahuluan
Kata paten, berasal dari bahasa inggris patent, yang awalnya berasal dari kata patere yang berarti membuka diri (untuk pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari definisi kata paten itu sendiri, konsep paten mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur siapa yang harus melakukan invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap sebagai hak monopoli.
Menurut undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten, Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 1).
Secara umum, ada tiga kategori besar mengenai subjek yang dapat dipatenkan: proses, mesin, dan barang yang diproduksi dan digunakan. Proses mencakup algoritma, metode bisnis, sebagian besar perangkat lunak (software), teknik medis, teknik olahraga dan semacamnya. Mesin mencakup alat dan aparatus. Barang yang diproduksi mencakup perangkat mekanik, perangkat elektronik dan komposisi materi seperti kimia, obat-obatan, DNA, RNA, dan sebagainya.
Raksasa perangkat jaringan mobile Ericsson melayangkan gugatan terhadap pembuat ponsel Samsung Electronics. Gugatan ini diajukan karena Samsung dituduh telah melanggar hak paten. “Kami sudah melayangkan gugatan hukum kepada Samsung terkait pelanggaran hak paten di Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan Belanda,” kata Ase Lindskog, juru bicara Ericsson. Menurut Lindskog, pihaknya telah melakukan negosiasi besar dengan Samsung terkait pembaharuan lisensi. “Kesepakatan mereka dengan kami telah berakhir sejak 31 Desember tahun lalu,” ujarnya lagi. Masalahnya, Samsung masih memakai paten ponsel yang tidak berlisensi lagi. Ketika dikonfirmasi, juru bicara Samsung di Seoul masih enggan mengomentari masalah ini. Entah iri atau ingin menjatuhkan rival, yang jelas kasus pelanggaran paten dan perlawanan legal lainnya sudah sering bahkan biasa terjadi di sektor teknologi. Bisa jadi karena perusahaan telah menghabiskan banyak dana untuk penelitian dan pengembangan (R&D).
Selain Samsung, Ericsson juga pernah menggugat Qualcomm. Tahun lalu Ericsson pernah mengadu ke Uni Eropa karena Qualcomm dituduh telah ‘mencekik’ kompetisi di pasar chip ponsel. Kembali ke gugatan terhadap Samsung. Lindskog mengatakan beberapa paten teknologi yang digugat Ericsson kepada Samsung adalah GSM (Global System for Mobile Communications), GPRS (General Packet Radio Service) dan EDGE (Enhanced Data rates for GSM Evolution). “Ini adalah tindakan yang patut disayangkan, tetapi kami harus melindungi para pemegang saham dan investor kami karena kami sudah menginvestasikan banyak dana di R&D selama bertahun-tahun,” kata Lindskog.
Bab II
Pembahasan
Kata paten, berasal dari bahasa inggris patent, yang awalnya berasal dari kata patere yang berarti membuka diri (untuk pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari definisi kata paten itu sendiri, konsep paten mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur siapa yang harus melakukan invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap sebagai hak monopoli.
Menurut undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten, Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 1).
Secara umum, ada tiga kategori besar mengenai subjek yang dapat dipatenkan: proses, mesin, dan barang yang diproduksi dan digunakan. Proses mencakup algoritma, metode bisnis, sebagian besar perangkat lunak (software), teknik medis, teknik olahraga dan semacamnya. Mesin mencakup alat dan aparatus. Barang yang diproduksi mencakup perangkat mekanik, perangkat elektronik dan komposisi materi seperti kimia, obat-obatan, DNA, RNA, dan sebagainya.
Pelaksanaan hak lewat lisensi :
a. Pemegang hak paten dapat memberikan ijin melalui perjanjian lisensi kepada pihak lain untuk melaksanakan penemuannya. Isi perjanjian lisensi harus tidak menyimpang dari ketentuan dalam undang-undang paten.
b. Perjanjian lisensi sebagaimana diatas, dapat memuat hal-hal sebagai berikut :
• Hak-hak yang diberikan dalam lisensi (hak khusus/tidak khusus, dapat ditarik kembali atau tidak, hak atas dokumentasi atau tidak, dll)
• Jangka waktu lisensi (tidak terbatas atau terbatas, hak memperbarui dan jangka waktunya)
• Ruang lingkup lisensi (lisensi pada aspek apa, pengguna, unit, pengguna oleh pihak ketiga/anak perusahaan, hak untuk merubah penemuan, larangan penggunaan)
• Pembatasan pengalihan dan sublisensi (biasanya lisensi tidak boleh dialihkan, disublisensikan, dll; biasanya licensee tidak boleh menggunakan penemuan untuk kepentingan pihak dilluar perjanjian, pembatasan penggunaan pada lokasi tertentu)
• Pemilikan atas penemuan (menyatakan pemilikan llicensor atas seluruh hak, hak cipta, hak merek, dll dalam penggunaan, penemuan dan dokumen terkait; pengakuan akan rahasia dagang; pembatasan akses bagi pihak lain; pemilikan merupakan representasi licensor atau penemuan; masalah pemilikan dalam kaitan dengan modifikasi)
• Syarat pembayaran (jadwal pembayaran, keterlambatan, pengiriman barang, penjualan, penggunaan, pajak, dll)
• Prosedur penerimaan (hak untuk menguji pada periode waktu yang ditentukan, hak untuk menolak)
• Pelatihan (skopa pelatihan yang disediakan lilsencor, biaya, lokasi, jumlah peserta, pelatihan pegawai baru)
• Jaminan/warranties (lisencor akan memberikan jaminan yang sangat terbatas misalnyasyarat jaminan ataskerusakan hanya berlaku 90 hari pertama; lisencee boleh meminta jaminan bahwa paling tidak penemuan berfungsi seperti apa yang digambarkan oleh dokumen; jangka waktu; prosedur pemberitahuan kerusakan; prosedur dan waktu tanggapan untuk perbaikan; perubahan akan menghapus jaminan; dll)
• Pembatasan tanggung jawab lisencor (atas kerusakan tidak langsung; khusus; kecelakaan; atas kehilangan keuntungan, pendapatan, informasi, penggunaan, biaya; atas total kerusakan)
• Hak inspeksi (licensor berhak untuk menginspeksi pekerjaan licensee apakah dilakukan sesuai isi perjanjian)
• Layanan pendukung dan pemeliharaan (ruang lingkup; waktu tanggapan; pembayaran; kenaikan harga; hubungan dengan perjanjian terpisah)
• Tidak mengungkap informasi rahasia ( persetujuan untuk menyimpan informasi rahasia; jangka waktu; lingkup informasi yang dilindungi; pengecualian; perjanjian membuat karyawan bertindak sesuai dengan batasan kerahasiaan)
• Denda atas pelanggaran ( lingkup denda; pemberitahuan kepada licensor tentang klaim tidak adanya pelanggaran; penngawasan oleh licensor)
• Berakhirnya perjanjian (hak licensor untuk mengakhiri; hak licensee untuk mengakhiri; gagal bayar dan sengketa tentang pembayran yang disyaratkan; akibat pengakhiran kontrak; pengembalian barang setelah akhir kontrak; kewajiban licensee berhenti menggunakan barang setelah akhir kontrak; sertifikasi)
• Masalah khusus lain (klausula most favored nation; perlindungan harga; pemasangan; dll)
• Lain-lain ( hukum yang mengatur; yurisdiksi; pengumuman; hubungan antar pihak; penafsiran terhadap isi kontrak; fee pengacara; force majeure; dll)
c. Terhadap paten yang tidak dilaksanakan oleh pemegang hak, pihak ketiga dapat meminta pengadilan menetapkan dirinya sebagai penerima lisensi dalam rangka dapat melaksanakan paten tersebut. Tindakan ini disebut sebagai lisen.
Dalam dunia bisnis sering kali perusahaan melakukan banyak cara agar memenangkan persaingan termasuk dengan cara pelanggaran hak paten. Banyak alasan mengapa sebuah perusahaan melakukan pelanggaran hak paten. Penyebabnya bisa jadi karena perusahan telah menghabiskan banyak dana untuk penelitian dan pengembangan, takut kalah dari persaing, dan lain-lain.
Pelanggaran yang dilakukan pihak Samsung sangatlah tidak baik, mengingat telah berakhirnya kesepakatan antara Samsung dan Ericsson. Hal ini sangat merugikan Ericsson karena Ericsson telah melakukan penelitian dan pengembangan yang memakan banyak biaya serta waktu yang tidak sedikit. Dampaknya bagi Ericsson adalah para investor akan mencabut penanaman modalnya yang mengakibatkan Ericsson akan mengalami kerugian besar.
Bab III
Penutup
Kesimpulan
Saat ini demi memenangkan persaingan banyak perusahaan yang melakukan pelanggaran hak paten. Dari contoh kasus diatas dapat disimpulkan bahwa pelanggaran hak paten adalah suatu tindakan yang dapat merugikan orang lain. Dari hubungan kemitraan antara Samsung dan Ericsson. Akhirnya berakhir dengan gugatan.
Saran
Sebaiknya jangan hanya karena keuntungan semata kita merugikan orang lain. Agar mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, kita melakukan hal yang dapat merugikan orang lain. Berbisnislah dengan cara yang benar dan sesuai etika bisnis.
Komentar :
Dari kasus diatas dapat diketahui bahwa pentingnya etika bisnis yang dilakukan dalam menjalankan suatu bisnis yang baik agar tidak merugikan perusahaan sendiri maupun orang lain dan dengan adanya etika dalam berbisnis juga dapat membantu kelancaran bisnis dan hubungan kerjasama dengan pihak lain serta perusahaan lain yang terkait kerjasama dengan perusahaan sendiri menjadi labih baik.
Sumber :
1. http://haki2008.wordpress.com/2008/04/29pengantar-hak-paten-oleh-theofransus-litaay-sh-llm/
2. http://www.detikinet.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/02/tgl/27/time/090814/idnews/547796/idkanal/399 wikipedia.com
3. http://tayaa90.wordpress.com/2010/02/17/contoh-kasus-tentang-bisnis-yang-tidak-beretika-%E2%80%9Clanggar-hak-paten-ericsson-gugat-samsung%E2%80%9D/
NPM : 10207832
Kelas : 4EA03
Mata Kuliah : Etika Bisnis
ETIKA BISNIS
Contoh Kasus Tentang Bisnis yang Tidak Beretika “Langgar Hak Paten, Ericsson Gugat Samsung”
Posted: February 17, 2010 by tayaa90 in article
0
Bab I
Pendahuluan
Kata paten, berasal dari bahasa inggris patent, yang awalnya berasal dari kata patere yang berarti membuka diri (untuk pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari definisi kata paten itu sendiri, konsep paten mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur siapa yang harus melakukan invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap sebagai hak monopoli.
Menurut undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten, Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 1).
Secara umum, ada tiga kategori besar mengenai subjek yang dapat dipatenkan: proses, mesin, dan barang yang diproduksi dan digunakan. Proses mencakup algoritma, metode bisnis, sebagian besar perangkat lunak (software), teknik medis, teknik olahraga dan semacamnya. Mesin mencakup alat dan aparatus. Barang yang diproduksi mencakup perangkat mekanik, perangkat elektronik dan komposisi materi seperti kimia, obat-obatan, DNA, RNA, dan sebagainya.
Raksasa perangkat jaringan mobile Ericsson melayangkan gugatan terhadap pembuat ponsel Samsung Electronics. Gugatan ini diajukan karena Samsung dituduh telah melanggar hak paten. “Kami sudah melayangkan gugatan hukum kepada Samsung terkait pelanggaran hak paten di Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan Belanda,” kata Ase Lindskog, juru bicara Ericsson. Menurut Lindskog, pihaknya telah melakukan negosiasi besar dengan Samsung terkait pembaharuan lisensi. “Kesepakatan mereka dengan kami telah berakhir sejak 31 Desember tahun lalu,” ujarnya lagi. Masalahnya, Samsung masih memakai paten ponsel yang tidak berlisensi lagi. Ketika dikonfirmasi, juru bicara Samsung di Seoul masih enggan mengomentari masalah ini. Entah iri atau ingin menjatuhkan rival, yang jelas kasus pelanggaran paten dan perlawanan legal lainnya sudah sering bahkan biasa terjadi di sektor teknologi. Bisa jadi karena perusahaan telah menghabiskan banyak dana untuk penelitian dan pengembangan (R&D).
Selain Samsung, Ericsson juga pernah menggugat Qualcomm. Tahun lalu Ericsson pernah mengadu ke Uni Eropa karena Qualcomm dituduh telah ‘mencekik’ kompetisi di pasar chip ponsel. Kembali ke gugatan terhadap Samsung. Lindskog mengatakan beberapa paten teknologi yang digugat Ericsson kepada Samsung adalah GSM (Global System for Mobile Communications), GPRS (General Packet Radio Service) dan EDGE (Enhanced Data rates for GSM Evolution). “Ini adalah tindakan yang patut disayangkan, tetapi kami harus melindungi para pemegang saham dan investor kami karena kami sudah menginvestasikan banyak dana di R&D selama bertahun-tahun,” kata Lindskog.
Bab II
Pembahasan
Kata paten, berasal dari bahasa inggris patent, yang awalnya berasal dari kata patere yang berarti membuka diri (untuk pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari definisi kata paten itu sendiri, konsep paten mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur siapa yang harus melakukan invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap sebagai hak monopoli.
Menurut undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten, Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 1).
Secara umum, ada tiga kategori besar mengenai subjek yang dapat dipatenkan: proses, mesin, dan barang yang diproduksi dan digunakan. Proses mencakup algoritma, metode bisnis, sebagian besar perangkat lunak (software), teknik medis, teknik olahraga dan semacamnya. Mesin mencakup alat dan aparatus. Barang yang diproduksi mencakup perangkat mekanik, perangkat elektronik dan komposisi materi seperti kimia, obat-obatan, DNA, RNA, dan sebagainya.
Pelaksanaan hak lewat lisensi :
a. Pemegang hak paten dapat memberikan ijin melalui perjanjian lisensi kepada pihak lain untuk melaksanakan penemuannya. Isi perjanjian lisensi harus tidak menyimpang dari ketentuan dalam undang-undang paten.
b. Perjanjian lisensi sebagaimana diatas, dapat memuat hal-hal sebagai berikut :
• Hak-hak yang diberikan dalam lisensi (hak khusus/tidak khusus, dapat ditarik kembali atau tidak, hak atas dokumentasi atau tidak, dll)
• Jangka waktu lisensi (tidak terbatas atau terbatas, hak memperbarui dan jangka waktunya)
• Ruang lingkup lisensi (lisensi pada aspek apa, pengguna, unit, pengguna oleh pihak ketiga/anak perusahaan, hak untuk merubah penemuan, larangan penggunaan)
• Pembatasan pengalihan dan sublisensi (biasanya lisensi tidak boleh dialihkan, disublisensikan, dll; biasanya licensee tidak boleh menggunakan penemuan untuk kepentingan pihak dilluar perjanjian, pembatasan penggunaan pada lokasi tertentu)
• Pemilikan atas penemuan (menyatakan pemilikan llicensor atas seluruh hak, hak cipta, hak merek, dll dalam penggunaan, penemuan dan dokumen terkait; pengakuan akan rahasia dagang; pembatasan akses bagi pihak lain; pemilikan merupakan representasi licensor atau penemuan; masalah pemilikan dalam kaitan dengan modifikasi)
• Syarat pembayaran (jadwal pembayaran, keterlambatan, pengiriman barang, penjualan, penggunaan, pajak, dll)
• Prosedur penerimaan (hak untuk menguji pada periode waktu yang ditentukan, hak untuk menolak)
• Pelatihan (skopa pelatihan yang disediakan lilsencor, biaya, lokasi, jumlah peserta, pelatihan pegawai baru)
• Jaminan/warranties (lisencor akan memberikan jaminan yang sangat terbatas misalnyasyarat jaminan ataskerusakan hanya berlaku 90 hari pertama; lisencee boleh meminta jaminan bahwa paling tidak penemuan berfungsi seperti apa yang digambarkan oleh dokumen; jangka waktu; prosedur pemberitahuan kerusakan; prosedur dan waktu tanggapan untuk perbaikan; perubahan akan menghapus jaminan; dll)
• Pembatasan tanggung jawab lisencor (atas kerusakan tidak langsung; khusus; kecelakaan; atas kehilangan keuntungan, pendapatan, informasi, penggunaan, biaya; atas total kerusakan)
• Hak inspeksi (licensor berhak untuk menginspeksi pekerjaan licensee apakah dilakukan sesuai isi perjanjian)
• Layanan pendukung dan pemeliharaan (ruang lingkup; waktu tanggapan; pembayaran; kenaikan harga; hubungan dengan perjanjian terpisah)
• Tidak mengungkap informasi rahasia ( persetujuan untuk menyimpan informasi rahasia; jangka waktu; lingkup informasi yang dilindungi; pengecualian; perjanjian membuat karyawan bertindak sesuai dengan batasan kerahasiaan)
• Denda atas pelanggaran ( lingkup denda; pemberitahuan kepada licensor tentang klaim tidak adanya pelanggaran; penngawasan oleh licensor)
• Berakhirnya perjanjian (hak licensor untuk mengakhiri; hak licensee untuk mengakhiri; gagal bayar dan sengketa tentang pembayran yang disyaratkan; akibat pengakhiran kontrak; pengembalian barang setelah akhir kontrak; kewajiban licensee berhenti menggunakan barang setelah akhir kontrak; sertifikasi)
• Masalah khusus lain (klausula most favored nation; perlindungan harga; pemasangan; dll)
• Lain-lain ( hukum yang mengatur; yurisdiksi; pengumuman; hubungan antar pihak; penafsiran terhadap isi kontrak; fee pengacara; force majeure; dll)
c. Terhadap paten yang tidak dilaksanakan oleh pemegang hak, pihak ketiga dapat meminta pengadilan menetapkan dirinya sebagai penerima lisensi dalam rangka dapat melaksanakan paten tersebut. Tindakan ini disebut sebagai lisen.
Dalam dunia bisnis sering kali perusahaan melakukan banyak cara agar memenangkan persaingan termasuk dengan cara pelanggaran hak paten. Banyak alasan mengapa sebuah perusahaan melakukan pelanggaran hak paten. Penyebabnya bisa jadi karena perusahan telah menghabiskan banyak dana untuk penelitian dan pengembangan, takut kalah dari persaing, dan lain-lain.
Pelanggaran yang dilakukan pihak Samsung sangatlah tidak baik, mengingat telah berakhirnya kesepakatan antara Samsung dan Ericsson. Hal ini sangat merugikan Ericsson karena Ericsson telah melakukan penelitian dan pengembangan yang memakan banyak biaya serta waktu yang tidak sedikit. Dampaknya bagi Ericsson adalah para investor akan mencabut penanaman modalnya yang mengakibatkan Ericsson akan mengalami kerugian besar.
Bab III
Penutup
Kesimpulan
Saat ini demi memenangkan persaingan banyak perusahaan yang melakukan pelanggaran hak paten. Dari contoh kasus diatas dapat disimpulkan bahwa pelanggaran hak paten adalah suatu tindakan yang dapat merugikan orang lain. Dari hubungan kemitraan antara Samsung dan Ericsson. Akhirnya berakhir dengan gugatan.
Saran
Sebaiknya jangan hanya karena keuntungan semata kita merugikan orang lain. Agar mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, kita melakukan hal yang dapat merugikan orang lain. Berbisnislah dengan cara yang benar dan sesuai etika bisnis.
Komentar :
Dari kasus diatas dapat diketahui bahwa pentingnya etika bisnis yang dilakukan dalam menjalankan suatu bisnis yang baik agar tidak merugikan perusahaan sendiri maupun orang lain dan dengan adanya etika dalam berbisnis juga dapat membantu kelancaran bisnis dan hubungan kerjasama dengan pihak lain serta perusahaan lain yang terkait kerjasama dengan perusahaan sendiri menjadi labih baik.
Sumber :
1. http://haki2008.wordpress.com/2008/04/29pengantar-hak-paten-oleh-theofransus-litaay-sh-llm/
2. http://www.detikinet.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/02/tgl/27/time/090814/idnews/547796/idkanal/399 wikipedia.com
3. http://tayaa90.wordpress.com/2010/02/17/contoh-kasus-tentang-bisnis-yang-tidak-beretika-%E2%80%9Clanggar-hak-paten-ericsson-gugat-samsung%E2%80%9D/
Teori Etika
Nama : Octaviani Palantupen
NPM : 10207832
Kelas : 4EA03
Mata Kuliah : Etika Bisnis
Teori Etika
Etika dapat memberikan suatu pegangan dalam menjalani kehidupan didunia ini, karena tindakan manusia pasti memiliki tujuan tertentu dalam hidupnya yang ingin dicapai. Tujuan yang ingin dicapai tersebut baik atau buruk tergantung dari nilai moral tindakan itu sendiri, dimana suatu tindakan yang dilakukan dapat bersifat baik atau buruk tergantung dari diri sendiri. Untuk itu, ada dua teori etika yang dapat diketahui seperti teori etika deontologi dan etika teleologi.
Etika Deontologi, kata deontologi sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu deon yang berarti kewajiban. Untuk itu, etika deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Dimana suatu tindakan baik bukan dinilai dari apakah tindakan itu sendiri baik atau tidak bagi diri sendiri. Dengan kata lain, tindakan tersebut memiliki nilai moral yang baik karena dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan dan akibat yang ditimbulkan dari tindakan tersebut. Ada tiga prinsip yang harus dipenuhi untuk menjadikan tindakan baik atau tidak, yaitu :
• Agar suatu tindakan mempunyai nilai moral, tindakan itu harus dijalankan berdasarkan kewajibannya
• Nilai moral dari tindakan tersebut tergantung dari kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu, walaupun tujuannya tidak tercapai namun tindakan tersebut sudah dinilai baik.
• Sebagi konsekuensinya dari kedua prinsip diatas, kewajiban adalah hal yang nyata dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal.
Teori etika yang kedua adalah Etika Teleologi. Etika teleologi berbeda dengan etika deontologi, etika teleologi mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dengan tindakan tersebut, dan berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Suatu tindakan dapat dinilai baik jika memiliki tujuan untuk mencapai sesuatu yang baik juga, atau akibat yang ditimbulkan baik dan berguna. Etika teleologi juga dapat tergantung dengan situasional atau situasi-situasi khusus. Untuk itu, setiap norma dan kewajiban moral tidak dapat berlaku begitu saja dalam setiap situasi. Persoalan dan masalah yang muncul dan berhubungan dengan etika teleologi dinilai dari tujuan atau akibat baik dari suatu tindakan itu sendiri.
Dari kedua teori diatas dapat diketahui bahwa segala tindakan yang akan dilakukan atau sudah dilakukan memiliki tujuan, tujuan yang baik atau buruk yang mempunyai pengaruh tersendiri bagi diri sendiri karena tindakan yang dilakukan memiliki kewajibannya dan sesuai dengan kewajibannya. Tindakan yang dilakukan juga dapat diukur baik dan buruknya dan akibat baik yang ditimbulkan, dimana tujuan yang diharapkan memiliki dampak atau akibat yang baik dan dapat berguna nantinya.
Sumber :
Keraf, Sonny., Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Yogyakarta, Kanisius, setakan ke-9, 1998.
NPM : 10207832
Kelas : 4EA03
Mata Kuliah : Etika Bisnis
Teori Etika
Etika dapat memberikan suatu pegangan dalam menjalani kehidupan didunia ini, karena tindakan manusia pasti memiliki tujuan tertentu dalam hidupnya yang ingin dicapai. Tujuan yang ingin dicapai tersebut baik atau buruk tergantung dari nilai moral tindakan itu sendiri, dimana suatu tindakan yang dilakukan dapat bersifat baik atau buruk tergantung dari diri sendiri. Untuk itu, ada dua teori etika yang dapat diketahui seperti teori etika deontologi dan etika teleologi.
Etika Deontologi, kata deontologi sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu deon yang berarti kewajiban. Untuk itu, etika deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Dimana suatu tindakan baik bukan dinilai dari apakah tindakan itu sendiri baik atau tidak bagi diri sendiri. Dengan kata lain, tindakan tersebut memiliki nilai moral yang baik karena dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan dan akibat yang ditimbulkan dari tindakan tersebut. Ada tiga prinsip yang harus dipenuhi untuk menjadikan tindakan baik atau tidak, yaitu :
• Agar suatu tindakan mempunyai nilai moral, tindakan itu harus dijalankan berdasarkan kewajibannya
• Nilai moral dari tindakan tersebut tergantung dari kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu, walaupun tujuannya tidak tercapai namun tindakan tersebut sudah dinilai baik.
• Sebagi konsekuensinya dari kedua prinsip diatas, kewajiban adalah hal yang nyata dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal.
Teori etika yang kedua adalah Etika Teleologi. Etika teleologi berbeda dengan etika deontologi, etika teleologi mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dengan tindakan tersebut, dan berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Suatu tindakan dapat dinilai baik jika memiliki tujuan untuk mencapai sesuatu yang baik juga, atau akibat yang ditimbulkan baik dan berguna. Etika teleologi juga dapat tergantung dengan situasional atau situasi-situasi khusus. Untuk itu, setiap norma dan kewajiban moral tidak dapat berlaku begitu saja dalam setiap situasi. Persoalan dan masalah yang muncul dan berhubungan dengan etika teleologi dinilai dari tujuan atau akibat baik dari suatu tindakan itu sendiri.
Dari kedua teori diatas dapat diketahui bahwa segala tindakan yang akan dilakukan atau sudah dilakukan memiliki tujuan, tujuan yang baik atau buruk yang mempunyai pengaruh tersendiri bagi diri sendiri karena tindakan yang dilakukan memiliki kewajibannya dan sesuai dengan kewajibannya. Tindakan yang dilakukan juga dapat diukur baik dan buruknya dan akibat baik yang ditimbulkan, dimana tujuan yang diharapkan memiliki dampak atau akibat yang baik dan dapat berguna nantinya.
Sumber :
Keraf, Sonny., Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Yogyakarta, Kanisius, setakan ke-9, 1998.
Kamis, 18 November 2010
Etika Bisnis
Nama : Octaviani Palantupen
NPM : 10207832
Kelas : 4EA03
Mata Kuliah : Etika Bisnis
PENGERTIAN ETIKA BISNIS
Dalam dunia bisnis banyak terdapat cara-cara melakukan bisnis yang baik, seperti halnya perusahaan-perusahaan yang sampai sekarang dapat berdiri dan menjalankan aktifitas bisnisnya dengan sangat baik. Hal ini dikarenakan adanya etika yang digunakan dalam manjalankan bisnisnya, sehingga dapat berjalan dengan baik. Bisnis yang baik adalah bisnis yang dijalankan sesuai dengan etikanya dalam berbisnis, dengan adanya etika tersebut dapat menjadikan bisnis yang menguntungkan.
Banyak hal atau terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis seperti tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan beberapa contoh yang ada dimana para pengusaha tidak melakukan sesuai dengan etika bisnis. Dan hal ini tampaknya bukannya bertambah baik melainkan semakin meningkat.
Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada dasarnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah :
1. Pengendalian diri
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4. Menciptakan persaingan yang sehat
5. Menerapkan konsep “Pembangunan Berkelanjutan”
6. Menghindari sifat 5K (Katabelence, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
7. Mampu mengatakan yang benar itu benar
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah.
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati.
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.
Dengan adanya hal diatas, maka dalam menjalankan segala bisnis dapat berjalan sesuai dengan etika bisnis yang berlaku, dan dapat menciptakan dunia bisnis yang sehat dan baik. Dengan memperhatikan etika bisnis yang berlaku, para pegusaha bisnis tidak akan mengancurkan nama mereka sendiri dan juga Negara.
Sumber :
1. http://entrepreneur.gunadarma.ac.id/e-learning/attachments/040_etika%20bisnis%20dan%20kewirausahaan.pdf
2. http://fe.usu.ac.id/files/Etika%20bisnis%20manajemen-ritha8.pdf
3. http://galih-chess.blogspot.com/2010/01/pengertian-etika-bisnis.html
4. Bertens, K., Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta, Kanisius, 2000.
NPM : 10207832
Kelas : 4EA03
Mata Kuliah : Etika Bisnis
PENGERTIAN ETIKA BISNIS
Dalam dunia bisnis banyak terdapat cara-cara melakukan bisnis yang baik, seperti halnya perusahaan-perusahaan yang sampai sekarang dapat berdiri dan menjalankan aktifitas bisnisnya dengan sangat baik. Hal ini dikarenakan adanya etika yang digunakan dalam manjalankan bisnisnya, sehingga dapat berjalan dengan baik. Bisnis yang baik adalah bisnis yang dijalankan sesuai dengan etikanya dalam berbisnis, dengan adanya etika tersebut dapat menjadikan bisnis yang menguntungkan.
Banyak hal atau terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis seperti tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan beberapa contoh yang ada dimana para pengusaha tidak melakukan sesuai dengan etika bisnis. Dan hal ini tampaknya bukannya bertambah baik melainkan semakin meningkat.
Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada dasarnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah :
1. Pengendalian diri
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4. Menciptakan persaingan yang sehat
5. Menerapkan konsep “Pembangunan Berkelanjutan”
6. Menghindari sifat 5K (Katabelence, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
7. Mampu mengatakan yang benar itu benar
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah.
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati.
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.
Dengan adanya hal diatas, maka dalam menjalankan segala bisnis dapat berjalan sesuai dengan etika bisnis yang berlaku, dan dapat menciptakan dunia bisnis yang sehat dan baik. Dengan memperhatikan etika bisnis yang berlaku, para pegusaha bisnis tidak akan mengancurkan nama mereka sendiri dan juga Negara.
Sumber :
1. http://entrepreneur.gunadarma.ac.id/e-learning/attachments/040_etika%20bisnis%20dan%20kewirausahaan.pdf
2. http://fe.usu.ac.id/files/Etika%20bisnis%20manajemen-ritha8.pdf
3. http://galih-chess.blogspot.com/2010/01/pengertian-etika-bisnis.html
4. Bertens, K., Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta, Kanisius, 2000.
Rabu, 02 Juni 2010
BAHASA INDONESIA 2
Nama : Octaviani P.
NPM/kelas : 10207832/3EA03
Mata kuliah : Bahasa Indonesia 2
JUDUL BUKU : MANAJEMEN PEMASARAN (ANALISIS, PERENCANAAN,
IMPLEMENTASI DAN PENGENDALIAN)
PENULIS : PHILIP KOTLER
1. Berorientasi manajerial. Buku ini memfokuskan pada keputusan-keputusan penting yang dihadapi oleh para manajer dan manajemen puncak dalam usaha mereka mengharmoniskan tujuan dan sumber daya organisasi dengan kebutuhan dan peluang dai pasar.
2. Suatu pendekatan analitis. Buku ini menyajikan suatu kerangka untuk analisis permsalahan yang berulang. Kasus-kasus perusahaan yang nyata diperkenalkan pada keseluruhan buku untuk menggambarkan prinsip-prinsip pemasaran.
3. Suatu perspektif disiplin dasar. Buku ini didasarkan atas Ekonomi, ilmu perilaku, dan matematika.
4. Suatu pendekatan universal. Buku ini menerapkan pemikiran pemasaran terhadap pasar produk dan jasa, pasar konsumen dan industry, organisasi laba dan nonlaba, perusahaan-perusahaan domestic dan asing, perusahaan besar dan kecil, bisnis produksi dan perantara, dan industry teknologi rendah maupun teknoogi tinggi.
5. Cakupan yang komprehensif dan seimbang. Buku ini mencakup semua topic yang perlu diketahui oleh seorang manajer pemasaran yang baik. Buku ini mencakup isu utama yang dihadapi dalam strategi, taktik dan administrasi pemesaran.
Sumber :
Kotler. Philip, “Manajemen Pemasaran (Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian)” volume satu edisi ketujuh. 1991. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
NPM/kelas : 10207832/3EA03
Mata kuliah : Bahasa Indonesia 2
JUDUL BUKU : MANAJEMEN PEMASARAN (ANALISIS, PERENCANAAN,
IMPLEMENTASI DAN PENGENDALIAN)
PENULIS : PHILIP KOTLER
1. Berorientasi manajerial. Buku ini memfokuskan pada keputusan-keputusan penting yang dihadapi oleh para manajer dan manajemen puncak dalam usaha mereka mengharmoniskan tujuan dan sumber daya organisasi dengan kebutuhan dan peluang dai pasar.
2. Suatu pendekatan analitis. Buku ini menyajikan suatu kerangka untuk analisis permsalahan yang berulang. Kasus-kasus perusahaan yang nyata diperkenalkan pada keseluruhan buku untuk menggambarkan prinsip-prinsip pemasaran.
3. Suatu perspektif disiplin dasar. Buku ini didasarkan atas Ekonomi, ilmu perilaku, dan matematika.
4. Suatu pendekatan universal. Buku ini menerapkan pemikiran pemasaran terhadap pasar produk dan jasa, pasar konsumen dan industry, organisasi laba dan nonlaba, perusahaan-perusahaan domestic dan asing, perusahaan besar dan kecil, bisnis produksi dan perantara, dan industry teknologi rendah maupun teknoogi tinggi.
5. Cakupan yang komprehensif dan seimbang. Buku ini mencakup semua topic yang perlu diketahui oleh seorang manajer pemasaran yang baik. Buku ini mencakup isu utama yang dihadapi dalam strategi, taktik dan administrasi pemesaran.
Sumber :
Kotler. Philip, “Manajemen Pemasaran (Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian)” volume satu edisi ketujuh. 1991. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Minggu, 09 Mei 2010
PROPOSAL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi ini kemajuan teknologi semakin meningkat tidak hanya untuk teknologi saja, namun dalam hal lain pun akan berpengaruh. Dalam hal ini yang paling banyak berpengaruh salah satunya pada beberapa sarana pemasaran seperti halnya iklan atau promosi. Iklan merupakan salah satu alat komunikasi yang digunakan dalam bidang pemasaran untuk memasarkan dan menawarkan berbagai jenis produk dari masing- masing produk yang telah diciptakan. Seperti halnya yang dilakukan oleh beberapa perusahaan untuk menarik minat pelanggan agar mau menggunakan berbagai jenis produk buatannya. Di bagian advertising atau pengiklanan ini suatu perusahaan mengharapkan dapat berkomunikasi dengan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dan keinginanya melalui iklan yang mereka tampilkan.
Kebutuhan dan keinginan para konsumen atau pun pelanggan tersebut memiliki peranan khusus untuk suatu perusahaan, dimana hal ini memberikan pertimbangan bagi suatu perusahaan untuk lebih memajukan dan membuat berbagai inovasi promosi dengan iklan yang semenarik mungkin agar para pelanggan dapat tertarik dan tidak merasa bosan dengan tampilan promosi jenis iklan yang sama.
Iklan dengan berbagai jenis inovasi dan tampilan yang baru banyak digunakan pada suatu provider telepon seluler. Salah satu Provider GSM telepon selular yang juga menggunakan berbagai iklan yang menarik adalah “Telkomsel “ , dimana iklan yang mereka buat dengan berbagai versi dan tampilan yang menarik dari versi Simpati Max, Simpti 5000 serta iklan dari Telkomsel yang memberikan layanan untuk internet murah dengan Telkomsel Flash sangatlah menarik, sehingga dapat mempengaruhi minat para pelanggan untuk mencoba menggunakan maupun tetap menjadi pelanggan setia dari pengguna Telkomsel. Telkomsel memberikan layanan dan penawaran yang menarik dari iklan yang mereka buat untuk memenuhi kebutuhan para pengguna dan pelanggan setianya. Dari sisi harga, bonus, kepuasan, dan keputusan membeli serta fitur-fitur menarik lainnya yang mereka tawarkan melalui iklan yang dibuat memberikan motivasi bagi para penggunanya..
Keefektivitasan sebuah iklan dalam suatu pemasaran sangatlah penting. Suatu iklan dapat dikatakan menarik dan layak untuk dibuat, sehingga berguna bagi para pengguna dan pelanggan setianya dari seluruh kalangan penggunanya, untuk itu diperlukan suatu inovasi baru dengan tetap memperhatikan pada kebutuhan dan keinginan dari para penggunanya, sehingga iklan yang dibuat dapat dinilai keefektivitasannya. Iklan yang ditayangkan media televise membentuk pernyataan sikap konsumen yang mempengaruhi minat beli konsumen.
Berdasarkan uraian diatas, Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul yang berkaitan dengan “Efektivitas Iklan Telkomsel Versi (Simpati Max dan Simpati 5000) Terhadap Pengguna Telkomsel”.
1.2 Rumusan dan Batasan Masalah
Adapun rumusan dan batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Bagaimanakah keefektivitasan dari Iklan Telkomsel Versi (Simpati Max dan Simpati 5000) Terhadap Pengguna Telkomsel ?
b. Seberapa besar iklan tersebut berpengaruh terhadap para pelanggan setianya untuk tetap menjadi pengguna tetap dari Telkomsel ?
Penulis membatasi masalah pada cangkupan wilayah penelitian. Di mana objek yang diteliti disini adalah para Mahasiswa Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Jenjang Strata Satu Angkatan 2007, kelas 3EA01-3EA07 Universitas Gunadarma Kelapa Dua, dengan menyebarkan kuesioner secara langsung kepada 50 orang reponden yang menggunakan Telkomsel.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui keefektivitasan dari Iklan Telkomsel Versi (Simpati Max dan Simpati 5000) Terhadap Pengguna Telkomsel.
b. Untuk mengetahui seberapa besar iklan tersebut berpengaruh terhadap para pelanggan dan pengguna setia dari Telkomsel.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Sebagai bahan literatur yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa ataupun mereka yang sedang melakukan penelitian. Disamping itu juga bermanfaat bagi penulis untuk mendapat pengetahuan, wawasan serta pengetahuan baru.
b. Manfaat Praktis
Sebagai bahan masukkan bagi peningkatan pada marketing perusahaan yang mengembangkan usahanya dalam bidang yang bersangkutan untuk lebih memahami keniginan para pelanggan dan penggunanya agar tetap menjadi pengguna dan pelanggan setia.
1.5 Metode Penelitian
Dalam penyusunaan penelitian ilmiah ini penulis menggunakan metode deskriptif dengan cara mengumpulkan data-data dan info subjektif, sedangkan teknik penulisan dan pengumpulan data menggunakan :
1.5.1 Objek Penelitian
Objek yang digunakan oleh penulis adalah mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Jenjang Strata Satu Angkatan 2007, kelas 3EA01-3EA07 Universitas Gunadarma Kelapa Dua yang menggunakan Telkomsel.
1.5.2 Data / Variebel
Penulis melakukan pengumpulan sumber data dengan menggunakan data primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian yang berupa kuesioner yang dibagikan kepada 50 orang responden pengguna Telkomsel, yaitu mahasiswa Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Jenjang Strata Satu Angkatan 2007, kelas 3EA01-3EA07 Universitas Gunadarma Kelapa Dua. Adapun variabel yang mendukung dalam penelitian ini yaitu Empati (Emphaty), Persuasi (Persuasion), dampak (Impact) dan Komunikasi.
1.5.3 Metode Pengumpulan Data
1. Data Primer
Yaitu data yang secara langsung dikumpulkan dan didapatkan untuk kebutuhan riset atau penelitian yang berjalan.
a. Wawancara
Yaitu data yang didapat dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung kepada responden dan dengan pihak tertentu yang berhubungan langsung dengan pengumpulan data dalam penelitian ini.
b. Kuesioner
Dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 50 orang resonden pengguna Telkomsel dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan Efektivitas Iklan Telkomsel Versi (Simpati Max dan Simpati 5000) Terhadap Pengguna Telkomsel.yang telah dibuat sebelumnya oleh penulis dan dibagikan secara acak kepada responden.
2. Data Sekunder
Yaitu data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain atau data yang sudah tersedia dari sumber yang sudah ada dan diperoleh dari situs-situs publik.
a. Studi Kepustakaan
Yaitu penulis menggunakan studi kepustakaan yang bertujuan menghubungkan kebenaran teori dengan kenyataan yang dialami pengguna Telkomsel terhadap Efektivitas Iklan dengan objek penelitian. Untuk menggali teori yang telah berkembang dalam bidang ilmu yang relevan dengan topik penelitian.
b. Dengan membuka dan mencari melalui situs-situs internet yang erat hubunganya dengan penulisan ini.
1.5.4 Hipotesis
Hipotesis statistik adalah pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi, terbukti atau tidaknya suatu hipotesis tidak akan pernah diketahui pasti, kecuali bila sudah memeriksa sampel yang dijadikan bahan pengujian.
Hipotesis yang ingin dibuktikan dalam penelitian ini adalah :
Ho : Efektivitas iklan terhadap pelanggan telkomsel rendah
Ha : Efektivitas iklan terhadap pelanggan telkomsel tinggi
1.5.5 Alat Analisis yang digunakan
a. Skala Likert
Skala Likert adalah jenis skala yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian skala ini yang berhubungan dengan sikap seseorang terhadap sesuatu. Tingkat kesesuaian adalah hasil perbandingan antara pelaksanaan atau kinerja dengan nilai kepentingan. Tingkat kesesuaian ilmiah yang akan menentukan urutan prioritas penghitungan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan.
Untuk memperoleh tingkat kesesuaian responden maka digunakan perumusan sebagai berikut.
Rumus :
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi ini kemajuan teknologi semakin meningkat tidak hanya untuk teknologi saja, namun dalam hal lain pun akan berpengaruh. Dalam hal ini yang paling banyak berpengaruh salah satunya pada beberapa sarana pemasaran seperti halnya iklan atau promosi. Iklan merupakan salah satu alat komunikasi yang digunakan dalam bidang pemasaran untuk memasarkan dan menawarkan berbagai jenis produk dari masing- masing produk yang telah diciptakan. Seperti halnya yang dilakukan oleh beberapa perusahaan untuk menarik minat pelanggan agar mau menggunakan berbagai jenis produk buatannya. Di bagian advertising atau pengiklanan ini suatu perusahaan mengharapkan dapat berkomunikasi dengan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dan keinginanya melalui iklan yang mereka tampilkan.
Kebutuhan dan keinginan para konsumen atau pun pelanggan tersebut memiliki peranan khusus untuk suatu perusahaan, dimana hal ini memberikan pertimbangan bagi suatu perusahaan untuk lebih memajukan dan membuat berbagai inovasi promosi dengan iklan yang semenarik mungkin agar para pelanggan dapat tertarik dan tidak merasa bosan dengan tampilan promosi jenis iklan yang sama.
Iklan dengan berbagai jenis inovasi dan tampilan yang baru banyak digunakan pada suatu provider telepon seluler. Salah satu Provider GSM telepon selular yang juga menggunakan berbagai iklan yang menarik adalah “Telkomsel “ , dimana iklan yang mereka buat dengan berbagai versi dan tampilan yang menarik dari versi Simpati Max, Simpti 5000 serta iklan dari Telkomsel yang memberikan layanan untuk internet murah dengan Telkomsel Flash sangatlah menarik, sehingga dapat mempengaruhi minat para pelanggan untuk mencoba menggunakan maupun tetap menjadi pelanggan setia dari pengguna Telkomsel. Telkomsel memberikan layanan dan penawaran yang menarik dari iklan yang mereka buat untuk memenuhi kebutuhan para pengguna dan pelanggan setianya. Dari sisi harga, bonus, kepuasan, dan keputusan membeli serta fitur-fitur menarik lainnya yang mereka tawarkan melalui iklan yang dibuat memberikan motivasi bagi para penggunanya..
Keefektivitasan sebuah iklan dalam suatu pemasaran sangatlah penting. Suatu iklan dapat dikatakan menarik dan layak untuk dibuat, sehingga berguna bagi para pengguna dan pelanggan setianya dari seluruh kalangan penggunanya, untuk itu diperlukan suatu inovasi baru dengan tetap memperhatikan pada kebutuhan dan keinginan dari para penggunanya, sehingga iklan yang dibuat dapat dinilai keefektivitasannya. Iklan yang ditayangkan media televise membentuk pernyataan sikap konsumen yang mempengaruhi minat beli konsumen.
Berdasarkan uraian diatas, Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul yang berkaitan dengan “Efektivitas Iklan Telkomsel Versi (Simpati Max dan Simpati 5000) Terhadap Pengguna Telkomsel”.
1.2 Rumusan dan Batasan Masalah
Adapun rumusan dan batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Bagaimanakah keefektivitasan dari Iklan Telkomsel Versi (Simpati Max dan Simpati 5000) Terhadap Pengguna Telkomsel ?
b. Seberapa besar iklan tersebut berpengaruh terhadap para pelanggan setianya untuk tetap menjadi pengguna tetap dari Telkomsel ?
Penulis membatasi masalah pada cangkupan wilayah penelitian. Di mana objek yang diteliti disini adalah para Mahasiswa Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Jenjang Strata Satu Angkatan 2007, kelas 3EA01-3EA07 Universitas Gunadarma Kelapa Dua, dengan menyebarkan kuesioner secara langsung kepada 50 orang reponden yang menggunakan Telkomsel.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui keefektivitasan dari Iklan Telkomsel Versi (Simpati Max dan Simpati 5000) Terhadap Pengguna Telkomsel.
b. Untuk mengetahui seberapa besar iklan tersebut berpengaruh terhadap para pelanggan dan pengguna setia dari Telkomsel.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Sebagai bahan literatur yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa ataupun mereka yang sedang melakukan penelitian. Disamping itu juga bermanfaat bagi penulis untuk mendapat pengetahuan, wawasan serta pengetahuan baru.
b. Manfaat Praktis
Sebagai bahan masukkan bagi peningkatan pada marketing perusahaan yang mengembangkan usahanya dalam bidang yang bersangkutan untuk lebih memahami keniginan para pelanggan dan penggunanya agar tetap menjadi pengguna dan pelanggan setia.
1.5 Metode Penelitian
Dalam penyusunaan penelitian ilmiah ini penulis menggunakan metode deskriptif dengan cara mengumpulkan data-data dan info subjektif, sedangkan teknik penulisan dan pengumpulan data menggunakan :
1.5.1 Objek Penelitian
Objek yang digunakan oleh penulis adalah mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Jenjang Strata Satu Angkatan 2007, kelas 3EA01-3EA07 Universitas Gunadarma Kelapa Dua yang menggunakan Telkomsel.
1.5.2 Data / Variebel
Penulis melakukan pengumpulan sumber data dengan menggunakan data primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian yang berupa kuesioner yang dibagikan kepada 50 orang responden pengguna Telkomsel, yaitu mahasiswa Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Jenjang Strata Satu Angkatan 2007, kelas 3EA01-3EA07 Universitas Gunadarma Kelapa Dua. Adapun variabel yang mendukung dalam penelitian ini yaitu Empati (Emphaty), Persuasi (Persuasion), dampak (Impact) dan Komunikasi.
1.5.3 Metode Pengumpulan Data
1. Data Primer
Yaitu data yang secara langsung dikumpulkan dan didapatkan untuk kebutuhan riset atau penelitian yang berjalan.
a. Wawancara
Yaitu data yang didapat dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung kepada responden dan dengan pihak tertentu yang berhubungan langsung dengan pengumpulan data dalam penelitian ini.
b. Kuesioner
Dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 50 orang resonden pengguna Telkomsel dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan Efektivitas Iklan Telkomsel Versi (Simpati Max dan Simpati 5000) Terhadap Pengguna Telkomsel.yang telah dibuat sebelumnya oleh penulis dan dibagikan secara acak kepada responden.
2. Data Sekunder
Yaitu data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain atau data yang sudah tersedia dari sumber yang sudah ada dan diperoleh dari situs-situs publik.
a. Studi Kepustakaan
Yaitu penulis menggunakan studi kepustakaan yang bertujuan menghubungkan kebenaran teori dengan kenyataan yang dialami pengguna Telkomsel terhadap Efektivitas Iklan dengan objek penelitian. Untuk menggali teori yang telah berkembang dalam bidang ilmu yang relevan dengan topik penelitian.
b. Dengan membuka dan mencari melalui situs-situs internet yang erat hubunganya dengan penulisan ini.
1.5.4 Hipotesis
Hipotesis statistik adalah pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi, terbukti atau tidaknya suatu hipotesis tidak akan pernah diketahui pasti, kecuali bila sudah memeriksa sampel yang dijadikan bahan pengujian.
Hipotesis yang ingin dibuktikan dalam penelitian ini adalah :
Ho : Efektivitas iklan terhadap pelanggan telkomsel rendah
Ha : Efektivitas iklan terhadap pelanggan telkomsel tinggi
1.5.5 Alat Analisis yang digunakan
a. Skala Likert
Skala Likert adalah jenis skala yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian skala ini yang berhubungan dengan sikap seseorang terhadap sesuatu. Tingkat kesesuaian adalah hasil perbandingan antara pelaksanaan atau kinerja dengan nilai kepentingan. Tingkat kesesuaian ilmiah yang akan menentukan urutan prioritas penghitungan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan.
Untuk memperoleh tingkat kesesuaian responden maka digunakan perumusan sebagai berikut.
Rumus :
Rabu, 07 April 2010
BAHASA INDONESIA 2
KELOMPOK :
1. ARIF ALFA BUDIMAN(10207160)
2. DERIS KHARISMA(10207278)
3. ILHAM SETIAWAN(10207553)
4. KRISTY SEPTIN BARASA (10207637)
5. OCTAVIANI PALANTUPEN (10207832)
6. RICKY IRAWAN(10207925)
1. ARIF ALFA BUDIMAN(10207160)
2. DERIS KHARISMA(10207278)
3. ILHAM SETIAWAN(10207553)
4. KRISTY SEPTIN BARASA (10207637)
5. OCTAVIANI PALANTUPEN (10207832)
6. RICKY IRAWAN(10207925)
KELAS : 3EA03
generalisasi
Definisi:
1. perihal membentuk gagasan atau simpulan umum dari suatu kejadian, hal, dsb
2. perihal membuat suatu gagasan lebih sederhana daripada yang sebenarnya (panjang lebar dsb)
3. perihal membentuk gagasan yang lebih kabur
4. penyamarataan
Analogi Suatu Logika
By Brian on Sunday, December 21, 2008
Filled Under: Logika
A.PENGERTIAN
Analogi adalah suatu bentuk penalaran dengan jalan mempersamakan dua hal yang berlainan. Kedua hal itu diperbandingkan untuk dicari persamaannya. Analogi dilakukan dengan mempersamakan kedua hal yang sebenarnya berlainan.
Analogi dan generalisasi dapat dikatakan mempunyai hubungan, dalam analogi kita membandingkan dua hal atau lebih yang memiliki kesamaan tertentu pada beberapa segi dan menyimpulkan keduanya memiliki kesamaan dalam segi yang lain. Sedangkan generalisasi memperhatikan hal yang sama dari hal-hal yang berbeda dan kesimpulannya bersifat universal, sedangkan pada analogi kesimpulannya berlaku partikular.
B. MACAM-MACAM ANALOGI
Dalam setiap tindakan penyimpulan analogik terdapat tiga unsur, yaitu:
1.Peristiwa pokok yang menjadi dasar analogi
2.Persamaan prinsipal yang menjadi pengikat
3.Fenomena yang hendak kita analogikan
Dari unsur-unsur tersebut akan muncul berbagai macam analogi, seperti:
1.Analogi Induktif
Analogi yang disusun berdasarkan persamaan prinsipal yang ada pada dua fenomena, kemudian menarik kesimpulan bahwa yang ada pada peristiwa pertama juga ada pada peristiwa kedua.
Contoh:
a.Sarno anak Pak Sastro adalah anak yang rajin dan jujur
b.Sarni anak Pak Sastro adalah anak yang rajin dan jujur
c.Sardi anak Pak Sastro adalah anak yang rajin dan jujur
d.Sarto adalah anak pak Sastro
Sarto anak Pak Sastro adalah anak yang rajin dan jujur
Berbeda dengan generalisasi induktif yang kesimpulannya berupa proposisi universal, konklusi analogi tidak selalu berupa proposisi universal, namun tergantung dari subyek yang diperbandingkan. Subyek analogi dapat individual, partikular maupun universal. Tetapi sebagai penalaran induksi, konklusi yang ada lebih luas daripada premis-premisnya. Tiga anak Pak Sastro yang rajin dan jujur tidak dapat menjamin bahwa anaknya yang keempat juga rajin dan jujur.
2.Analogi Deklaratif
Analogi yang menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang di kenal.
Contoh:
Ilmu pengetahuan dibangun oleh fakta-fakta sebagaimana sebuah rumah dibangun oleh batu-batu. Tapi tidak semua kumpulan fakta adalah ilmu, sebagaimana tidak semua kumpulan batu adalah rumah.
3.Analogi Noninduktif (analogi logis)
a.“Hanya orang bijaksana yang menyukai puisi”. Kalimat tersebut sama maknanya dengan “Semua orang bijaksana menyukai puisi”.
b.“Hanya perempuanlah yang mengandung dan melahirkan anak”, kalimat tersebut tidak sama dengan “Semua perempuan mengandung dan melahirkan anak”.
Kedua kalimat diatas mempunyai pola yang sama yaitu “Hanya….yang…”, namun analogi diatas bukan merupakan analogi induktif, karena kesimpulannya tidak bersifat empiris.
Artinya kesimpulan dari analogi noninduktif tidak dapat di diskonfirmasi atau disangkal oleh bukti-bukti empiris. Namun analogi tersebut juga bukan analogi deduktif, karena argumen deduktif dapat di nilai benar salahnya dengan mengacu pada bentuk logis tertentu atau definisi istilah yang di gunakan. Oleh karena itu, analogi ini dapat di sebut analogi logis non induktif tapi juga nondeduktif.
C. CARA MENILAI ANALOGI
Untuk mengukur sejauh mana sebuah analogi dapat di percaya, diketahui dengan alat sebagai berikut:
1.Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang di analogikan.
Semakin besar atau semakin banyak peristiwa sejenis yang di analogikan, semakin besar pula tarap ketrpercayaannya.
2.Sedikit banyaknya aspek yang menjadi dasar analogi.
3.Sifat dari analogi yang kita buat. Semakin rendah taksiran yang kita analogikan semakin kuat analogi itu.
4.Mempertimbangkan unsur yang berbeda pada peristiwa yang di analogikan. Semakin banyak pertimbangan atas unsur2 yang berbeda semakin kuat keterpercayaan analoginya.
5.Relevan atau tidaknya masalah yang di analogi. Bila tidak relevan analogi tidak akan kuat dan bisa gagal.
D. KESESATAN ANALOGI
Kesesatan dalam analogi bisa terjadi karena kita terlalu cepat menarik konklusi, sedangkan fakta yang di jadikan dasar tidak cukup mendukung konklusi tersebut atau terlalu sedikit. Kemudian terjadi karena Kecerobohan dan Prasangka.
Contoh:
1.Seorang pria bertemu seorang gadis Solo di pesta, kemudian di sebuah toko dia bertemu seorang gadis solo yang lain, sewaktu melihat pentas dia melihat seorang gadis solo menari. Ketiga gadis itu sama-sama luwes. Lalu dia beranggapan “Semua gadis Solo luwes”.
2.“Saya pernah di keraton Surakarta, saat Sri Susuhunan berulang tahun. Saya melihat lima belas gadis, semua berkebaya dan cantik. Memang semua gadis Surakarta itu berkebaya dan cantik ”.
3.Seorang pemuda luar pulau menikahi gadis Solo dan membawanya pulang kampung. Ibunya berkata, “Istrimu kalau bicara seperti penjual ayam di pasar?”, jawab pemuda tersebut “Ah, itu karena ibu kalau bicara keras-keras sehingga ia kira ibu kurang pendengaran”. Suatu saat ibunya berkata, “Istrimu jalannya kok seperti di kejar maling?”, “Ah, itu karena ibu selalu membuat dia terkejut dan ketakutan”.
Selain ketiga hal tersebut diatas, analogi juga bisa keliru karena membuat persamaan yang tidak tepat.
Contoh:
“Antara kita dan binatang mempunyai persamaan yang sangat dekat. Binatang bernafas, kita juga bernafas. Binatang makan, kita juga makan. Binatang tidur dan istirahat, kita juga tidur dan istirahat. Binatang kawin, kita juga kawin. Jadi dalam keseluruhan binatang sama dengan kita.”
Pernyataan di atas hendak menyimpulkan bahwa manusia sama dengan binatang dengan mempertimbangkan persamaan-persamaan yang ada pada keduanya, padahal yang di samakan itu bukan masalah yang pokok.
Tags: analogi, analogi deklaratif, analogi induktif, analogi non induktif, cara menilai analogi, kesalahan analogi, kesesatan analogi, macam analogi
HUBUNGAN-HUBUNGAN KAUSAL
oleh Jindrich Zeleny
Seperti telah diperlihatkan dalam bab sebelumnya, derivasi dialektikal Marxian menyaratkan bahwa hubungan sebab dan akibat mengambil suatu bentuk dan peranan baru di dalam konsepsi- konsepsi ontologikal dan logikal yang berkaitan pada perkembangan-sendiri objek. Mari kita perhatikan persoalan itu secara lebih terinci.
J. Cibulka,1) di antara lain, mempersoalkan penggunaan sebab dan akibat dalam analisis materialis-dialektikal Marxian.
Kita akan mencoba menerangkan persoalan yang sedang diteliti itu lewat rujukan kritikal pada penafsiran Ilenkov2) dan pada penafsiran-penafsiran lainnya dalam literatur modern Marxis yang secara perseptif mempersoalkan konsep kausalitas Marxian (Sos, Filkorn, Lange, Tondl, dsb.).3)
Ketika Cibulka memeriksa bab pembukaan buku ketiga CAPITAL mengenai hukum kecendcerungan turunnya tingkat laba rata-rata, ia sampai pada kesimpulan bahwa regularitas-regularitas kausal dalam CAPITAL Marx difahami sebagai akibat-akibat dari regularitas-regularitas dialektikal yang lebih dalam.4) Misalnya, menurut penafsiran Cibulka tentang Marx, produktivitas sosial dari kerja mempunyai dua jenjang.
Jenjang dasar dari produktivitas sosial dari kerja adalah proses kontradiktori, di mana nilai lebih relatif timbul (atau di mana unsur-unsur modal konstan menjadi lebih murah). Ini muncul sebagai perubahan (konversi) suatu modal tertentu menjadi nilai, sebagai suatu pengecilan (diminusi) saham (bagian) modal variabel dalam hubungan dengan modal konstan, sebagai menjadi murahnya unsur-unsur modal konstan, sebaghai suatu penurunan tingkat laba dan perpan jangan proses itu, suatu peningkatan dalam permintaan akan kerja, dsb.; setiap dari gejala-gejala itu adalah suatu bagian integral dari proses keseluruhan (total). Jenjang permukaan dari proses itu adalah suatu jaringan hubungan-hubungan kausal di antara faktor-faktor yang berdiri sendiri-sendiri..... Gerak kontradiktori dalam mengandung pada dirinya sendiri suatu massa faktor-faktor individual yang muncul sendiri-sendiri bertentangan dan terkait satu-sama lain dalam hubungan-hubungan kausal. Gerak fondamental ini, yang secara esensial kontradiktori mereproduksi diri sendiri di dalam jaringan hubungan-hubungan kausal sebagai banyak gerak kausal individual, yang masing-masingnya memiliki suatu arah tertentu dan menyilangi yang lainnya. Kontradiksi-dalam dari produktivitas kerja bertingkah pada jenjang abstrak ini sebagai suatu persilangan dua rangkaian kausal.
Jenjang abstrak ini bukan sekedar penampilan, melainkan ia lebih merupakan jenjang permukaan yang real dari kontradiksi- kontradiksi antagonistik, yang setiap anggotanya adalah pada dan karena dirinya sendiri mandiri.5)
Cibulka beranggapan bahwa kemandirian faktor-faktor individual di dalam kontradiksi-kontradiksi antagonistik adalah suatu masalah keharusan. Hubungan-hubungan kausal yhang mereproduksi gerak kontradiktori-dalam itu, menyatakan suatu jenjang penting dari proses keseluruhan. Bagi kepentingan analisis ekonomik cukuplah untuk puas dengan memahami hubungan-hubungan kausal itu.6)
Analisis Cibulka merupakan satu langkah maju, teristimewa dalam hal bahwa ia tidak berhenti dengan menetapkan subordinasi hubungan-hubungan kausal pada hubungan-hubungan dialektikal yang lebih dalam, melainkan mencoba menerangkan subordinasi ini secara lebih terinci. Satu hasil positif dari penelitian Cibulka adalah kritiknya atas konsepsi-konsepsi umum tertentu yang mengingatkan pikiran-pikiran Lenin mengenai kausalitas sebagai suatu aspek dari hubungan-hubungan pada umumnya, tetapi sesungguhnya menjadikan kausalitas itu suatu kemutlakan.7) Sekarang, marilah kita berkonsentrasi pada suatu kritik terhadap kesimpulan-kesimpulan Cibulka. Dengan menggunakan suatu analisis perbandingan yang logikal dari penjelasan-penjelasan Ricardo dan Marx mengenai kapitalisme, kita sampai pada suatu penafsiran yang agak berbeda.
Metode menggunakan hubungan kausal yang dikarakterisasi dalam karya Cibulka bukanlah satu-satunya yang dipakai oleh Marx.
1. Dalam penjelasan Marxian menenai kapitalismne kita dapatkan hubungan kausal digunakan dengan suatu cara yang dapat kita namakan Galilean atau Galilean-Newtonian. Ini pada hakekatnya pemahaman yang sama mengenai kausalitas yang memainkan suatu peranan khusus dan dominan dalam penjelasan Ricardo mengenai kapitalisme. Penggunaan bentuk-bentuk kausal dari jenis itu oleh Marx adalah sama dengan transendensi Marx atas pendirian kuantitatif Ricardo yang berat-sebelah.8)
Ricardo, misalnya, memeriksa sebab-sebab variasi-variasi nilai relatif barang-dagangan barang-dagangan; Marx mengajukan pertanyaan serupa, tetapi ia tidak berhenti hingga di situ; ia tidak terbatas di situ seperti halnya dengan Ricardo. Dalam analisis Marxian maka penjelasan Galilean mengenai kausalitas, sejauh itu ikut berperan, telah digabungkan sebagai suatu aspek subordinate (rendahan) ke dalam suatu hubungan pengertian (konteks) baru, yang sama sekali tidak dikenal ilmu pengetahuan Galilean--yaitu konsepsi monistik tentang realitas.
Secara sama Marx menyelidiki hubungan sebab-akibat dengan merujuk dari persediaan dan permintaan tidak menjelaskan apa-apa, sampai kita memastikan dasar yang menopang hubungan itu.9)
Tetapi, sebelum kita menyelidiki dasar dalam analisis Marxian yang menopang berlangsungnya hubungan-hubungan kausal persediaan dan permintaan itu, marilah kita menggambarkan beberapa hal lagi di mana analisis Marx beroperasi dengan hubungan sebab-akibat dalam pengertian yang senmpit dan hakekatnya adalah Galilean.
Ketergantungan kausal dari variasi-variasi kuantitatif dari satu jenis pada variasi-variasi kuantitatif satu jenis lainnya dibuktikan oleh Marx, misalnya, ketika ia berbicara tentang hubungan kuantitas uang sebagai satu alat peredaran (sirkulasi) dengan harga-harga barang-dagangan:...yang naik atau turun dalam jumlah mata-uang manakala nilai logam-logam mulia tetap konstan selalu merupakan konsekuensi (akibat), tidak pernah menjadi sebab, dari variasi-variasi harga....10)
Dalam hal-hal serupa Marx menganggap bahwa secarea ilmiah layaklah membuktikan ketiadaan suatu hubungan kausal. Demikianlah di dalam polemiknya terhadap Darimon Proudhonis, Marx menyinggung persoalan apakah ada sesuatu jenis hubungan kausal di antara kuantitas uang kertas dan uang logam, sebagaimana yang dikemukakan oleh Proudhon.
Marx menyatakan:
Karena peningkatan dalam portfolio dengan 101 juta tidak menutupi penurunan dalam kekayaan logam, 144 juta, maka kemungkinan terbuka bahwa tidak ada kaitan kausal apa pun antara kenaikan di satu pihak dan penurunan di pihak lainnya.11)
Untuk membuktikan apakah ada satu nexus (ikatan, kaitan, hubungan)di antara kuantitas-kuantitas, bagi Marx tersedia metode yang diindikasikan oleh ketentuan Herschel-Mill.
2. Di samping kausalitas dalam pengertian Galilean yang sempit, Marx menggunakan hubungan sebab-akibat untuk mengkarakterisasi aspek-aspek tertentu dari proses dialektikal, tidak hanya pada jenjang permukaan fenomenalnya, melainkan juga di jenjang-jenjang esensi yang berkembang.
Istilah-istilah sebab-akibat dipakai secara sangat bebas oleh Marx bagi berbagai bentuk akibat ekstra-mekanikal, bagi penamaan berbagai jenis momen-momen efektual, jenis-jenis mediasi yang sangat berbeda-beda.
Orang tidak dapat mengatakan bahwa Marx telah menggunakan hubungan sebab-akibat semata-mata untuk mengkarakterisasi permukaan fenomenal, karena ini, misalnya, dapat kita baca dalam analisisnya tentang kapitalisme:
Jika, karena itu, suatu derajat tertentu dari akumulasio modal tampil sebagai suatu kondisi dari cara produksi kapitalis tertentu itu, maka yang tersebut belakangan itu sebaliknya menimbulkan suatu akumulasi modal yang dipercepat. Dengan akumulasi modal, karenanya, cara produksi kapitalis tertentu itu berkembang, dan dengan cara produksi kapitalis itu berkembang pula akumulasi modal.12)
Jika, misalnya, Marx menyelidiki bidang-bidang tanah kecil yang dikuasai petani-petani bebas, Marx menulis:
Sebab-sebab yang mengakibatkan keruntuhannya membuktikan keterbatasan-keterbatasannya. Yaitu: Penghancuran industru domestik pedesaan, yang merupakan tambahan normalnya sebagai hasil perkembangan industri besar; suatu pemiskinan berangsur dan pengurasan habis tanah yang dikenakan pada kultivasi ini; perampasan oleh tuan-tanah tuan-tanah besar atas tanah-tanah umum yang merupakan tambahan kedua dari pengelolaan bidang-bidang tanah di mana-mana dan yang memungkinkannya mengusahakan peternakan; persaingan, baik itu dari sistem perkebunan atau pertanian besar kapitalis.13)
Lembaga-lembaga perkreditan modern menurut Marx tiada bedanya merupakan akibat dan sebab dari konsentrasi modal..... hanya merupakan satu momen dari konsentrasi modal itu14) (yaitu, satu aspek dari proses konsentrasi). Atau, suatu contoh lain: modal menurut Marx, serentak mempunyai kecenderungan menghancurkan pauperisme (kemiskinan) maupun menciptakannya. Efek kontradiktori ini adalah, bahwa mula-mula kecenderungan pertama dan kemudian kecenderungan kedua yang berdominasi15) sebuah polemik:
....bahwa segala sesuatu akhirnya dapat menghancurkan sebabnya sendiri adalah suatu absurditas logikal semata-mata bagi lintah darat (tukang riba) yang terpikat oleh suku bunga tinggi. Kebesaran bangsa Romawi adalah sebab dari penaklukan-penaklukan mereka, dan penaklukan-penaklukan mereka menghancurkan kebesaran mereka. Kekayaan adalah sebab dari kemewahan dan kemewahan mempunyai efek menghancurkan pada kekayaan.16)
Orang tidak dapat mengatakan bahwa Marx menggunakan hubungan kausal itu hanya pada jenjang permukaan; tidak ada pembenaran sedikitpun bagi anggapan sebaliknya, yang dinyatakan oleh Sos bahwa menurut Marx, orang tidak dapat menemukan sebab itu di atas permukaan, karena ia berkaitan dengan alam keharusan dan hakekat dan termasuk di dalamnya.17)
Kini, marilah kita meninjau analisis itu: (a) Konsepsi Galilean-Newtonian mengenai hubungan sebab-akibat adalah mekanikal dan kuantitatif.18) Kausalitas difahami dalam artian stasis mekanikal--orang mencari sebab dari gangguan atau penegakkan keseimbangan (equilibrium) sebagai satu kondisi normal atau--dalam dinamika mekanistik--orang mencari sebab-sebab variasi-variasi dalam gerak di mana azas tanggungan-beban (penopang-berat = load-bearing) disyaratkan/diperkirakan.
Sama halnya dengan Ricardo,19) yang memperkirakan satu perjalanan normal alamiah dari ekonomi kapitalis, berusaha menemukan:
1. sebab dari norma; ia menemukannya dalam hukum-hukum yang tidak dapat berubah, sama seperti hukum-hukum Newtonian (misalnya, hukum alam dari pembagian produk di antara tiga klas alamiah; dalam hubungan ini maka teori kerja dari nilai merupakan sebab dasar, yang dengannya barang-dangangan barang-dagangan dipertukarkan dalam suatu hubungan tertentu);
2. sebab-sebab yang menjelaskan, atas perkiraan azas kerja dari nilai, mengapa hubungan kuantitatif dalam pertukarang barang-dagangan dan karakteristik-karakteristik kuantitatif dari bentuk-bentuk kualitatif ekonomi kapitalis diubah;
3. sebab-sebab penyimpangan-penyimpangan umum dari norma yang, menurut Ricardo, lazimnya dapat dilihat.
Lagi pula, ia mengakui sebab-sebab kebetulan (contingent)20) yang memainkan suatu peranan penting dan yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah.
Perbedaan fondamental antara Marx dan Ricardo adalah, bahwa Marx mempertentangkan hubungan sebab dan akibat yang didasarkan pada esensi yang berkembang-sendiri dengan kausalitas yang didasarkan pada konsepsi suatu esensi tetap.
Marx bekerja dengan bentuk-bentuk akibat yang berbeda dari yang diakui oleh kausalitas Galilean. Segala sesuatu yang ada (yang bukan sekedar abstraksi intelektual), mempunyai sesuatu [jenis tertentu] akibat; berada = mempunyai suatu efek. Konsepsi Marx mengenai berbagai bentuk efek secara tidak terpisahkan terkait pada dua azas (merupakan satu aspek dari kedua azas itu): azas kesatuan dunia dan azas berkembang-sendiri, yaitu pandangan bahwa kondisi mutlak21) benda-benda dan gejala-gejala harus dicari di dalam proses perubahan, dalam gerak.22)
Jika realitas difahami sebagai berkembang-sendiri, maka setiap sesuatu mengandung sesuatu dalam dirinya sendiri, yang di muka sudah kita karakterisasi sebagai substansi; ia adalah --sejauh yang berkaitan dengan berkembang-sendiri itu--causa sui Dengan menterapkan azas kelembaman (inertia) secara mutlak ia sampai pada konsep-konsep baru tentang benda, efek, dan saling-efek. Apabila Marx berbicara tentang bentuk-bentuk efek yang sama sekali asing bagi kausalitas Galilean-Newtonian, maka karakteristik-karakteristik ini dapatlah difahami jika kita mendasarkannya pada keseluruhan konsepsi baru Marx mengenai determinasi gejala- gejala. Masalah kausalitas bagi Marx adalah, karena itu, suatu persoalan yang dirumuskan secara tidak tepat, yang seharusnya berbunyi: konsepsi baru mengenai determinisme (bentuk-bentuk hubungan-hubungan dan bentuk-bentuk keumuman dan keharusan) apakah yang telah dikembangkan oleh Marx?
Manakala Marx menggunakan bentuk-bentuk pikiran kausal untuk memahami aspek-aspek tertentu dari hubungan-hubungan yang sangat beerbeda-beda dan jenis-jenis efek-efek yang sangat berbeda-beda, lmaka konsep sebab dipakai secara sinkronikal atau sebagai suatu sinonim bagi konsep-konsep kondisi, persyaratan, dasar, dan sebagainya
(b) Sebagaimana menjadi jelas dari ilustrasi yang dikutib di atas, kita menjumpai sebab dan akibat secara serentak (atau: perkiraan dan hasil secara serentak), kondisi dan konsekuensi secara serentak, dsb.) dalam analisis Marx. Dengan penggunaan ini Marx memahami suatu hubungan antara aspek-aspek terentu dari proses perkembangan sebagai suatu keutuhan.
Maka itu ia membedakan: (i) transisi dari sebab menjadai akibat dan vice versa (perkiraan menjadi hukum, pembentukan menjadi yang terbentuk dan vice versa, penentuan menjadi yang tertentu dan vice versa) dalam tahap perkembangan genesis objek itu; dan (ii) transisi sebab menjadi akibat dan vice versa dalam perkembangan objek yang telah berkembang.
Dalam kasus pertama, gejala A hanya dalam rangkaian sementara menjadi perkiraan, sebab. kondisi dari gejala B; gejala B yang terealisasi kemudian mau-tak-mau menyebabkan realisasi gejala A yang dengan itu gejala A tampil sebagai akibat (hasil, produk) dari gejala B, yang adalah akibat original dari gejala A. Kini gejala A, yang originalnya menjadi sebab dari gejala B, berubah menjadi akibat, produk dari gejala B. Sebab berubah menjadi akibat, akibat menjadi sebab.
Demikianlah, misalnya dalam proses perkembangan modal, uang tampil sebagai perkiraan dari modal. Ia sendiri adalah buah dari suatu proses rumit sebelumnya, namun bersangkutan dengan pembentukan modal ia adalah jelas suatu perkiraan, kondisi. Segera setelah modal berkembang, ia menghasilkan dan mereproduksi uang dan berbagai fungsi-fungsi ekonomiknya sebagai suatu aspek dari geraknya sendiri.24)
Marx membedakan persyaratan-persyaratan, sebab-sebab, dan kondisi-kondisi (i), yang tampil setelah mereka berguna bagi perkembangan objek, dan tidak direproduksi oleh gerak dari objek yang telah berkembang (misalnya, akumulasi original)25), (ii) yang tetap merupakan satu aspek dari keberadaan dabn gerak dari objek yang telah berkembang (misalnya, sirkulasi uang, pasaran dunia, dsb.).26)
Suatu kasus lain dari transisi sebab menjadi akibat dan vice versa (dalam perkembangan objek yang telah berkembang) adalah bahwa gejala yang sedang diperiksa sekaligus adalah sebab dan akibat, dalam pengertian itu suatu momen dalam efek timbal balik, proses perkembangan objek yang merupakan kesatuan/gabungan dari banyak momen. Jelaslah bahwa efek timbal-balik ini pada hakekatnya berbeda dari efek timbal-balik yang diteliti dalam mekanika, misalnya dengan bantuan paralelogram kekuatan-kekuatan (Stevin).27) Persoalan kita adalah efek timbal-balik atas dasar esensi yang sedang berkembang. Marx menyatakan beberapa ide umum mengenai efek timbal-balik dan transisi dari sebab menjadi akibat dan vice versa dalam kaitan dengan perkembangan modal. Modal menciptakan kondisi-kondisi dan persyaratan-persyaratan keberadaannya dan pertumbuhannya sesuai dengan esensi tetap (immanent)nya.28) Persyaratan-persyaratan dan kondisi-kondisi keberadaan modal sebagai objek yang telah berkembang (yaitu, sejauh ia mulai bergerak atas dasarnya sendiri, sesuai dengan watak tetapnya), adalah suatu konsekuensi dari pelaksanaan dirinya sendiri.29) Jelaslah bahwa pemahaman transisi dari sebab menjadi akibat dan vice versa ini mempersyaratkan konsepsi pengetahuan dalam konsep-konsep Marxian dan dasar ontologikalnya sebagaimana dipaparkan di atas.30)
Dalam pandangan Engels, bahwa seseorang hanya mencapai hubungan kausal dengan menganggap efek bersama (mutual effect) sebagai primer, konsep efek bersama haruslah difahami sebagai materialis-dialektikal dalam isinya, yaitu, sesuai dengan pemahamam baru Marxian mengenai determinisme.
(c) Dalam filsafat Hegel, terutama dalam logikanya, yang sangat penting bagi Marx dalam mempersiapkan satu pengertian baru mengenai determinisme, kausalitas dalam arti Galilean-Newtoniannya dilucutu dari tempatnya yang layak dalam penjelasan ilmiah. Ia difahami sebagai satu dari banyak bentuk mediasi.
Hegel telah mencoba dalam Logic-nya untuk memberi suatu jawaban atas persoalan determinismee yang dinyatakan oleh Kant dan Jacobi.
Kedua pemikir itu--masing-masing dengan caranya sendiri dan dengan hasil yang berbeda--membuktikan bahwa determinisme ilmiah yang didasarkan pada pemutlakan kausalitas mekanikal adalah tidak dapat dipertahankan.
Kant menarik kesimpulan-kesimpulan agnostik mengenai watak subjektif dari bentuk-bentuk pikiran (sedangkan ia, sebagai secara tepat dikatakan oleh Hegel, meninggalkan bentuk-bentuk pikiran ini sebagai esensi-esensi yang tidak dapat berubah dan menerimanya dalam bentuk determinis, dengan mengambil kausalitas mekanikal mutlak sebagai suatu dasar.
Jacobi meninggalkan objek-objek yang final, yang dikondisikan di dalam kompetensi determinisme mekanikal, dan ia menetapkan kondisionalitas sebagai kondisionalitas dalam arti kausalitas mekanikal, dikondisikan dalam pengertian determinisme mekanikal.31) Objek-objek dari jenis apa pun tidak dapat, menurut Jacobi, menjadi objek-objek pengenalan rasional; mereka cuma rentan pada sesuatu jenis pengetahuan langsung irasional. Hegel mengangkat (dari Fichte, Schelling, dsb.) problematik ini dan mencoba menyusun suatu konsepsi baru mengenai determinisme ilmiah yang dapat menggantikan determinisme yang didasarkan pada pemutlakan kausalitas mekanikal. Inilah logika Hegelian. Sekalipun usaha ini di dalam kedua jilid Science of Logic adalah--karena penyimpangan-penyimpangan idealistik--suatu kegagalan total, namun Hegel telah mengungkapkan bahan-bahan yang cukup berharga yang dapat dirujuk secara kritikal oleh Marx, sebagaimana sudah kita lihat dalam analisis mengenai struktur logikal dari CAPITAL--ketika Marx menciptakan konsepsinya mengenai determinisme baru yang menggantikan determiisme yang didasarkan pada kausalitas mekanikal.
Ketika Lenin, di dalam Philosophical Notebooks mengatakan, bahwa Hegel menggolongkan sejarah sepenuhnya di bawah kausalitas dan memahami kausalitas seribu kali lebih dalam dan kaya daripada massa kaum terpelajar dewasa ini,32) ia tidak mendukung pandangan bahwa hubungan kausal tradisional mempunyai suatu peranan dominan dalam pikiran Hegel. Lebih tepat dikatakan bahwa itu suatu masalah penekanan akan konsepsi determinis Hegelian, yang deterministik secara baru. Di sini istilah kausalitas adalah sebuah sinonim bagi determinisme. Penafsiran ini didukung oleh pernyataan Lenin:
Jika seseorang membaca Hegel mengenai kausalitas, pada pengelihatan pertama akan tampak ganjil, mengapa ia secara begitu singkat mempermasalahkan tema Kantian yang amat disukai itu. Mengapa? Yah, hanya karena kausalitas baginya cuma salah satu dari determinasi-determinasi koneksi universal, yang difahaminya dengan lebih dalam dan lengkap pada suatu tahap lebih dini dalam seluruh penyajiannya, selalu dalam koneksi yang menekankan dapat saling berubah-ubahnya transisi-transisi, dsb.33)
Hegel menggolongkan semua bentuk koneksi di bawah konsep mediasi; salah satu dari bentuk-bentuk ini, namun bukan bentuk yang diistimewakan, adalah hubungan kausal; ia memberikan isi pada konsep umum mediasi dalam pemahaman idealisnya mengenai realitas, suatu isi yang ditarik dari mediasi intelektual dan koneksi-koneksi logikal.34)
Dengan Marx konsep mediasi tidak memiliki arti penting umum ini.
Pada umumnya ia mengandung segala macam efek dan koneksi-koneksi, termasuk kondisionalitas, koneksi, efek, sehingga dalam isi baru yang kaya dari konsep itu tertinggallah suatu kontinuitas terminologikal tertentu antara Marx dan ilmu pengetahuan Galilean-Newtonian. Di sini kita tidak mempersoalkan sekedar kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan terminologikal yang kebetulan: di dalam konsep ini muncul perbedaan esensial antara Hegel dan Marx mengenai ilmu pengetahuan alam dari abad-abad ketujuhbelas dan delapanbelas yang dipengaruhi oleh matematika.35)
(d) Tinggal satu pertanyaan penting: peranan apakah yang dimainkan kausalitas Galilean (mekanikal) dalam pemahaman Marxian mengenai bentuk-bentuk efek yang berbeda-beda? Marx sepenuhnya mengeluarkan objek penelitiannya, cara produksi kapitalis, dari kompetensi ilmu pengetahuan Galilean-Newtonian, yaitu, tipe pikiran ilmiah yang cocok bagi sistem-sistem yang berkarakter mekanikal.36) Cara produksi kapitalis, menurut Marx, bukan suatu hablur solid ataupun suatu sistem yang bergerak-sendiri seperti sebuah lonceng; ia adalah suatu organisme yang telah mengalami suatu proses perkembangan terus-menerus, setiap dari aspek-aspeknya hanya terdapat dalam gerak, serentak sebagai suatu persyaratan dan hasil dari gerak objek itu.37) Ia adalah suatu keutuhan yang bersambung secara dialektikal.38)
Karenanya, menurut analisis Marx, analisis membawa pada pengetahuan mengenai keutuhan yang bersambung secara dialektikal dan berubah-ubah itu, yang unsur-unsurnya dapat dianalisa sebagai sistem-sistem mekanikal, misalnya sistem-sistem yang analog (sistem-sistem isomorfik [penghabluran dalam bentuk-bentuk yang sama atau geometrik yang erat berkaitan] hingga mekanikal). Itu adalah suatu unsur yang rendahan namun absah.Dalam analisis Marxian mengenai kapitalisme, analisis sistem-sistem mekanikal digunakan (dengan bentuk-bentuk pikiran yang pada hakekatnya sama dengan ilmu pengetahuan abad ke tujuhbelas)39) dalam tahap-tahap tertentu sebagai unsur-unsur dari seluruh analisis struktural- genetyil materialis-dialektikal, yang menggunakan bentuk logikal dan metodologikal baru pengetahuan dalam konsep-konsep.
Mereka dipakai manakala hubungan dan ketergantungan kuantitas-kuantitas tertentu yang khas pada ekonomi kapitalis dapat diperiksa di bawah persyaratan bahwa (i) kuantitas-kuantitas ini adalah sesuatu yang secara kualitatif lengkap (suatu abstraksi dari sifat dialektikalnya) dan bahwa (ii) ketergantungan mereka difahami sebagai ketergantungan faktor-faktor mandiri yang eksternal satu sama lainnya (yang secara tidak terpisahkan terkait dengan (i). Persyaratan-persyaratan ini, jelas sekali, mempunyai dasarnya pada realitas objektif (dalam stabilitas relatif dari bentuk-bentuk ekonomi kapitalis), namun dalam bentuk murninya mereka pertama-tama adalah suatu produk abstraksi. Pembenaran abstraksi ini adalah, bahwa stabilitas kualitatif yang ada dapat dicari di dalam batas-batas tertentu dan dapat difahami tanpa membenarkan pandangan bahwa ia sebenarnya satu momen dari proses perkembangan dialektikal. Agaknya itu bukan hanya satu kemungkinan saja, melainkan juga suatu keharusan bagi analisis. Penggunaan suatu prosedur di mana sistem-sistem mekanikal dibentuk dari aspek-aspek tertentu dari suatu keutuhan kesinambungan dialektikal, sistem-sistem yang mula-mula diteliti dalam bentuk disederhanakan itu dan yang sama dengan ilmu pengetahuan mekanikal dari abad ke tujuhbelas, secara jelas dianggap oleh Marx sebagai suatu momen pengintegrasian dari keseluruhan kesinambungan dialektikal itu.
Jelas sekali bahwa seperti dalam kasus-kasus lain, analisis atas struktur logikal dan metodologikal CAPITAL membawa kita--di satu pihak--untuk mencari suatu pemecahan pasti atas masalah-masalah logikal dan metodologikal dalam masalah-masalah ontologikal yang dimediasikan oleh watak-salinan bentuk-bentuk logikal dan metodologikal: --di lain pihak, kita datang lagi pada otonomi relatif dari teori yang mencoba memahami suatu keutuhan kesinambungan dialektikal yang dipertentangkan pada suatu realitas yang diketahui secara objektif.
KAUSALITAS DAN KONTRADIKSI
Keterkaitan erat antara kedua masalah ini timbul dari kenyataan bahwa dasar dari konsepsi Marxian mengenai semua hubungan dan dengan begitu dari hubungan-hubungan kausal adalah penafsiran atas realitas sebagai bergerak-sendiri, yang azasnya yang paling dalam adalah kesatuan dan perjuangan dari pertentangan- pertentangan. J. Cibulka40) telah memberikan perhatian besar pada aspek CAPITAL Marx ini.
Untuk melengkapi analisisnya kita memasukkan pertimbangan- pertimbangan tertentu yang bersangkutan dengan analisis perbandingan logikal dari Ricardo dan konsepsi-konsepsi Marx mengenai kategori-kategori antitesis dan kontradiksi, sebagai persiapan bagi pertanyaan umum: peranan apakah yang dimainkan oleh konsepsi Marx mengenai kontradiksi di dalam penggantian suatu determinisme yang tergantung pada kausalitas mekanikal, dan dalam penciptaan determinisme materialis-dialektikal?
Kita menyadari bahwa observasi-observasi yang ditarik dari analisis mengenai struktur logikal yang terkandung dalam CAPITAL hanya merupakan bahan mentah bagi pemecahan pertanyaan umum yang diajukan di atas.41)
(a) Salah satu sebab esensial, jika bukannya sebab yang paling esensial--dengan mengenyampingkan kondisi-kondisi historikal dan sosial serta dengan berkonsentrasi pada teori--mengapa Ricardo dan kaum ekonom pra-Marxis pada umumnya tidak mencapai suatu pemahaman lebih dalam mengenai esensi kapitalisme, adalah konsepsi mereka yang miskin dan dangkal mengenai hubungan dari pertentangan-pertentangan (relation of opposites). Juga menjadi kegagalan mereka untuk memahami bahwa objektivitas, keberadaan determinasi-determinasi yang antitetikal dalam hubungan-hubungan yang sangat berbeda-beda, termasuk identitas antitesis-antitesis, adalah termasuk pada esensi objek, sehingga tanpa penyajian teoretikal dari suatu objektivitas tertentu, objek itu tidak dapat difahami dalam esensinya, pengetahuan objek itu tetap sepotong-sepotong, kabur (seperti halnya dengan pengetahuan tentang kapitalisme yang dicapai oleh ekonomi politik burjuis).
Manakala Ricardo menjumpai suatu antitesis di dalam penelitiannya mengenai kapitalisme--sebagaimana pasti terjadi--dan merumuskannya, perumusan Ricardo tidak lengkap: Ricardo tidak melihat apa yang dihadapinya, ia tidak mengerti bagaimana harus berbuat dengan sebuah antitesis; antitesis-antitesis dalam perumusan ilogikal dan yang tidak disadari itu tidak memiliki fleksibilitas alamiah dan tidak mengungkapkan esensi tersembunyi yang berubah- ubah dari objek itu, sebagaimana kemudian diungkapkan di dalam teori-teori Marx, sang dialektikus.
Bagaimanakah Ricardo memahami, misalnya, antitesis nilai-tukar dan nilai-pakai? Ricardo jelas membedakan nilai-tukar dari nilai-pakai. Ia mengritik Say,42) misalnya, karena Say tidak membedakan nilai tukar dan nilai-pakai dengan secukupnya, dan beroperasi dengan suatu konsep membingungkan mengenai suatu nilai yang dianggapnya tergabung.
Dalam Bab.20 dari bukunya Principles, Ricardo menunjukkan bahwa nilai-tukar dan nilai-pakai begitu tajam berbeda satu sama lainnya, sehingga kebesaran-kebesaran mereka dapat bergerak serentak dalam arah bertentangan. Ia juga menekankan, bahwa nilai-tukar terkait pada nilai-pakai, dan melihat kesatuan mereka pada kenyataan bahwa nilai-pakai43) merupakan prasyarat bagi keberadaan nilai-tukar sesuatu barang- dagangan.
Dalam hal itu Ricardo melihat antitesis-antitesis dan kesatuan dari pertentangan-pertentangan, tetapi hanya sampai satu titik tertentu, dan hanya secara dangkal. (Sebagai kebalikannya, Ricardo hanya melihat kerja sederhana dalam hubungan dengan asal-usul nilai-tukar. Ia sama sekali tidak melihat kenyataan bahwa kerja yang menghasilkan barang-dagangan barang-dagangan dan menciptakan nilai adalah kerja yang mempunyai sifat-sifat konkret dan abstrak antitetikal.)44)
Analisis Ricardo berhenti dengan pertentangan nilai-tukar dan nilai-pakai dan kesatuan dari pertentangan-pertentangan itu (yang tidak palsu, melainkan hanya elementer, permulaan (initial). Di situlah Marx memulai penelitian atas rahasia bentuk barang-dagangan dan uang, ketika ia membuktikan dalam seksi-seksi pertama CAPITAL bahwa di dalam barang-dagangan, nilai-pakai dan nilai-tukar berada berdampingan satu sama lain (sebagai dua faktor barang-dagangan itu -- tanpa berkata apa-apa mengenai watak antitetikal mereka) dan bahwa nilai-pakai adalah kondisi bagi nilai-tukar, dan bukannya vice versa.45) Yang diungkapkan Marx setelah penelitian lebih lanjut sebagai suatu polaritas, sebagai suatu hubungan dalam dari pertentangan-pertentangan, sebagai suatu transisi pertentangan-pertengan yang satu menjadi yang lainnya, sebagai identitifikasi pertentangan-pertentangan, dsb., adalah yang diperkenalkannya pada awal-mulanya ksebagai perbedaan-perbedaan, sebagai sifat-sifat yang berbeda-beda. Ketika, misalnya, Marx mulai menganalisa dan membuktikan bahwa kerja memiliki suatu sifat rangkap-dua, ia menjelaskan bahwa sejauh itu mendapatkan ungkapannya dalam nilai, ia tidak memiliki karakteristik-karakteristik yang sama yang menjadi miliknya sebagai suatu pencipta nilai-pakai nilai-pakai.46)
Di sini --sebagaimana kemudian dijelaskan oleh Marx-- pertentangan yang menghasilkan kontradiksi itu dipaparkan secara sangat bebas, terbuka dan berani. Marx mempersiapkan materialnya bagi penyelidikan selanjutnya untuk mengungkapkan hubungan-hubungan lebih dalam dari objek-objek itu, polaritas mereka dan watak kontradiktori mereka.47)
Marx memuji Ricardo, dengan mengatakan bahwa Ricardo menemukan, mengungkapkan pertentangan ekonomik klas-klas - sebagaimana hubungan dalam itu mengungkapkannya.....48)
Tetapi pada titik ini Marx telah maju melampaui Ricardo dalam pemahaman pertentangan-pertentangan itu, karena dari perang klas-klas di bawah permukaan masyarakat kapitalis ia menyimpulkan bahwa perjuangan ini secara tidak terelakkan menghasilkan kediktatoran proletariat.49)
Marx menganggapnya sebagai jasa besar bahwa Ricardo menyadari perbedaan antara harga produksi dan nilai dan bahwa ia --secara tidak jelas dan hanya sebagai suatu tpenerapan hukum nilai-- merumuskan kontradiksi antara determinasi nilai suatu barang-dagangan dengan kerja dan keberadaan tingkat rata-rata laba.50)
Di antara teoretikus-teoretikus ekonomi politikan klasik burjuis Sismondi, menurut pendapat Marx, telah mau paling jauh dengan antitesis-antitesis dan kontradiksi-kontradiksi bentuk-bentuk ekonomik kapitalios. Ia nyaris sampai pada kesimpulan bahwa cara produksi kapitalis adalah kontradiktori: kemungkinan pertumbuhan produktivitas yang tidak terbatas dan kekayaan dan bersamaan dengan itu keperluan untuk membatasi massa pada kebutuhan- kebutuhan kehidupan. Ia menganggap krisis-krisis adalah suatu pengungkapan dari kontradiksi-kontradiksi intern dari kapitalisme.51)
Dari sudut pandangan kita adalah penting untuk menetapkan posisi apakah yang diambil oleh para pasca-Ricardian dan oleh para ekonom politikal masa-kini mengenai konsepsi-konsepsi Ricardo dan Sismondi tentang sifat antitetikal bentuk-bentuk ekonomik, bagaimana Marx secara kritikal merujuk padanya, dan bentuk-bentuk pikiran baru apakah muncul dalam konsepsi materialis-dialektikal Marx tentang sifat antitetikal dan kontradiktori bentuk-bentuk itu.
James Mill bersusah-payah memberikan suatu bentuk sistematik pada teori Ricardo dan menyusunnya, sehingga teori itu dapat berguna lebih baik dalam memberikan suatu dasar dan dukungan pada bentuk produksi kapitalis sebagai suatu bentuk wajar dan kekal. Ia mengerti--walaupun secara ilogikal dan tidak jelas-- akan sifat antitetikal dari konsepsi-konsepsi Ricardo. Ia mencoba menutup-nutupi antitesis-antitesis dan kontradiksi-kontradiksi
itu, menyajikannya sebagai tampaknya saja (begitu), sehingga ia tidak sampai pada hakekat ekonomi kapitalis.52)
Ketika ia menetapkan jenis hubungan ekonomik apapun sebagai suatu kesatuan dari determinasi-determinasi antitetikal, James Mill menekankan kesatuan mereka, sehingga ia sesungguhnya mengingkari watak antitetikal mereka. Ia menjadikan kesatuan pertentangan-pertentangan itu identitas langsung dari pertentangan-pertentangan itu.53) Garis ini kemudian diikuti dalam ungkapan- ungkapan dangkal para apologis vulgar (MacCulloch, Bastiat, dsb.).54)
Pengingkaran atas watak antitetikal dan kontradiktori bentuk-bentuk ekonomik kapitalis itu merupakan suatu bagian pokok teori-teori mereka.
Marx mengritik para ekonom vulgar yang hanya melihat perbedaan-perbedaan eksternal antara bentuk-bentuk ekonomik, sedangkan Smith dan Ricardo sudah menyusun suatu pengertian pasti, sekalipun tidak lengkap mengenai watak antitetikal itu.55)
Patut diperhatikan bahwa kaum apologis reaksioner tidak saja sekedar mengabdi untuk meremehkan dan menghapus antitesis-antitesis, melainkan juga untuk mengungkapkan dan menekankan watak antitetikal dari bentuk-bentuk ekonomi kapitalis yang difahami secara tidak-dialektikal.
Malthus, misalnya, dengan maksud-maksud reaksioner menyambar doktrin Sismondi mengenai watak kontradiktori dari banyak bentuk kapitalis. Ia memutarbalikkan doktrin itu melawan Ricardo, tetapi tidak untuk membawa ekonomi politikal melampaui konsepsi tentang watak kontradiktori dari kapitalisme itu pada suatu bentuk lebih tinggi, melainkan untuk menentang teori Ricardo sejauh itu merupakan ungkapan teoretikal dari kekuatan-kekuatan di dalam ekonomi kapitalis yang membela masyarakat pra-kapitalis.56)
Dibandingkan dengan Ricardo dan Sismondi, yang telah memaparkan dalam ekonomi politikal klasik burjuis pra-Marxis watak antitet-kal dan kontradiktori dari bentuk-bentuk ekonomik kapitalis, Marx melangkah lebih jauh dengan berlanjut pada antitesis-antitesis dan kontradiksi-kontradiksi yang difahami sebagai kekal adanya. Bahkan Sismondi, yang dibungkam sepenuhnya oleh Ricardo, menurut Marx kekurangan kontradiksi yang difahami sebagai kekal adanya itu. Ini adalah suatu kontradiksi yang difahami sedemikian rupa bahwa, dalam kondisi-kondisi tertentu, ia menandakan identitas dari pertentangan-perten-tangan,57) yang terkait (sesuai) dengan penafsiran realitas sebagai berkembang-sendiri. Watak antitetikal dan kontradiktori yang difahami sebagai tetap ada (immanently) yang tidak dikenal Ricardo dan ilmu pengetahuan Lockean telah diantisipasi oleh filsafat klasik Jerman, terutama oleh Hegel, yang mengritik pemahaman lama yang dangkal mengenai watak antitetikal dan pengucilan kontradiksi dari ilmu pengetahuan, sebagaimana yang dirumuskan--misalnya--dalam metafisika Jerman pra-Kantian.58)
Marx menganggap konsepsi immanen mengenai kontradiksi pokok sekali bagi analisis ilmiah materialis-dialektikal (dan bagi lompatan dari pembuktian, dan penilaian kritikal mengenai kontradiksi-kontradiksi bagi suatu pemahaman mengenainya). Pernyataan Marx menunjukkan bahwa kontradiksi (yaitu, kontradiksi yang difahami sebagai tetap ada, sekalipun difahaminya secara idealistik) Hegelian, adalah sumber dari dialektikanya.59)
Pada Marx kita dapatkan suatu gerak dari pembedaan eksternal lewat pertentangan yang kurang-lebih eksternal kepada kontradiksi yang difahami sebagai kekal adanya. Ia berbuat seperti itu, misalnya, dengan analisis mengenai barang-dagangan dan aspek- aspek-aspek objektifnya, nilai.60)
Atau, misalnya, sehubungan dengan penyelidikannya mengenai keterkaitan unsur-unsur individual dari proses pembentukan-nilai, Marx mengatakan:
Sejauh ini di dalam proses pelaksanaan, kita hanya dapatkan ketidak-acuhhan momen-momen individual satu terhadap yang lainnya; bahwa mereka saling menentukan satu sama lain secara internal dan saling mencari satu sama lain secara eksternal; namun mereka saling menemukan satu sama lain atau tidak, saling mengimbangi satu sama lain, bersesuaian satu sama lain. Keharusan pokok dari momen-momen yang termasuk segolongan, dan keberadaan mereka yang bebas dan tanpa saling mengacuhkan satu sama lain, sudahlah merupakan suatu dasar kontrakdiksi-kontradiksi. Namun, kita belum selesai. Kontradiksi antara produksi dan realisasi --yang darinya, modal -menurut konsepnya- adalah kesatuannya--haruslah difahami secara lebih hakiki daripada sekedar penampilan momen-momen individual dari proses itu, atau lebih tepatnya dari totalitas proses-proses itu, yang tidak acuh satu sama lain dan seakan-akan bebas satu sama lain secara timbal-balik.61)
Dalam analisis Marx kita dapatkan prosedur yang berlawanan--dari kontradiksi-kontradiksi tetap hingga antitesis-antitesis eksternal sebagai bentuk fenomenal dari kontradiksi-kontradiksi dalam yang tetap.
Misalnya, Marx menulis:
Pertentangan atau kontras yang terdapat secara internal dalam tiap barang-dagangan antara nilai-pakai dan nilai, adalah, kar-nanya, dibikin jelas secara eksternal oleh dua barang-dagangan yang ditempatkan dalam hubungan satu sama lain yang sedemikian rupa, hingga barang-dagangan yang nilainya dicari ungkapannya, tampil langsung sebagai suatu nilai-pakai semata, sedangkan barang-dagangan yang menyatakakan nilai itu, tampil langsung sebagai nilai tukar semata. Dari situlah bentuk elementer dari kontras yang dikandung barang-dagangan, antara nilai-pakai dan nilai, menjadi jelas.62)
Bentuk fenomenal yang berkembang paling tinggi dari antitesis intern itu adalah antitesis barang-dagangan--uang.
(b) Apakah hubungan analisis kontradiksi ini (apakah ia berlangsung dari perbedaan-perbedaan dan antitesis-antitesis eksternal menjadi perbedaan-perbedaan dan antitesis-antitesis intern yang berlawanan)63) dengan penjelasan kausal, misalnya, dalam teori moneter Marxian? Dalam Bab mengenai derivasi dialektikal, di mana kita mencoba menjelaskan hubungan derivasi dialektikal- logikal dan historikal tentang uang, telah dikatakan bahwa dalam penyelidikan mengenai asal-usul uang, Marx tidak mengajukan pertanyaan sederhana: apakah sebab perkembangan uang? Marx menyelidiki hubungan-hubungan yang harus dan umum, berbagai bentuk akibnat dan transisi yang harus, yang karakteristik bagi perkembangan uang, yang menjawab pertanyaan bagaimana esensi uang harus difahami sebagai suatu gejala (transitori = yang berubah-ubah) historikal. Karenanya, itulah pertanyaan yang menggantikan--dalam determinisme Marxian--pertanyaan sederhana mengenai sebab asal-usul uang; esensi sebagai berkembang sendiri harus dipersyaratkan.
Sekalkipun banyak kaum ekonom melihat asal-usul uang pada kesulitan-kesulitan yang merupakan pembawaan barter, Marx merumuskan perkembangan uang lewat kontradiksi tetap dari bentuk barang-dagangan.64)
Kita dapati dalam analisis Marx suatu struktur perkembangan-sendiri yang kompleks, yang dasarnya adalah kontradiksi tetap dari barang-dagangan.
Dalam berbagai tahap kematangan produksi barang-dagangan dan kemudian dalam produksi barang-dagangan kapitalis, ia mengambil bentuk-bentuk yang berbeda-beda. Kontradiksi-kontrtadiksi tetap itu menemukan pernyataan mereka dalam gejala-gejal (relatif) eksternal dari hubungan-hubungan sosial yang antagonistik; di situ kita berurusan dengan lebih dari dua jenjang. Hubungan di antara jenjang-jenjang individual, efek-efek dan tahap-tahap individual dari perkembangan lazimnya diungkapkan oleh Marx dalam konsep-konsep penciptaan, keharusan trandisi, keharusan bentuk penampilan, dsb.--semua kategori dari determinisme barunya--dan kadang-kadang diungkapkan dalam pengertian- pengertian kausal. Sebab dalam hal ini difahami sebagai suatu aspek efektif dari suatu keutuhan organik yang berkembang- sendiri. Hubungan kausal difahami di sini dalam satu pengertian lengkap yang tidak-spesifik yang menjelaskan suatu perubahan khusus dari suatu realitas khusus, suatu kondisi atau hubungan yang menjawab pertanyaan mengapa. Dalam hal-hal seperti itu orang tidak dapat menerapkan hubungan kausal pada kontradiksi tetap itu; orang tidak dapat, misalnya, secara rasional menanyakan sebabnya apabila kontradiksi intern dari barang-dagangan memiliki watak yang diungkapkan oleh teori Marx, dan bukan watak lainnya.
Dapat dijelaskan secara rasional mengapa kontradiksi-kontradiksi barang-dagangan itu memiliki suatu watak tertentu, sedangkan perkembangan historikal dari barang-dagangan itu telah diungkapkan (dan karenanya juga perluasan dari proses pertukaran);65) ini menyerupai cara Marx menjelaskan perkembangan uang, bahwa di antara suatu produk (selama itu bukan suatu barang-dagangan) dan suatu produk dalam bentuk barang-dagangan tidak terdapat hubungan perkembangan langsung sebagaimana yang terdapat di antara bentuk barang-dagangan sederhana dan uang.
Ketika Marx menunjukkan bahwa perkembangan kontradiksi-kontradiksi dari suatu bentuk-produksi historikal [adalah]....... satu-satunya cara historikal dari pembubaran dan pembentukan (penataan) baru;66) ia maksudkan bahwa sebab utama (sekalipun konsep itu, jika diterapkan pada suatu proses dialektikal, tidak mampu memahami hubungan-hubungan dari suatu struktur yang berkembang-sendiri) dari transisi pada suatu tatanan sosial baru adalah kontradiksi-kontradiksi di dalam pembentukan itu, yang selamanya ada sebagai suatu perkembangan kontradiksi-kontradiksi dan sebagai suatu struktur kontradiktori dari jenjang-jenjang yang lebih banyak lagi.
Perkembangan kontradiksi-kontradiksi tetap (immanent), yang secara tertentu adalah causa sui, dapat muncul sebagai sebab dari keberadaan dan perkembangan antitesis-antitesis eksternal.67) Perkembangan dari antitesis-antitesis eksternal ini, perkembangan aspek-aspek dari perkembangan kontradiksi-kontradiksi intern ini, bentuk perkembangannya, mempunyai efek itu dan dapat muncul dalam tahap-tahap dan aspek-aspek individual sebagai sebab dari perkembangan kontradiksi-kontradiksi intern. Karenanya Marx menulis, misalnya, mengenai efek perluasan umum Undang-undang Pabrik:
Dengan mematangkan kondisi-kondisi material, dan kombinasi dalam skala sosial dari proses-proses produksi, ia mematangkan kontradiksi-kontradiksi dan antagonisme-antagonisme bentuk produksi kapitalis, dan dengan itu membekali--bersama dengan unsur-unsur bagi pembentukan suatu masyarakat baru--kekuatan-kekuatan untuk meledakkan masyarakat lama.68)
Jelaslah bahwa kita berurusan dengan suatu efek dalam suatu proses organik dari perkembangan; Marx berbicara dalam hal-hal seperti itu tentang umpan balik.Kadang-kadang kelihatannya seakan-akan Marx menganggap watak kontradiktori sebagai sesuatu yang dihasilkan juga oleh suatu dasar lain dari perkembangan. Misalnya, ia mengatakan dalam CAPITAL bahwa ia tidak berurusan dengan suatu titik lebih tinggi atau lebih rendah dari perkembangan antagonisme-antagonisme soaial yang berasal dari hukum-hukum wajar dari produksi kapitalis, melainkan ia mempersoalkan hukum-hukum itu sendiri, yang dengan kecenderungan-kecenderungan yang bekerja dengan keharusan besi menuju hasil-hasil yang tidak terelakkan.69) Tujuan Marx adalah menelanjangi hukum gerak ekonomik dari masyarakat modern.70) Atau dengan kata-kata lain: induk antagonisme adalah industri besar-besaran, dsb.71) Sebenarnya, kontradiksi selalu diartikan sebagai dasar perkembangan. Menelanjangi hukum perkembangan ekonomik berarti mengungkapkan keharusan bentuk- bentuk perkembangan yang umum dari kontradiksi-kontradiksi ter-tentu dari kapitalisme; perkembangan ini adalah, sebagaimana baru kita lihat, satu-satunya jalan transisi dari kapitalisme ke suatu tatanan baru. Demikian pula jika Marx berbicara tentang antagonisme-antagonisme yang timbul dari hukum itu, itu cuma suatu cara lain untuk mengatakan bahwa kita menghadapi antagonisme- antagonisme yang adalah suatu ungkapan72) dari kontradiksi tetap dari kapitalisme yang sedang berkembang. Hukum dalam hal ini adalah hukum nilai, suatu konsepsi mengenai perkembangan teratur dari kontradiksi-kontradiksi tetap dari barang-dagangan dan bentuk-bentuk ekonomik kapitalis.73)
(c) Dalam analisis mengenai bentuk-bentuk tertentu dari antitesis-antitesis dan kontradiksi-kontradiksi dalam barang-dagangan dan bentuk-bentuk ekonomik kapitalis Marx merumuskan gagasan-gagasan tertentu mengenai bentuk umum antitesis-antitesis itu, yang, walaupun mereka tidak memecahkan persoalan-persoalan umum ini, mempunyai arti yang penting sekali bagi penyelidikan- penyelidikan selanjutnya.74)
Marx, sebagaimana telah kita ketahui, yakin bahwa konsepsi Hegel mengenai kontradiksi walaupun dengan pemutar-balikan idealistiknya, adalah sumber dari dialektikanya.75) Hegel menemukan bentuk umum dari dialektika itu (yaitu, bentuk umum dari antitesis dan kontradiksi), 76) sekalipun itu diputar-balikkan oleh idealisme.
Pada umumnya Marx mengkarakterisasi konsepsi materialis-dialektikal mengenai antitesis dan kontradiksi sebagai sudah mencakup dalam pemahaman dan pengakuan positifnya atas keadaan yang berlaku, sekaligus, juga, pengakuan mengenai negasi (peniadaan) keadaan itu, mengenai pembubarannya yang tidak terelakkan; karena ia memandang setiap bentuk sosial yang berkembang secara historikal sebagai berada dalam suatu gerak yang berubah-ubah (fluid), dan karena memperhitungkan sifat berubah-ubahnya (tidak tetap) itu tidak kurang daripada keberadaan sementaranya; karena ia tidak membiarkan apapun memaksa dirinya, dan dalam hakekatnya bersifat kritikal dan revolsuioner.77)
Itu juga pengertian pandangan umum Lenin bahwa kesatuan dari pertentangan-pertengangan adalah relatif, perjuangan dari pertenangan-pertentangan adalah mutlak. Dengan demikian suatu tanda hakiki dari semua proses yang berkembang-sendiri difahami jika kita menyadari bahwa kesatuan dari pertentangan-pertentangan adalah jelas dan selalu tertentu, dan bahwa demikian pula halnya dengan antitesis-antitesis.78)
Bentuk-bentuk dan penyelesaian dari suatu kontradiksi seperti itu dapat dikenali dalam berbagai tahapnya. Dalam analisis mengenai kontradiksi-kontradiksi produksi barang-dagangan dan bentuk-bentuk ekonomik kapitalis Marx pada umumnya mengakui dua bentuk dasar:
1. Bentuk yang tampaknya menyamakan, memperbarui suatu keseimbangan yang melaluinya berlangsung pemecahan kontradiksi-kontradiksi, dengan mempertahankan dasar kualitatif originalnya; melalui pemecahan kontradiksi-kontradiksi ia sampai pada perubahan-perubahan kualitatif, pada perkembangan bentuk-bentuk kualitatif baru yang di dalamnya kontradiksi original--lazimnya dalam bentuk yang diubah-- direproduksi;79)
2. Bentuk yang menandakan penghapusan kontradiksi lama dan penciptaan suatu kesatuan baru dari pertentangan-pertentangan (maka itu perkembangan dari bentuk-bentuk baru atas suatu dasar lain daripada yang dari kapitalisme).80)
Harus diakui bahwa Marx jarang mengutarakan gagasan-gagasan umum mengenai antitesis-antitesis. Pada pokoknya ia menekankan bahwa antitesis dan kontradiksi, sebagaimana itu terjadi dalam produksi barang-dagangan dan bentuk-bentuk ekonomik kapitalis, hanya berlaku bagi gejala-gejala khusus dalam suatu cara tertentu, tetapi tidak bagi semua tipe antitesis dan kontradiksi.81) Pengetahuan ilmiah mengenai suatu objek hanya mungkin pengetahuan mengenai kesatuan dari pertentangan-pertentangan dan bentuk-bentuk pertentangan dalam suatu kasus tertentu.
Alih bahasa: Ira Iramanto
CERPEN LUBIS GRAFURA
Kajian Teori, Asumsi, dan Hipotesis dalam Penelitian Kuantitatif
{ Januari 20, 2009 @ 4:04 am } • { Blogroll }
Kajian Teori, Asumsi, dan Hipotesis
dalam Penelitian Kuantitatif
Diskusi pada kelompok II membahas menenai asumsi dan hipotesis pada penelitian kauntitatif. Asumsi merupakan latarbelakang intelektual suatu jalur pemikiran. Asumsi merupakan suatu gagasan primitif. Hipotesis tidak selalu ada pada penelitian kuantitatif, namun hipotesis setidak-tidaknya menjadi hal utama untuk memberikan gambaran pertama pada sebuah penelitian.
Kajian pustaka di dalam sebuah penelitian memang sering dirancukan dengan kajian teori. Namun, dalam hal ini kedua istilah tersebut memiliki makna yang sama di dalam sebuah penelitian yaitu untuk mempertanggungkawabkan penelitian secara logis.
Salah satu teknik yang bisa digunakan dalam membuat kajian teori adalah memperhatikan judul penelitian. Setidaknya, di dalam judul tersebut tampak beberapa gambaran secara tersurat mengenai hal-hal apa saja yang perlu dibahas dalam sebuah penelitian. Misalnya penelitian dengan judul Meningkatkan Kemampuan Mengarang Siswa Kelas 6 dengan Gambar Seri. Dari judul ltersebut ada bagian-bagian tersirat: kemampuan mengarang (bagian dari keterampilan berbahasa), karakteristik siswa kelas 6, dan gambar berseri.
Setelah menentukan bagian-bahian tersirat dari sebuah penelitian, selanjutnya adalah menentukan kerangka teorinya. Kerangka teori setidak-tidaknya membahas ketiga aspek tersebut – dalam contoh penelitian di atas.
Kajian pustaka dalam penelitian kuantitatif yang dilakukan sebelum penelitian mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut.
1. Mencari informasi yang relevan dengan masalah yang akan diteliti
2. Memperdalam pengetahuan penelitian mengenai hal-hal yang menyangkut masalah dan bidang yanag akan diteliti maupun berbagai metode yang termasuk dalam rancangan penelitian, pengembangan instrumen, penarikan sampel, maupun teknik analisis data.
3. Mengkaji teori-teori yang relevan dengan masalah yang akan diteliti sebagai landasan dan acuan teoretis yang tepat
4. Mengkaji hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilaksanakan sehingga dapat diketahui apa saja yang sudah diteliti, apa saja temuan-temuannya, dan bagian-bagian mana yang diteliti
5. Mendapatkan informasi tentang aspek-aspek mana saja dan topik yang sama yang barangkali sudah pernah diteliti, agar tidak terjadi duplikasi.
DEFINISI HIPOTESA & TEORI
Hipotesis adalah salah satu cara untuk memperoleh penjelasan(jawaban/fakta) atas suatu masalah. Hipotesis: tebakan/dugaan yang kemungkinan dapat mengacu pada suatu fakta.
Perlu Tidaknya Suatu Hipotesis adalah Memberi panduan dan cakupan dalam memecahkan masalah, sehingga proses pemecahan masalah menjadi lebih mudah, lebih efektif dan lebih efisien. Namun terkadang Hipotesis tidak terlalu diperlukan pada kasus-kasus tertentu yang absolut dan definit. Contoh: HP di dalam saku celana berdering, kita tidak perlu melakukan hipotesis untuk mengetahui dari mana asal HP yang berdering itu, langsung saja merogoh saku celana. Hipotesis biasanya digunakan untuk menjawab permasalan: ‘mengapa begini/begitu’, ‘apa alasannya’, ‘apa penyebabnya’. Kesalahan Suatu Hipotesis Terkadang, penggunaan Hipotesis tidak menjamin suatu masalah dapat dengan berhasil dipecahkan, antara lain karena: Pemilihan Hipotesis yang salah dapat menuju pada jawaban/sasaran yang kurang tepat.
PENGERTIAN HUBUNGAN KAUSALITAS
Kausalitas menyatakan hubungan yang niscaya (necessary) antara satu kejadian (cause) dengan kejadian lainnya (effect) yang adalah konsekuensi langsung dari yang pertama.
Dalam penyebab efisien (causa efficiens), sumber kejadian menjadi faktor yang menjalankan atau menggerakkan kejadian. Dalam penyebab final (causa finalis), tujuanlah yang menjadi sasaran sebuah kejadian. Dalam penyebab material (causa materialis), bahan dari mana benda tertentu dibuat menjadi penyebab kejadian. Sementara dalam penyebab formal (causa formalis), bentuk tertentu ditambahkan pada sesuatu sehingga sesuatu itu memiliki bentuk tertentu.
Kausal adalah salah satu riset yang bertujuan untuk menentukan hubungan dari suatu sebab akibat / causal dari suatu hal.
Berupa sebab sampai kepada kesimpulan yang merupakan akibat atau sebaliknya. Pada umumnya hubungan sebab akibat dapat berlangsung dalam tiga pola, yaitu sebab ke akibat, akibat ke sebab, dan akibat ke akibat. Namun, pola yang umum dipakai adalah sebab ke akibat dan akibat ke sebab. Ada 3 jenis hubungan kausal, yaitu:
(1). Hubungan sebab-akibat.
Yaitu dimulai dengan mengemukakan fakta yang menjadi sebab dan sampai kepada kesimpulan yang menjadi akibat. Pada pola sebab ke akibat sebagai gagasan pokok adalah akibat, sedangkan sebab merupakan gagasan penjelas.
Contoh:
Anak-anak berumur 7 tahun mulai memasuki usia sekolah. Mereka mulai mengembangkan interaksi social dilingkungan tempatnya menimba ilmu. Mereka bergaul dengan teman-teman yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Dengan demikian, berbagai karakter anak mulai terlihat karena proses sosialisasi itu.
Gagasan pokok: Dengan demikian, berbagai karakter anak mulai terlihat karena proses sosialisasi itu.
Gagasan penjelas:
a. Anak-anak berumur 7 tahun mulai memasuki usia sekolah.
b. Mereka mulai mengembangkan interaksi social di lingkungan tempatnya menimba ilmu.
c. Mereka bergaul dengan teman-teman yang berasal dari latar belakang berbeda.
(2). Hubungan akibat-sebab.
Yaitu dimulai dengan fakta yang menjadi akibat, kemudian dari fakta itu dianalisis untuk mencari sebabnya.
Contoh:
Dalam bergaul anak dapat berprilaku aktif. Sebaliknya, ada pula anak yang masih malu-malu dan selalu dan mengandalkan temannya. Namun, tidak dapat di pungkiri jika ada anak yang selalu mambuat ulah. Hal ini disebabkan oleh interaksi sosial yang dilakukan anak ketika memasuki usia sekolah.
Gagasan pokok : Hal ini disebabkan oleh interaksi sosial yang dilakukan anak ketika memasuki usia sekolah.
Gagasan penjelas :
1). Dalam bergaul anak dapat berperilaku aktif
2). Sebaliknya, ada pula anak yang masih malu-malu dan selalu mengandalkan temannya.
3). Namun, tidak dapat dipungkiri jika ada anak yang selalu membuat ulah.
(3). Hubungan sebab-akibat1-akibat2
Yaitu dimulai dari suatu sebab yang dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianlah seterusnya hingga timbul rangkaian beberapa akibat.
Contoh paragraf kausal :
Mulai tanggal 2 april 1975 harga berbagai jenis minyak bumi dalam negeri naik. Minyak tanah, premium, solar, diesel, minyak pelumas, dan lain-lainnya dinaikan harganya, karena pemerintah ingin mengurangi subsidinya, dengan harapan supaya ekonomi Indonesia makin wajar. Karena harga bahan baker naik, sudah barang tentu biaya angkutanpun akan naik pula. Jika biaya angkutan naik, harga barang pasti akan ikut naik, karena biaya tambahan untuk transport harus diperhitungkan. Naiknya harga barang akan terasa berat untuk rakyat. Oleh karena itu, kenaikan harga barang dan jasa harus diimbangi dengan usaha menaikan pendapatan rakyat
Kausalitas menyatakan hubungan yang niscaya (necessary) antara satu kejadian (cause) dengan kejadian lainnya (effect) yang adalah konsekuensi langsung dari yang pertama.
Dalam penyebab efisien (causa efficiens), sumber kejadian menjadi faktor yang menjalankan atau menggerakkan kejadian. Dalam penyebab final (causa finalis), tujuanlah yang menjadi sasaran sebuah kejadian. Dalam penyebab material (causa materialis), bahan dari mana benda tertentu dibuat menjadi penyebab kejadian. Sementara dalam penyebab formal (causa formalis), bentuk tertentu ditambahkan pada sesuatu sehingga sesuatu itu memiliki bentuk tertentu.
Kausal adalah salah satu riset yang bertujuan untuk menentukan hubungan dari suatu sebab akibat / causal dari suatu hal.
PENGERTIAN SALAH NALAR
gagasan, pikiran, kepercayaan, atau simpulan yang salah, keliru, atau cacat disebut salah nalar. Salah nalar disebabkan oleh ketidaktepatan orang mengikuti tata cara pikirannya.
CONTOH KALIMAT :
Orang indonesia orang kaya.
DAFTAR PUSTAKA :
- http://organisasi.org/taxonomy_menu/2/32?page=1
- http://johnherf.wordpress.com/2007/10/28/salah-nalar-pada-logika-berpikir/
- http://images.ekaari.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SHiRqgoKCEkAABe357s1/Pengertian%20hipotesis.rtf?nmid=105310323.
- http://treeyoo.wordpress.com/2009/01/07/paragraf-indukti
- http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:Kxc8oKHQRCEJ:bebas.vlsm.org/v06/Kuliah/Seminar-MIS/2007/205/205-03-ScientificThinking-10-11.pdf+contoh+kalimat+hipotesis&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESgv9qeaGgXasgNmdAO2swnZHr6Ht1JtTgsgYDL2-AGjGlXmOSNqrnbL5Itv2HIVQhino9HRw0Yr_Jm6bUuxCcBSLdvCzU58lPdiFvRGS8NVIKXv1r_0Lj_-GX6pdV2RoGY4os4X&sig=AHIEtbQ-gOzj12UUA7sAlN0dT_wtIJYI8A
- http://google.com/2010/02/05/generalisasi/
- http://google.com/2010/02/05/hubungan kausalitas/
- http://google.com/2010/02/05/analogi suatu logika/
- http://google.com/2010/02/05/kajian teori-asumsi-dan hipotesia/
generalisasi
Definisi:
1. perihal membentuk gagasan atau simpulan umum dari suatu kejadian, hal, dsb
2. perihal membuat suatu gagasan lebih sederhana daripada yang sebenarnya (panjang lebar dsb)
3. perihal membentuk gagasan yang lebih kabur
4. penyamarataan
Analogi Suatu Logika
By Brian on Sunday, December 21, 2008
Filled Under: Logika
A.PENGERTIAN
Analogi adalah suatu bentuk penalaran dengan jalan mempersamakan dua hal yang berlainan. Kedua hal itu diperbandingkan untuk dicari persamaannya. Analogi dilakukan dengan mempersamakan kedua hal yang sebenarnya berlainan.
Analogi dan generalisasi dapat dikatakan mempunyai hubungan, dalam analogi kita membandingkan dua hal atau lebih yang memiliki kesamaan tertentu pada beberapa segi dan menyimpulkan keduanya memiliki kesamaan dalam segi yang lain. Sedangkan generalisasi memperhatikan hal yang sama dari hal-hal yang berbeda dan kesimpulannya bersifat universal, sedangkan pada analogi kesimpulannya berlaku partikular.
B. MACAM-MACAM ANALOGI
Dalam setiap tindakan penyimpulan analogik terdapat tiga unsur, yaitu:
1.Peristiwa pokok yang menjadi dasar analogi
2.Persamaan prinsipal yang menjadi pengikat
3.Fenomena yang hendak kita analogikan
Dari unsur-unsur tersebut akan muncul berbagai macam analogi, seperti:
1.Analogi Induktif
Analogi yang disusun berdasarkan persamaan prinsipal yang ada pada dua fenomena, kemudian menarik kesimpulan bahwa yang ada pada peristiwa pertama juga ada pada peristiwa kedua.
Contoh:
a.Sarno anak Pak Sastro adalah anak yang rajin dan jujur
b.Sarni anak Pak Sastro adalah anak yang rajin dan jujur
c.Sardi anak Pak Sastro adalah anak yang rajin dan jujur
d.Sarto adalah anak pak Sastro
Sarto anak Pak Sastro adalah anak yang rajin dan jujur
Berbeda dengan generalisasi induktif yang kesimpulannya berupa proposisi universal, konklusi analogi tidak selalu berupa proposisi universal, namun tergantung dari subyek yang diperbandingkan. Subyek analogi dapat individual, partikular maupun universal. Tetapi sebagai penalaran induksi, konklusi yang ada lebih luas daripada premis-premisnya. Tiga anak Pak Sastro yang rajin dan jujur tidak dapat menjamin bahwa anaknya yang keempat juga rajin dan jujur.
2.Analogi Deklaratif
Analogi yang menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang di kenal.
Contoh:
Ilmu pengetahuan dibangun oleh fakta-fakta sebagaimana sebuah rumah dibangun oleh batu-batu. Tapi tidak semua kumpulan fakta adalah ilmu, sebagaimana tidak semua kumpulan batu adalah rumah.
3.Analogi Noninduktif (analogi logis)
a.“Hanya orang bijaksana yang menyukai puisi”. Kalimat tersebut sama maknanya dengan “Semua orang bijaksana menyukai puisi”.
b.“Hanya perempuanlah yang mengandung dan melahirkan anak”, kalimat tersebut tidak sama dengan “Semua perempuan mengandung dan melahirkan anak”.
Kedua kalimat diatas mempunyai pola yang sama yaitu “Hanya….yang…”, namun analogi diatas bukan merupakan analogi induktif, karena kesimpulannya tidak bersifat empiris.
Artinya kesimpulan dari analogi noninduktif tidak dapat di diskonfirmasi atau disangkal oleh bukti-bukti empiris. Namun analogi tersebut juga bukan analogi deduktif, karena argumen deduktif dapat di nilai benar salahnya dengan mengacu pada bentuk logis tertentu atau definisi istilah yang di gunakan. Oleh karena itu, analogi ini dapat di sebut analogi logis non induktif tapi juga nondeduktif.
C. CARA MENILAI ANALOGI
Untuk mengukur sejauh mana sebuah analogi dapat di percaya, diketahui dengan alat sebagai berikut:
1.Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang di analogikan.
Semakin besar atau semakin banyak peristiwa sejenis yang di analogikan, semakin besar pula tarap ketrpercayaannya.
2.Sedikit banyaknya aspek yang menjadi dasar analogi.
3.Sifat dari analogi yang kita buat. Semakin rendah taksiran yang kita analogikan semakin kuat analogi itu.
4.Mempertimbangkan unsur yang berbeda pada peristiwa yang di analogikan. Semakin banyak pertimbangan atas unsur2 yang berbeda semakin kuat keterpercayaan analoginya.
5.Relevan atau tidaknya masalah yang di analogi. Bila tidak relevan analogi tidak akan kuat dan bisa gagal.
D. KESESATAN ANALOGI
Kesesatan dalam analogi bisa terjadi karena kita terlalu cepat menarik konklusi, sedangkan fakta yang di jadikan dasar tidak cukup mendukung konklusi tersebut atau terlalu sedikit. Kemudian terjadi karena Kecerobohan dan Prasangka.
Contoh:
1.Seorang pria bertemu seorang gadis Solo di pesta, kemudian di sebuah toko dia bertemu seorang gadis solo yang lain, sewaktu melihat pentas dia melihat seorang gadis solo menari. Ketiga gadis itu sama-sama luwes. Lalu dia beranggapan “Semua gadis Solo luwes”.
2.“Saya pernah di keraton Surakarta, saat Sri Susuhunan berulang tahun. Saya melihat lima belas gadis, semua berkebaya dan cantik. Memang semua gadis Surakarta itu berkebaya dan cantik ”.
3.Seorang pemuda luar pulau menikahi gadis Solo dan membawanya pulang kampung. Ibunya berkata, “Istrimu kalau bicara seperti penjual ayam di pasar?”, jawab pemuda tersebut “Ah, itu karena ibu kalau bicara keras-keras sehingga ia kira ibu kurang pendengaran”. Suatu saat ibunya berkata, “Istrimu jalannya kok seperti di kejar maling?”, “Ah, itu karena ibu selalu membuat dia terkejut dan ketakutan”.
Selain ketiga hal tersebut diatas, analogi juga bisa keliru karena membuat persamaan yang tidak tepat.
Contoh:
“Antara kita dan binatang mempunyai persamaan yang sangat dekat. Binatang bernafas, kita juga bernafas. Binatang makan, kita juga makan. Binatang tidur dan istirahat, kita juga tidur dan istirahat. Binatang kawin, kita juga kawin. Jadi dalam keseluruhan binatang sama dengan kita.”
Pernyataan di atas hendak menyimpulkan bahwa manusia sama dengan binatang dengan mempertimbangkan persamaan-persamaan yang ada pada keduanya, padahal yang di samakan itu bukan masalah yang pokok.
Tags: analogi, analogi deklaratif, analogi induktif, analogi non induktif, cara menilai analogi, kesalahan analogi, kesesatan analogi, macam analogi
HUBUNGAN-HUBUNGAN KAUSAL
oleh Jindrich Zeleny
Seperti telah diperlihatkan dalam bab sebelumnya, derivasi dialektikal Marxian menyaratkan bahwa hubungan sebab dan akibat mengambil suatu bentuk dan peranan baru di dalam konsepsi- konsepsi ontologikal dan logikal yang berkaitan pada perkembangan-sendiri objek. Mari kita perhatikan persoalan itu secara lebih terinci.
J. Cibulka,1) di antara lain, mempersoalkan penggunaan sebab dan akibat dalam analisis materialis-dialektikal Marxian.
Kita akan mencoba menerangkan persoalan yang sedang diteliti itu lewat rujukan kritikal pada penafsiran Ilenkov2) dan pada penafsiran-penafsiran lainnya dalam literatur modern Marxis yang secara perseptif mempersoalkan konsep kausalitas Marxian (Sos, Filkorn, Lange, Tondl, dsb.).3)
Ketika Cibulka memeriksa bab pembukaan buku ketiga CAPITAL mengenai hukum kecendcerungan turunnya tingkat laba rata-rata, ia sampai pada kesimpulan bahwa regularitas-regularitas kausal dalam CAPITAL Marx difahami sebagai akibat-akibat dari regularitas-regularitas dialektikal yang lebih dalam.4) Misalnya, menurut penafsiran Cibulka tentang Marx, produktivitas sosial dari kerja mempunyai dua jenjang.
Jenjang dasar dari produktivitas sosial dari kerja adalah proses kontradiktori, di mana nilai lebih relatif timbul (atau di mana unsur-unsur modal konstan menjadi lebih murah). Ini muncul sebagai perubahan (konversi) suatu modal tertentu menjadi nilai, sebagai suatu pengecilan (diminusi) saham (bagian) modal variabel dalam hubungan dengan modal konstan, sebagai menjadi murahnya unsur-unsur modal konstan, sebaghai suatu penurunan tingkat laba dan perpan jangan proses itu, suatu peningkatan dalam permintaan akan kerja, dsb.; setiap dari gejala-gejala itu adalah suatu bagian integral dari proses keseluruhan (total). Jenjang permukaan dari proses itu adalah suatu jaringan hubungan-hubungan kausal di antara faktor-faktor yang berdiri sendiri-sendiri..... Gerak kontradiktori dalam mengandung pada dirinya sendiri suatu massa faktor-faktor individual yang muncul sendiri-sendiri bertentangan dan terkait satu-sama lain dalam hubungan-hubungan kausal. Gerak fondamental ini, yang secara esensial kontradiktori mereproduksi diri sendiri di dalam jaringan hubungan-hubungan kausal sebagai banyak gerak kausal individual, yang masing-masingnya memiliki suatu arah tertentu dan menyilangi yang lainnya. Kontradiksi-dalam dari produktivitas kerja bertingkah pada jenjang abstrak ini sebagai suatu persilangan dua rangkaian kausal.
Jenjang abstrak ini bukan sekedar penampilan, melainkan ia lebih merupakan jenjang permukaan yang real dari kontradiksi- kontradiksi antagonistik, yang setiap anggotanya adalah pada dan karena dirinya sendiri mandiri.5)
Cibulka beranggapan bahwa kemandirian faktor-faktor individual di dalam kontradiksi-kontradiksi antagonistik adalah suatu masalah keharusan. Hubungan-hubungan kausal yhang mereproduksi gerak kontradiktori-dalam itu, menyatakan suatu jenjang penting dari proses keseluruhan. Bagi kepentingan analisis ekonomik cukuplah untuk puas dengan memahami hubungan-hubungan kausal itu.6)
Analisis Cibulka merupakan satu langkah maju, teristimewa dalam hal bahwa ia tidak berhenti dengan menetapkan subordinasi hubungan-hubungan kausal pada hubungan-hubungan dialektikal yang lebih dalam, melainkan mencoba menerangkan subordinasi ini secara lebih terinci. Satu hasil positif dari penelitian Cibulka adalah kritiknya atas konsepsi-konsepsi umum tertentu yang mengingatkan pikiran-pikiran Lenin mengenai kausalitas sebagai suatu aspek dari hubungan-hubungan pada umumnya, tetapi sesungguhnya menjadikan kausalitas itu suatu kemutlakan.7) Sekarang, marilah kita berkonsentrasi pada suatu kritik terhadap kesimpulan-kesimpulan Cibulka. Dengan menggunakan suatu analisis perbandingan yang logikal dari penjelasan-penjelasan Ricardo dan Marx mengenai kapitalisme, kita sampai pada suatu penafsiran yang agak berbeda.
Metode menggunakan hubungan kausal yang dikarakterisasi dalam karya Cibulka bukanlah satu-satunya yang dipakai oleh Marx.
1. Dalam penjelasan Marxian menenai kapitalismne kita dapatkan hubungan kausal digunakan dengan suatu cara yang dapat kita namakan Galilean atau Galilean-Newtonian. Ini pada hakekatnya pemahaman yang sama mengenai kausalitas yang memainkan suatu peranan khusus dan dominan dalam penjelasan Ricardo mengenai kapitalisme. Penggunaan bentuk-bentuk kausal dari jenis itu oleh Marx adalah sama dengan transendensi Marx atas pendirian kuantitatif Ricardo yang berat-sebelah.8)
Ricardo, misalnya, memeriksa sebab-sebab variasi-variasi nilai relatif barang-dagangan barang-dagangan; Marx mengajukan pertanyaan serupa, tetapi ia tidak berhenti hingga di situ; ia tidak terbatas di situ seperti halnya dengan Ricardo. Dalam analisis Marxian maka penjelasan Galilean mengenai kausalitas, sejauh itu ikut berperan, telah digabungkan sebagai suatu aspek subordinate (rendahan) ke dalam suatu hubungan pengertian (konteks) baru, yang sama sekali tidak dikenal ilmu pengetahuan Galilean--yaitu konsepsi monistik tentang realitas.
Secara sama Marx menyelidiki hubungan sebab-akibat dengan merujuk dari persediaan dan permintaan tidak menjelaskan apa-apa, sampai kita memastikan dasar yang menopang hubungan itu.9)
Tetapi, sebelum kita menyelidiki dasar dalam analisis Marxian yang menopang berlangsungnya hubungan-hubungan kausal persediaan dan permintaan itu, marilah kita menggambarkan beberapa hal lagi di mana analisis Marx beroperasi dengan hubungan sebab-akibat dalam pengertian yang senmpit dan hakekatnya adalah Galilean.
Ketergantungan kausal dari variasi-variasi kuantitatif dari satu jenis pada variasi-variasi kuantitatif satu jenis lainnya dibuktikan oleh Marx, misalnya, ketika ia berbicara tentang hubungan kuantitas uang sebagai satu alat peredaran (sirkulasi) dengan harga-harga barang-dagangan:...yang naik atau turun dalam jumlah mata-uang manakala nilai logam-logam mulia tetap konstan selalu merupakan konsekuensi (akibat), tidak pernah menjadi sebab, dari variasi-variasi harga....10)
Dalam hal-hal serupa Marx menganggap bahwa secarea ilmiah layaklah membuktikan ketiadaan suatu hubungan kausal. Demikianlah di dalam polemiknya terhadap Darimon Proudhonis, Marx menyinggung persoalan apakah ada sesuatu jenis hubungan kausal di antara kuantitas uang kertas dan uang logam, sebagaimana yang dikemukakan oleh Proudhon.
Marx menyatakan:
Karena peningkatan dalam portfolio dengan 101 juta tidak menutupi penurunan dalam kekayaan logam, 144 juta, maka kemungkinan terbuka bahwa tidak ada kaitan kausal apa pun antara kenaikan di satu pihak dan penurunan di pihak lainnya.11)
Untuk membuktikan apakah ada satu nexus (ikatan, kaitan, hubungan)di antara kuantitas-kuantitas, bagi Marx tersedia metode yang diindikasikan oleh ketentuan Herschel-Mill.
2. Di samping kausalitas dalam pengertian Galilean yang sempit, Marx menggunakan hubungan sebab-akibat untuk mengkarakterisasi aspek-aspek tertentu dari proses dialektikal, tidak hanya pada jenjang permukaan fenomenalnya, melainkan juga di jenjang-jenjang esensi yang berkembang.
Istilah-istilah sebab-akibat dipakai secara sangat bebas oleh Marx bagi berbagai bentuk akibat ekstra-mekanikal, bagi penamaan berbagai jenis momen-momen efektual, jenis-jenis mediasi yang sangat berbeda-beda.
Orang tidak dapat mengatakan bahwa Marx telah menggunakan hubungan sebab-akibat semata-mata untuk mengkarakterisasi permukaan fenomenal, karena ini, misalnya, dapat kita baca dalam analisisnya tentang kapitalisme:
Jika, karena itu, suatu derajat tertentu dari akumulasio modal tampil sebagai suatu kondisi dari cara produksi kapitalis tertentu itu, maka yang tersebut belakangan itu sebaliknya menimbulkan suatu akumulasi modal yang dipercepat. Dengan akumulasi modal, karenanya, cara produksi kapitalis tertentu itu berkembang, dan dengan cara produksi kapitalis itu berkembang pula akumulasi modal.12)
Jika, misalnya, Marx menyelidiki bidang-bidang tanah kecil yang dikuasai petani-petani bebas, Marx menulis:
Sebab-sebab yang mengakibatkan keruntuhannya membuktikan keterbatasan-keterbatasannya. Yaitu: Penghancuran industru domestik pedesaan, yang merupakan tambahan normalnya sebagai hasil perkembangan industri besar; suatu pemiskinan berangsur dan pengurasan habis tanah yang dikenakan pada kultivasi ini; perampasan oleh tuan-tanah tuan-tanah besar atas tanah-tanah umum yang merupakan tambahan kedua dari pengelolaan bidang-bidang tanah di mana-mana dan yang memungkinkannya mengusahakan peternakan; persaingan, baik itu dari sistem perkebunan atau pertanian besar kapitalis.13)
Lembaga-lembaga perkreditan modern menurut Marx tiada bedanya merupakan akibat dan sebab dari konsentrasi modal..... hanya merupakan satu momen dari konsentrasi modal itu14) (yaitu, satu aspek dari proses konsentrasi). Atau, suatu contoh lain: modal menurut Marx, serentak mempunyai kecenderungan menghancurkan pauperisme (kemiskinan) maupun menciptakannya. Efek kontradiktori ini adalah, bahwa mula-mula kecenderungan pertama dan kemudian kecenderungan kedua yang berdominasi15) sebuah polemik:
....bahwa segala sesuatu akhirnya dapat menghancurkan sebabnya sendiri adalah suatu absurditas logikal semata-mata bagi lintah darat (tukang riba) yang terpikat oleh suku bunga tinggi. Kebesaran bangsa Romawi adalah sebab dari penaklukan-penaklukan mereka, dan penaklukan-penaklukan mereka menghancurkan kebesaran mereka. Kekayaan adalah sebab dari kemewahan dan kemewahan mempunyai efek menghancurkan pada kekayaan.16)
Orang tidak dapat mengatakan bahwa Marx menggunakan hubungan kausal itu hanya pada jenjang permukaan; tidak ada pembenaran sedikitpun bagi anggapan sebaliknya, yang dinyatakan oleh Sos bahwa menurut Marx, orang tidak dapat menemukan sebab itu di atas permukaan, karena ia berkaitan dengan alam keharusan dan hakekat dan termasuk di dalamnya.17)
Kini, marilah kita meninjau analisis itu: (a) Konsepsi Galilean-Newtonian mengenai hubungan sebab-akibat adalah mekanikal dan kuantitatif.18) Kausalitas difahami dalam artian stasis mekanikal--orang mencari sebab dari gangguan atau penegakkan keseimbangan (equilibrium) sebagai satu kondisi normal atau--dalam dinamika mekanistik--orang mencari sebab-sebab variasi-variasi dalam gerak di mana azas tanggungan-beban (penopang-berat = load-bearing) disyaratkan/diperkirakan.
Sama halnya dengan Ricardo,19) yang memperkirakan satu perjalanan normal alamiah dari ekonomi kapitalis, berusaha menemukan:
1. sebab dari norma; ia menemukannya dalam hukum-hukum yang tidak dapat berubah, sama seperti hukum-hukum Newtonian (misalnya, hukum alam dari pembagian produk di antara tiga klas alamiah; dalam hubungan ini maka teori kerja dari nilai merupakan sebab dasar, yang dengannya barang-dangangan barang-dagangan dipertukarkan dalam suatu hubungan tertentu);
2. sebab-sebab yang menjelaskan, atas perkiraan azas kerja dari nilai, mengapa hubungan kuantitatif dalam pertukarang barang-dagangan dan karakteristik-karakteristik kuantitatif dari bentuk-bentuk kualitatif ekonomi kapitalis diubah;
3. sebab-sebab penyimpangan-penyimpangan umum dari norma yang, menurut Ricardo, lazimnya dapat dilihat.
Lagi pula, ia mengakui sebab-sebab kebetulan (contingent)20) yang memainkan suatu peranan penting dan yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah.
Perbedaan fondamental antara Marx dan Ricardo adalah, bahwa Marx mempertentangkan hubungan sebab dan akibat yang didasarkan pada esensi yang berkembang-sendiri dengan kausalitas yang didasarkan pada konsepsi suatu esensi tetap.
Marx bekerja dengan bentuk-bentuk akibat yang berbeda dari yang diakui oleh kausalitas Galilean. Segala sesuatu yang ada (yang bukan sekedar abstraksi intelektual), mempunyai sesuatu [jenis tertentu] akibat; berada = mempunyai suatu efek. Konsepsi Marx mengenai berbagai bentuk efek secara tidak terpisahkan terkait pada dua azas (merupakan satu aspek dari kedua azas itu): azas kesatuan dunia dan azas berkembang-sendiri, yaitu pandangan bahwa kondisi mutlak21) benda-benda dan gejala-gejala harus dicari di dalam proses perubahan, dalam gerak.22)
Jika realitas difahami sebagai berkembang-sendiri, maka setiap sesuatu mengandung sesuatu dalam dirinya sendiri, yang di muka sudah kita karakterisasi sebagai substansi; ia adalah --sejauh yang berkaitan dengan berkembang-sendiri itu--causa sui Dengan menterapkan azas kelembaman (inertia) secara mutlak ia sampai pada konsep-konsep baru tentang benda, efek, dan saling-efek. Apabila Marx berbicara tentang bentuk-bentuk efek yang sama sekali asing bagi kausalitas Galilean-Newtonian, maka karakteristik-karakteristik ini dapatlah difahami jika kita mendasarkannya pada keseluruhan konsepsi baru Marx mengenai determinasi gejala- gejala. Masalah kausalitas bagi Marx adalah, karena itu, suatu persoalan yang dirumuskan secara tidak tepat, yang seharusnya berbunyi: konsepsi baru mengenai determinisme (bentuk-bentuk hubungan-hubungan dan bentuk-bentuk keumuman dan keharusan) apakah yang telah dikembangkan oleh Marx?
Manakala Marx menggunakan bentuk-bentuk pikiran kausal untuk memahami aspek-aspek tertentu dari hubungan-hubungan yang sangat beerbeda-beda dan jenis-jenis efek-efek yang sangat berbeda-beda, lmaka konsep sebab dipakai secara sinkronikal atau sebagai suatu sinonim bagi konsep-konsep kondisi, persyaratan, dasar, dan sebagainya
(b) Sebagaimana menjadi jelas dari ilustrasi yang dikutib di atas, kita menjumpai sebab dan akibat secara serentak (atau: perkiraan dan hasil secara serentak), kondisi dan konsekuensi secara serentak, dsb.) dalam analisis Marx. Dengan penggunaan ini Marx memahami suatu hubungan antara aspek-aspek terentu dari proses perkembangan sebagai suatu keutuhan.
Maka itu ia membedakan: (i) transisi dari sebab menjadai akibat dan vice versa (perkiraan menjadi hukum, pembentukan menjadi yang terbentuk dan vice versa, penentuan menjadi yang tertentu dan vice versa) dalam tahap perkembangan genesis objek itu; dan (ii) transisi sebab menjadi akibat dan vice versa dalam perkembangan objek yang telah berkembang.
Dalam kasus pertama, gejala A hanya dalam rangkaian sementara menjadi perkiraan, sebab. kondisi dari gejala B; gejala B yang terealisasi kemudian mau-tak-mau menyebabkan realisasi gejala A yang dengan itu gejala A tampil sebagai akibat (hasil, produk) dari gejala B, yang adalah akibat original dari gejala A. Kini gejala A, yang originalnya menjadi sebab dari gejala B, berubah menjadi akibat, produk dari gejala B. Sebab berubah menjadi akibat, akibat menjadi sebab.
Demikianlah, misalnya dalam proses perkembangan modal, uang tampil sebagai perkiraan dari modal. Ia sendiri adalah buah dari suatu proses rumit sebelumnya, namun bersangkutan dengan pembentukan modal ia adalah jelas suatu perkiraan, kondisi. Segera setelah modal berkembang, ia menghasilkan dan mereproduksi uang dan berbagai fungsi-fungsi ekonomiknya sebagai suatu aspek dari geraknya sendiri.24)
Marx membedakan persyaratan-persyaratan, sebab-sebab, dan kondisi-kondisi (i), yang tampil setelah mereka berguna bagi perkembangan objek, dan tidak direproduksi oleh gerak dari objek yang telah berkembang (misalnya, akumulasi original)25), (ii) yang tetap merupakan satu aspek dari keberadaan dabn gerak dari objek yang telah berkembang (misalnya, sirkulasi uang, pasaran dunia, dsb.).26)
Suatu kasus lain dari transisi sebab menjadi akibat dan vice versa (dalam perkembangan objek yang telah berkembang) adalah bahwa gejala yang sedang diperiksa sekaligus adalah sebab dan akibat, dalam pengertian itu suatu momen dalam efek timbal balik, proses perkembangan objek yang merupakan kesatuan/gabungan dari banyak momen. Jelaslah bahwa efek timbal-balik ini pada hakekatnya berbeda dari efek timbal-balik yang diteliti dalam mekanika, misalnya dengan bantuan paralelogram kekuatan-kekuatan (Stevin).27) Persoalan kita adalah efek timbal-balik atas dasar esensi yang sedang berkembang. Marx menyatakan beberapa ide umum mengenai efek timbal-balik dan transisi dari sebab menjadi akibat dan vice versa dalam kaitan dengan perkembangan modal. Modal menciptakan kondisi-kondisi dan persyaratan-persyaratan keberadaannya dan pertumbuhannya sesuai dengan esensi tetap (immanent)nya.28) Persyaratan-persyaratan dan kondisi-kondisi keberadaan modal sebagai objek yang telah berkembang (yaitu, sejauh ia mulai bergerak atas dasarnya sendiri, sesuai dengan watak tetapnya), adalah suatu konsekuensi dari pelaksanaan dirinya sendiri.29) Jelaslah bahwa pemahaman transisi dari sebab menjadi akibat dan vice versa ini mempersyaratkan konsepsi pengetahuan dalam konsep-konsep Marxian dan dasar ontologikalnya sebagaimana dipaparkan di atas.30)
Dalam pandangan Engels, bahwa seseorang hanya mencapai hubungan kausal dengan menganggap efek bersama (mutual effect) sebagai primer, konsep efek bersama haruslah difahami sebagai materialis-dialektikal dalam isinya, yaitu, sesuai dengan pemahamam baru Marxian mengenai determinisme.
(c) Dalam filsafat Hegel, terutama dalam logikanya, yang sangat penting bagi Marx dalam mempersiapkan satu pengertian baru mengenai determinisme, kausalitas dalam arti Galilean-Newtoniannya dilucutu dari tempatnya yang layak dalam penjelasan ilmiah. Ia difahami sebagai satu dari banyak bentuk mediasi.
Hegel telah mencoba dalam Logic-nya untuk memberi suatu jawaban atas persoalan determinismee yang dinyatakan oleh Kant dan Jacobi.
Kedua pemikir itu--masing-masing dengan caranya sendiri dan dengan hasil yang berbeda--membuktikan bahwa determinisme ilmiah yang didasarkan pada pemutlakan kausalitas mekanikal adalah tidak dapat dipertahankan.
Kant menarik kesimpulan-kesimpulan agnostik mengenai watak subjektif dari bentuk-bentuk pikiran (sedangkan ia, sebagai secara tepat dikatakan oleh Hegel, meninggalkan bentuk-bentuk pikiran ini sebagai esensi-esensi yang tidak dapat berubah dan menerimanya dalam bentuk determinis, dengan mengambil kausalitas mekanikal mutlak sebagai suatu dasar.
Jacobi meninggalkan objek-objek yang final, yang dikondisikan di dalam kompetensi determinisme mekanikal, dan ia menetapkan kondisionalitas sebagai kondisionalitas dalam arti kausalitas mekanikal, dikondisikan dalam pengertian determinisme mekanikal.31) Objek-objek dari jenis apa pun tidak dapat, menurut Jacobi, menjadi objek-objek pengenalan rasional; mereka cuma rentan pada sesuatu jenis pengetahuan langsung irasional. Hegel mengangkat (dari Fichte, Schelling, dsb.) problematik ini dan mencoba menyusun suatu konsepsi baru mengenai determinisme ilmiah yang dapat menggantikan determinisme yang didasarkan pada pemutlakan kausalitas mekanikal. Inilah logika Hegelian. Sekalipun usaha ini di dalam kedua jilid Science of Logic adalah--karena penyimpangan-penyimpangan idealistik--suatu kegagalan total, namun Hegel telah mengungkapkan bahan-bahan yang cukup berharga yang dapat dirujuk secara kritikal oleh Marx, sebagaimana sudah kita lihat dalam analisis mengenai struktur logikal dari CAPITAL--ketika Marx menciptakan konsepsinya mengenai determinisme baru yang menggantikan determiisme yang didasarkan pada kausalitas mekanikal.
Ketika Lenin, di dalam Philosophical Notebooks mengatakan, bahwa Hegel menggolongkan sejarah sepenuhnya di bawah kausalitas dan memahami kausalitas seribu kali lebih dalam dan kaya daripada massa kaum terpelajar dewasa ini,32) ia tidak mendukung pandangan bahwa hubungan kausal tradisional mempunyai suatu peranan dominan dalam pikiran Hegel. Lebih tepat dikatakan bahwa itu suatu masalah penekanan akan konsepsi determinis Hegelian, yang deterministik secara baru. Di sini istilah kausalitas adalah sebuah sinonim bagi determinisme. Penafsiran ini didukung oleh pernyataan Lenin:
Jika seseorang membaca Hegel mengenai kausalitas, pada pengelihatan pertama akan tampak ganjil, mengapa ia secara begitu singkat mempermasalahkan tema Kantian yang amat disukai itu. Mengapa? Yah, hanya karena kausalitas baginya cuma salah satu dari determinasi-determinasi koneksi universal, yang difahaminya dengan lebih dalam dan lengkap pada suatu tahap lebih dini dalam seluruh penyajiannya, selalu dalam koneksi yang menekankan dapat saling berubah-ubahnya transisi-transisi, dsb.33)
Hegel menggolongkan semua bentuk koneksi di bawah konsep mediasi; salah satu dari bentuk-bentuk ini, namun bukan bentuk yang diistimewakan, adalah hubungan kausal; ia memberikan isi pada konsep umum mediasi dalam pemahaman idealisnya mengenai realitas, suatu isi yang ditarik dari mediasi intelektual dan koneksi-koneksi logikal.34)
Dengan Marx konsep mediasi tidak memiliki arti penting umum ini.
Pada umumnya ia mengandung segala macam efek dan koneksi-koneksi, termasuk kondisionalitas, koneksi, efek, sehingga dalam isi baru yang kaya dari konsep itu tertinggallah suatu kontinuitas terminologikal tertentu antara Marx dan ilmu pengetahuan Galilean-Newtonian. Di sini kita tidak mempersoalkan sekedar kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan terminologikal yang kebetulan: di dalam konsep ini muncul perbedaan esensial antara Hegel dan Marx mengenai ilmu pengetahuan alam dari abad-abad ketujuhbelas dan delapanbelas yang dipengaruhi oleh matematika.35)
(d) Tinggal satu pertanyaan penting: peranan apakah yang dimainkan kausalitas Galilean (mekanikal) dalam pemahaman Marxian mengenai bentuk-bentuk efek yang berbeda-beda? Marx sepenuhnya mengeluarkan objek penelitiannya, cara produksi kapitalis, dari kompetensi ilmu pengetahuan Galilean-Newtonian, yaitu, tipe pikiran ilmiah yang cocok bagi sistem-sistem yang berkarakter mekanikal.36) Cara produksi kapitalis, menurut Marx, bukan suatu hablur solid ataupun suatu sistem yang bergerak-sendiri seperti sebuah lonceng; ia adalah suatu organisme yang telah mengalami suatu proses perkembangan terus-menerus, setiap dari aspek-aspeknya hanya terdapat dalam gerak, serentak sebagai suatu persyaratan dan hasil dari gerak objek itu.37) Ia adalah suatu keutuhan yang bersambung secara dialektikal.38)
Karenanya, menurut analisis Marx, analisis membawa pada pengetahuan mengenai keutuhan yang bersambung secara dialektikal dan berubah-ubah itu, yang unsur-unsurnya dapat dianalisa sebagai sistem-sistem mekanikal, misalnya sistem-sistem yang analog (sistem-sistem isomorfik [penghabluran dalam bentuk-bentuk yang sama atau geometrik yang erat berkaitan] hingga mekanikal). Itu adalah suatu unsur yang rendahan namun absah.Dalam analisis Marxian mengenai kapitalisme, analisis sistem-sistem mekanikal digunakan (dengan bentuk-bentuk pikiran yang pada hakekatnya sama dengan ilmu pengetahuan abad ke tujuhbelas)39) dalam tahap-tahap tertentu sebagai unsur-unsur dari seluruh analisis struktural- genetyil materialis-dialektikal, yang menggunakan bentuk logikal dan metodologikal baru pengetahuan dalam konsep-konsep.
Mereka dipakai manakala hubungan dan ketergantungan kuantitas-kuantitas tertentu yang khas pada ekonomi kapitalis dapat diperiksa di bawah persyaratan bahwa (i) kuantitas-kuantitas ini adalah sesuatu yang secara kualitatif lengkap (suatu abstraksi dari sifat dialektikalnya) dan bahwa (ii) ketergantungan mereka difahami sebagai ketergantungan faktor-faktor mandiri yang eksternal satu sama lainnya (yang secara tidak terpisahkan terkait dengan (i). Persyaratan-persyaratan ini, jelas sekali, mempunyai dasarnya pada realitas objektif (dalam stabilitas relatif dari bentuk-bentuk ekonomi kapitalis), namun dalam bentuk murninya mereka pertama-tama adalah suatu produk abstraksi. Pembenaran abstraksi ini adalah, bahwa stabilitas kualitatif yang ada dapat dicari di dalam batas-batas tertentu dan dapat difahami tanpa membenarkan pandangan bahwa ia sebenarnya satu momen dari proses perkembangan dialektikal. Agaknya itu bukan hanya satu kemungkinan saja, melainkan juga suatu keharusan bagi analisis. Penggunaan suatu prosedur di mana sistem-sistem mekanikal dibentuk dari aspek-aspek tertentu dari suatu keutuhan kesinambungan dialektikal, sistem-sistem yang mula-mula diteliti dalam bentuk disederhanakan itu dan yang sama dengan ilmu pengetahuan mekanikal dari abad ke tujuhbelas, secara jelas dianggap oleh Marx sebagai suatu momen pengintegrasian dari keseluruhan kesinambungan dialektikal itu.
Jelas sekali bahwa seperti dalam kasus-kasus lain, analisis atas struktur logikal dan metodologikal CAPITAL membawa kita--di satu pihak--untuk mencari suatu pemecahan pasti atas masalah-masalah logikal dan metodologikal dalam masalah-masalah ontologikal yang dimediasikan oleh watak-salinan bentuk-bentuk logikal dan metodologikal: --di lain pihak, kita datang lagi pada otonomi relatif dari teori yang mencoba memahami suatu keutuhan kesinambungan dialektikal yang dipertentangkan pada suatu realitas yang diketahui secara objektif.
KAUSALITAS DAN KONTRADIKSI
Keterkaitan erat antara kedua masalah ini timbul dari kenyataan bahwa dasar dari konsepsi Marxian mengenai semua hubungan dan dengan begitu dari hubungan-hubungan kausal adalah penafsiran atas realitas sebagai bergerak-sendiri, yang azasnya yang paling dalam adalah kesatuan dan perjuangan dari pertentangan- pertentangan. J. Cibulka40) telah memberikan perhatian besar pada aspek CAPITAL Marx ini.
Untuk melengkapi analisisnya kita memasukkan pertimbangan- pertimbangan tertentu yang bersangkutan dengan analisis perbandingan logikal dari Ricardo dan konsepsi-konsepsi Marx mengenai kategori-kategori antitesis dan kontradiksi, sebagai persiapan bagi pertanyaan umum: peranan apakah yang dimainkan oleh konsepsi Marx mengenai kontradiksi di dalam penggantian suatu determinisme yang tergantung pada kausalitas mekanikal, dan dalam penciptaan determinisme materialis-dialektikal?
Kita menyadari bahwa observasi-observasi yang ditarik dari analisis mengenai struktur logikal yang terkandung dalam CAPITAL hanya merupakan bahan mentah bagi pemecahan pertanyaan umum yang diajukan di atas.41)
(a) Salah satu sebab esensial, jika bukannya sebab yang paling esensial--dengan mengenyampingkan kondisi-kondisi historikal dan sosial serta dengan berkonsentrasi pada teori--mengapa Ricardo dan kaum ekonom pra-Marxis pada umumnya tidak mencapai suatu pemahaman lebih dalam mengenai esensi kapitalisme, adalah konsepsi mereka yang miskin dan dangkal mengenai hubungan dari pertentangan-pertentangan (relation of opposites). Juga menjadi kegagalan mereka untuk memahami bahwa objektivitas, keberadaan determinasi-determinasi yang antitetikal dalam hubungan-hubungan yang sangat berbeda-beda, termasuk identitas antitesis-antitesis, adalah termasuk pada esensi objek, sehingga tanpa penyajian teoretikal dari suatu objektivitas tertentu, objek itu tidak dapat difahami dalam esensinya, pengetahuan objek itu tetap sepotong-sepotong, kabur (seperti halnya dengan pengetahuan tentang kapitalisme yang dicapai oleh ekonomi politik burjuis).
Manakala Ricardo menjumpai suatu antitesis di dalam penelitiannya mengenai kapitalisme--sebagaimana pasti terjadi--dan merumuskannya, perumusan Ricardo tidak lengkap: Ricardo tidak melihat apa yang dihadapinya, ia tidak mengerti bagaimana harus berbuat dengan sebuah antitesis; antitesis-antitesis dalam perumusan ilogikal dan yang tidak disadari itu tidak memiliki fleksibilitas alamiah dan tidak mengungkapkan esensi tersembunyi yang berubah- ubah dari objek itu, sebagaimana kemudian diungkapkan di dalam teori-teori Marx, sang dialektikus.
Bagaimanakah Ricardo memahami, misalnya, antitesis nilai-tukar dan nilai-pakai? Ricardo jelas membedakan nilai-tukar dari nilai-pakai. Ia mengritik Say,42) misalnya, karena Say tidak membedakan nilai tukar dan nilai-pakai dengan secukupnya, dan beroperasi dengan suatu konsep membingungkan mengenai suatu nilai yang dianggapnya tergabung.
Dalam Bab.20 dari bukunya Principles, Ricardo menunjukkan bahwa nilai-tukar dan nilai-pakai begitu tajam berbeda satu sama lainnya, sehingga kebesaran-kebesaran mereka dapat bergerak serentak dalam arah bertentangan. Ia juga menekankan, bahwa nilai-tukar terkait pada nilai-pakai, dan melihat kesatuan mereka pada kenyataan bahwa nilai-pakai43) merupakan prasyarat bagi keberadaan nilai-tukar sesuatu barang- dagangan.
Dalam hal itu Ricardo melihat antitesis-antitesis dan kesatuan dari pertentangan-pertentangan, tetapi hanya sampai satu titik tertentu, dan hanya secara dangkal. (Sebagai kebalikannya, Ricardo hanya melihat kerja sederhana dalam hubungan dengan asal-usul nilai-tukar. Ia sama sekali tidak melihat kenyataan bahwa kerja yang menghasilkan barang-dagangan barang-dagangan dan menciptakan nilai adalah kerja yang mempunyai sifat-sifat konkret dan abstrak antitetikal.)44)
Analisis Ricardo berhenti dengan pertentangan nilai-tukar dan nilai-pakai dan kesatuan dari pertentangan-pertentangan itu (yang tidak palsu, melainkan hanya elementer, permulaan (initial). Di situlah Marx memulai penelitian atas rahasia bentuk barang-dagangan dan uang, ketika ia membuktikan dalam seksi-seksi pertama CAPITAL bahwa di dalam barang-dagangan, nilai-pakai dan nilai-tukar berada berdampingan satu sama lain (sebagai dua faktor barang-dagangan itu -- tanpa berkata apa-apa mengenai watak antitetikal mereka) dan bahwa nilai-pakai adalah kondisi bagi nilai-tukar, dan bukannya vice versa.45) Yang diungkapkan Marx setelah penelitian lebih lanjut sebagai suatu polaritas, sebagai suatu hubungan dalam dari pertentangan-pertentangan, sebagai suatu transisi pertentangan-pertengan yang satu menjadi yang lainnya, sebagai identitifikasi pertentangan-pertentangan, dsb., adalah yang diperkenalkannya pada awal-mulanya ksebagai perbedaan-perbedaan, sebagai sifat-sifat yang berbeda-beda. Ketika, misalnya, Marx mulai menganalisa dan membuktikan bahwa kerja memiliki suatu sifat rangkap-dua, ia menjelaskan bahwa sejauh itu mendapatkan ungkapannya dalam nilai, ia tidak memiliki karakteristik-karakteristik yang sama yang menjadi miliknya sebagai suatu pencipta nilai-pakai nilai-pakai.46)
Di sini --sebagaimana kemudian dijelaskan oleh Marx-- pertentangan yang menghasilkan kontradiksi itu dipaparkan secara sangat bebas, terbuka dan berani. Marx mempersiapkan materialnya bagi penyelidikan selanjutnya untuk mengungkapkan hubungan-hubungan lebih dalam dari objek-objek itu, polaritas mereka dan watak kontradiktori mereka.47)
Marx memuji Ricardo, dengan mengatakan bahwa Ricardo menemukan, mengungkapkan pertentangan ekonomik klas-klas - sebagaimana hubungan dalam itu mengungkapkannya.....48)
Tetapi pada titik ini Marx telah maju melampaui Ricardo dalam pemahaman pertentangan-pertentangan itu, karena dari perang klas-klas di bawah permukaan masyarakat kapitalis ia menyimpulkan bahwa perjuangan ini secara tidak terelakkan menghasilkan kediktatoran proletariat.49)
Marx menganggapnya sebagai jasa besar bahwa Ricardo menyadari perbedaan antara harga produksi dan nilai dan bahwa ia --secara tidak jelas dan hanya sebagai suatu tpenerapan hukum nilai-- merumuskan kontradiksi antara determinasi nilai suatu barang-dagangan dengan kerja dan keberadaan tingkat rata-rata laba.50)
Di antara teoretikus-teoretikus ekonomi politikan klasik burjuis Sismondi, menurut pendapat Marx, telah mau paling jauh dengan antitesis-antitesis dan kontradiksi-kontradiksi bentuk-bentuk ekonomik kapitalios. Ia nyaris sampai pada kesimpulan bahwa cara produksi kapitalis adalah kontradiktori: kemungkinan pertumbuhan produktivitas yang tidak terbatas dan kekayaan dan bersamaan dengan itu keperluan untuk membatasi massa pada kebutuhan- kebutuhan kehidupan. Ia menganggap krisis-krisis adalah suatu pengungkapan dari kontradiksi-kontradiksi intern dari kapitalisme.51)
Dari sudut pandangan kita adalah penting untuk menetapkan posisi apakah yang diambil oleh para pasca-Ricardian dan oleh para ekonom politikal masa-kini mengenai konsepsi-konsepsi Ricardo dan Sismondi tentang sifat antitetikal bentuk-bentuk ekonomik, bagaimana Marx secara kritikal merujuk padanya, dan bentuk-bentuk pikiran baru apakah muncul dalam konsepsi materialis-dialektikal Marx tentang sifat antitetikal dan kontradiktori bentuk-bentuk itu.
James Mill bersusah-payah memberikan suatu bentuk sistematik pada teori Ricardo dan menyusunnya, sehingga teori itu dapat berguna lebih baik dalam memberikan suatu dasar dan dukungan pada bentuk produksi kapitalis sebagai suatu bentuk wajar dan kekal. Ia mengerti--walaupun secara ilogikal dan tidak jelas-- akan sifat antitetikal dari konsepsi-konsepsi Ricardo. Ia mencoba menutup-nutupi antitesis-antitesis dan kontradiksi-kontradiksi
itu, menyajikannya sebagai tampaknya saja (begitu), sehingga ia tidak sampai pada hakekat ekonomi kapitalis.52)
Ketika ia menetapkan jenis hubungan ekonomik apapun sebagai suatu kesatuan dari determinasi-determinasi antitetikal, James Mill menekankan kesatuan mereka, sehingga ia sesungguhnya mengingkari watak antitetikal mereka. Ia menjadikan kesatuan pertentangan-pertentangan itu identitas langsung dari pertentangan-pertentangan itu.53) Garis ini kemudian diikuti dalam ungkapan- ungkapan dangkal para apologis vulgar (MacCulloch, Bastiat, dsb.).54)
Pengingkaran atas watak antitetikal dan kontradiktori bentuk-bentuk ekonomik kapitalis itu merupakan suatu bagian pokok teori-teori mereka.
Marx mengritik para ekonom vulgar yang hanya melihat perbedaan-perbedaan eksternal antara bentuk-bentuk ekonomik, sedangkan Smith dan Ricardo sudah menyusun suatu pengertian pasti, sekalipun tidak lengkap mengenai watak antitetikal itu.55)
Patut diperhatikan bahwa kaum apologis reaksioner tidak saja sekedar mengabdi untuk meremehkan dan menghapus antitesis-antitesis, melainkan juga untuk mengungkapkan dan menekankan watak antitetikal dari bentuk-bentuk ekonomi kapitalis yang difahami secara tidak-dialektikal.
Malthus, misalnya, dengan maksud-maksud reaksioner menyambar doktrin Sismondi mengenai watak kontradiktori dari banyak bentuk kapitalis. Ia memutarbalikkan doktrin itu melawan Ricardo, tetapi tidak untuk membawa ekonomi politikal melampaui konsepsi tentang watak kontradiktori dari kapitalisme itu pada suatu bentuk lebih tinggi, melainkan untuk menentang teori Ricardo sejauh itu merupakan ungkapan teoretikal dari kekuatan-kekuatan di dalam ekonomi kapitalis yang membela masyarakat pra-kapitalis.56)
Dibandingkan dengan Ricardo dan Sismondi, yang telah memaparkan dalam ekonomi politikal klasik burjuis pra-Marxis watak antitet-kal dan kontradiktori dari bentuk-bentuk ekonomik kapitalis, Marx melangkah lebih jauh dengan berlanjut pada antitesis-antitesis dan kontradiksi-kontradiksi yang difahami sebagai kekal adanya. Bahkan Sismondi, yang dibungkam sepenuhnya oleh Ricardo, menurut Marx kekurangan kontradiksi yang difahami sebagai kekal adanya itu. Ini adalah suatu kontradiksi yang difahami sedemikian rupa bahwa, dalam kondisi-kondisi tertentu, ia menandakan identitas dari pertentangan-perten-tangan,57) yang terkait (sesuai) dengan penafsiran realitas sebagai berkembang-sendiri. Watak antitetikal dan kontradiktori yang difahami sebagai tetap ada (immanently) yang tidak dikenal Ricardo dan ilmu pengetahuan Lockean telah diantisipasi oleh filsafat klasik Jerman, terutama oleh Hegel, yang mengritik pemahaman lama yang dangkal mengenai watak antitetikal dan pengucilan kontradiksi dari ilmu pengetahuan, sebagaimana yang dirumuskan--misalnya--dalam metafisika Jerman pra-Kantian.58)
Marx menganggap konsepsi immanen mengenai kontradiksi pokok sekali bagi analisis ilmiah materialis-dialektikal (dan bagi lompatan dari pembuktian, dan penilaian kritikal mengenai kontradiksi-kontradiksi bagi suatu pemahaman mengenainya). Pernyataan Marx menunjukkan bahwa kontradiksi (yaitu, kontradiksi yang difahami sebagai tetap ada, sekalipun difahaminya secara idealistik) Hegelian, adalah sumber dari dialektikanya.59)
Pada Marx kita dapatkan suatu gerak dari pembedaan eksternal lewat pertentangan yang kurang-lebih eksternal kepada kontradiksi yang difahami sebagai kekal adanya. Ia berbuat seperti itu, misalnya, dengan analisis mengenai barang-dagangan dan aspek- aspek-aspek objektifnya, nilai.60)
Atau, misalnya, sehubungan dengan penyelidikannya mengenai keterkaitan unsur-unsur individual dari proses pembentukan-nilai, Marx mengatakan:
Sejauh ini di dalam proses pelaksanaan, kita hanya dapatkan ketidak-acuhhan momen-momen individual satu terhadap yang lainnya; bahwa mereka saling menentukan satu sama lain secara internal dan saling mencari satu sama lain secara eksternal; namun mereka saling menemukan satu sama lain atau tidak, saling mengimbangi satu sama lain, bersesuaian satu sama lain. Keharusan pokok dari momen-momen yang termasuk segolongan, dan keberadaan mereka yang bebas dan tanpa saling mengacuhkan satu sama lain, sudahlah merupakan suatu dasar kontrakdiksi-kontradiksi. Namun, kita belum selesai. Kontradiksi antara produksi dan realisasi --yang darinya, modal -menurut konsepnya- adalah kesatuannya--haruslah difahami secara lebih hakiki daripada sekedar penampilan momen-momen individual dari proses itu, atau lebih tepatnya dari totalitas proses-proses itu, yang tidak acuh satu sama lain dan seakan-akan bebas satu sama lain secara timbal-balik.61)
Dalam analisis Marx kita dapatkan prosedur yang berlawanan--dari kontradiksi-kontradiksi tetap hingga antitesis-antitesis eksternal sebagai bentuk fenomenal dari kontradiksi-kontradiksi dalam yang tetap.
Misalnya, Marx menulis:
Pertentangan atau kontras yang terdapat secara internal dalam tiap barang-dagangan antara nilai-pakai dan nilai, adalah, kar-nanya, dibikin jelas secara eksternal oleh dua barang-dagangan yang ditempatkan dalam hubungan satu sama lain yang sedemikian rupa, hingga barang-dagangan yang nilainya dicari ungkapannya, tampil langsung sebagai suatu nilai-pakai semata, sedangkan barang-dagangan yang menyatakakan nilai itu, tampil langsung sebagai nilai tukar semata. Dari situlah bentuk elementer dari kontras yang dikandung barang-dagangan, antara nilai-pakai dan nilai, menjadi jelas.62)
Bentuk fenomenal yang berkembang paling tinggi dari antitesis intern itu adalah antitesis barang-dagangan--uang.
(b) Apakah hubungan analisis kontradiksi ini (apakah ia berlangsung dari perbedaan-perbedaan dan antitesis-antitesis eksternal menjadi perbedaan-perbedaan dan antitesis-antitesis intern yang berlawanan)63) dengan penjelasan kausal, misalnya, dalam teori moneter Marxian? Dalam Bab mengenai derivasi dialektikal, di mana kita mencoba menjelaskan hubungan derivasi dialektikal- logikal dan historikal tentang uang, telah dikatakan bahwa dalam penyelidikan mengenai asal-usul uang, Marx tidak mengajukan pertanyaan sederhana: apakah sebab perkembangan uang? Marx menyelidiki hubungan-hubungan yang harus dan umum, berbagai bentuk akibnat dan transisi yang harus, yang karakteristik bagi perkembangan uang, yang menjawab pertanyaan bagaimana esensi uang harus difahami sebagai suatu gejala (transitori = yang berubah-ubah) historikal. Karenanya, itulah pertanyaan yang menggantikan--dalam determinisme Marxian--pertanyaan sederhana mengenai sebab asal-usul uang; esensi sebagai berkembang sendiri harus dipersyaratkan.
Sekalkipun banyak kaum ekonom melihat asal-usul uang pada kesulitan-kesulitan yang merupakan pembawaan barter, Marx merumuskan perkembangan uang lewat kontradiksi tetap dari bentuk barang-dagangan.64)
Kita dapati dalam analisis Marx suatu struktur perkembangan-sendiri yang kompleks, yang dasarnya adalah kontradiksi tetap dari barang-dagangan.
Dalam berbagai tahap kematangan produksi barang-dagangan dan kemudian dalam produksi barang-dagangan kapitalis, ia mengambil bentuk-bentuk yang berbeda-beda. Kontradiksi-kontrtadiksi tetap itu menemukan pernyataan mereka dalam gejala-gejal (relatif) eksternal dari hubungan-hubungan sosial yang antagonistik; di situ kita berurusan dengan lebih dari dua jenjang. Hubungan di antara jenjang-jenjang individual, efek-efek dan tahap-tahap individual dari perkembangan lazimnya diungkapkan oleh Marx dalam konsep-konsep penciptaan, keharusan trandisi, keharusan bentuk penampilan, dsb.--semua kategori dari determinisme barunya--dan kadang-kadang diungkapkan dalam pengertian- pengertian kausal. Sebab dalam hal ini difahami sebagai suatu aspek efektif dari suatu keutuhan organik yang berkembang- sendiri. Hubungan kausal difahami di sini dalam satu pengertian lengkap yang tidak-spesifik yang menjelaskan suatu perubahan khusus dari suatu realitas khusus, suatu kondisi atau hubungan yang menjawab pertanyaan mengapa. Dalam hal-hal seperti itu orang tidak dapat menerapkan hubungan kausal pada kontradiksi tetap itu; orang tidak dapat, misalnya, secara rasional menanyakan sebabnya apabila kontradiksi intern dari barang-dagangan memiliki watak yang diungkapkan oleh teori Marx, dan bukan watak lainnya.
Dapat dijelaskan secara rasional mengapa kontradiksi-kontradiksi barang-dagangan itu memiliki suatu watak tertentu, sedangkan perkembangan historikal dari barang-dagangan itu telah diungkapkan (dan karenanya juga perluasan dari proses pertukaran);65) ini menyerupai cara Marx menjelaskan perkembangan uang, bahwa di antara suatu produk (selama itu bukan suatu barang-dagangan) dan suatu produk dalam bentuk barang-dagangan tidak terdapat hubungan perkembangan langsung sebagaimana yang terdapat di antara bentuk barang-dagangan sederhana dan uang.
Ketika Marx menunjukkan bahwa perkembangan kontradiksi-kontradiksi dari suatu bentuk-produksi historikal [adalah]....... satu-satunya cara historikal dari pembubaran dan pembentukan (penataan) baru;66) ia maksudkan bahwa sebab utama (sekalipun konsep itu, jika diterapkan pada suatu proses dialektikal, tidak mampu memahami hubungan-hubungan dari suatu struktur yang berkembang-sendiri) dari transisi pada suatu tatanan sosial baru adalah kontradiksi-kontradiksi di dalam pembentukan itu, yang selamanya ada sebagai suatu perkembangan kontradiksi-kontradiksi dan sebagai suatu struktur kontradiktori dari jenjang-jenjang yang lebih banyak lagi.
Perkembangan kontradiksi-kontradiksi tetap (immanent), yang secara tertentu adalah causa sui, dapat muncul sebagai sebab dari keberadaan dan perkembangan antitesis-antitesis eksternal.67) Perkembangan dari antitesis-antitesis eksternal ini, perkembangan aspek-aspek dari perkembangan kontradiksi-kontradiksi intern ini, bentuk perkembangannya, mempunyai efek itu dan dapat muncul dalam tahap-tahap dan aspek-aspek individual sebagai sebab dari perkembangan kontradiksi-kontradiksi intern. Karenanya Marx menulis, misalnya, mengenai efek perluasan umum Undang-undang Pabrik:
Dengan mematangkan kondisi-kondisi material, dan kombinasi dalam skala sosial dari proses-proses produksi, ia mematangkan kontradiksi-kontradiksi dan antagonisme-antagonisme bentuk produksi kapitalis, dan dengan itu membekali--bersama dengan unsur-unsur bagi pembentukan suatu masyarakat baru--kekuatan-kekuatan untuk meledakkan masyarakat lama.68)
Jelaslah bahwa kita berurusan dengan suatu efek dalam suatu proses organik dari perkembangan; Marx berbicara dalam hal-hal seperti itu tentang umpan balik.Kadang-kadang kelihatannya seakan-akan Marx menganggap watak kontradiktori sebagai sesuatu yang dihasilkan juga oleh suatu dasar lain dari perkembangan. Misalnya, ia mengatakan dalam CAPITAL bahwa ia tidak berurusan dengan suatu titik lebih tinggi atau lebih rendah dari perkembangan antagonisme-antagonisme soaial yang berasal dari hukum-hukum wajar dari produksi kapitalis, melainkan ia mempersoalkan hukum-hukum itu sendiri, yang dengan kecenderungan-kecenderungan yang bekerja dengan keharusan besi menuju hasil-hasil yang tidak terelakkan.69) Tujuan Marx adalah menelanjangi hukum gerak ekonomik dari masyarakat modern.70) Atau dengan kata-kata lain: induk antagonisme adalah industri besar-besaran, dsb.71) Sebenarnya, kontradiksi selalu diartikan sebagai dasar perkembangan. Menelanjangi hukum perkembangan ekonomik berarti mengungkapkan keharusan bentuk- bentuk perkembangan yang umum dari kontradiksi-kontradiksi ter-tentu dari kapitalisme; perkembangan ini adalah, sebagaimana baru kita lihat, satu-satunya jalan transisi dari kapitalisme ke suatu tatanan baru. Demikian pula jika Marx berbicara tentang antagonisme-antagonisme yang timbul dari hukum itu, itu cuma suatu cara lain untuk mengatakan bahwa kita menghadapi antagonisme- antagonisme yang adalah suatu ungkapan72) dari kontradiksi tetap dari kapitalisme yang sedang berkembang. Hukum dalam hal ini adalah hukum nilai, suatu konsepsi mengenai perkembangan teratur dari kontradiksi-kontradiksi tetap dari barang-dagangan dan bentuk-bentuk ekonomik kapitalis.73)
(c) Dalam analisis mengenai bentuk-bentuk tertentu dari antitesis-antitesis dan kontradiksi-kontradiksi dalam barang-dagangan dan bentuk-bentuk ekonomik kapitalis Marx merumuskan gagasan-gagasan tertentu mengenai bentuk umum antitesis-antitesis itu, yang, walaupun mereka tidak memecahkan persoalan-persoalan umum ini, mempunyai arti yang penting sekali bagi penyelidikan- penyelidikan selanjutnya.74)
Marx, sebagaimana telah kita ketahui, yakin bahwa konsepsi Hegel mengenai kontradiksi walaupun dengan pemutar-balikan idealistiknya, adalah sumber dari dialektikanya.75) Hegel menemukan bentuk umum dari dialektika itu (yaitu, bentuk umum dari antitesis dan kontradiksi), 76) sekalipun itu diputar-balikkan oleh idealisme.
Pada umumnya Marx mengkarakterisasi konsepsi materialis-dialektikal mengenai antitesis dan kontradiksi sebagai sudah mencakup dalam pemahaman dan pengakuan positifnya atas keadaan yang berlaku, sekaligus, juga, pengakuan mengenai negasi (peniadaan) keadaan itu, mengenai pembubarannya yang tidak terelakkan; karena ia memandang setiap bentuk sosial yang berkembang secara historikal sebagai berada dalam suatu gerak yang berubah-ubah (fluid), dan karena memperhitungkan sifat berubah-ubahnya (tidak tetap) itu tidak kurang daripada keberadaan sementaranya; karena ia tidak membiarkan apapun memaksa dirinya, dan dalam hakekatnya bersifat kritikal dan revolsuioner.77)
Itu juga pengertian pandangan umum Lenin bahwa kesatuan dari pertentangan-pertengangan adalah relatif, perjuangan dari pertenangan-pertentangan adalah mutlak. Dengan demikian suatu tanda hakiki dari semua proses yang berkembang-sendiri difahami jika kita menyadari bahwa kesatuan dari pertentangan-pertentangan adalah jelas dan selalu tertentu, dan bahwa demikian pula halnya dengan antitesis-antitesis.78)
Bentuk-bentuk dan penyelesaian dari suatu kontradiksi seperti itu dapat dikenali dalam berbagai tahapnya. Dalam analisis mengenai kontradiksi-kontradiksi produksi barang-dagangan dan bentuk-bentuk ekonomik kapitalis Marx pada umumnya mengakui dua bentuk dasar:
1. Bentuk yang tampaknya menyamakan, memperbarui suatu keseimbangan yang melaluinya berlangsung pemecahan kontradiksi-kontradiksi, dengan mempertahankan dasar kualitatif originalnya; melalui pemecahan kontradiksi-kontradiksi ia sampai pada perubahan-perubahan kualitatif, pada perkembangan bentuk-bentuk kualitatif baru yang di dalamnya kontradiksi original--lazimnya dalam bentuk yang diubah-- direproduksi;79)
2. Bentuk yang menandakan penghapusan kontradiksi lama dan penciptaan suatu kesatuan baru dari pertentangan-pertentangan (maka itu perkembangan dari bentuk-bentuk baru atas suatu dasar lain daripada yang dari kapitalisme).80)
Harus diakui bahwa Marx jarang mengutarakan gagasan-gagasan umum mengenai antitesis-antitesis. Pada pokoknya ia menekankan bahwa antitesis dan kontradiksi, sebagaimana itu terjadi dalam produksi barang-dagangan dan bentuk-bentuk ekonomik kapitalis, hanya berlaku bagi gejala-gejala khusus dalam suatu cara tertentu, tetapi tidak bagi semua tipe antitesis dan kontradiksi.81) Pengetahuan ilmiah mengenai suatu objek hanya mungkin pengetahuan mengenai kesatuan dari pertentangan-pertentangan dan bentuk-bentuk pertentangan dalam suatu kasus tertentu.
Alih bahasa: Ira Iramanto
CERPEN LUBIS GRAFURA
Kajian Teori, Asumsi, dan Hipotesis dalam Penelitian Kuantitatif
{ Januari 20, 2009 @ 4:04 am } • { Blogroll }
Kajian Teori, Asumsi, dan Hipotesis
dalam Penelitian Kuantitatif
Diskusi pada kelompok II membahas menenai asumsi dan hipotesis pada penelitian kauntitatif. Asumsi merupakan latarbelakang intelektual suatu jalur pemikiran. Asumsi merupakan suatu gagasan primitif. Hipotesis tidak selalu ada pada penelitian kuantitatif, namun hipotesis setidak-tidaknya menjadi hal utama untuk memberikan gambaran pertama pada sebuah penelitian.
Kajian pustaka di dalam sebuah penelitian memang sering dirancukan dengan kajian teori. Namun, dalam hal ini kedua istilah tersebut memiliki makna yang sama di dalam sebuah penelitian yaitu untuk mempertanggungkawabkan penelitian secara logis.
Salah satu teknik yang bisa digunakan dalam membuat kajian teori adalah memperhatikan judul penelitian. Setidaknya, di dalam judul tersebut tampak beberapa gambaran secara tersurat mengenai hal-hal apa saja yang perlu dibahas dalam sebuah penelitian. Misalnya penelitian dengan judul Meningkatkan Kemampuan Mengarang Siswa Kelas 6 dengan Gambar Seri. Dari judul ltersebut ada bagian-bagian tersirat: kemampuan mengarang (bagian dari keterampilan berbahasa), karakteristik siswa kelas 6, dan gambar berseri.
Setelah menentukan bagian-bahian tersirat dari sebuah penelitian, selanjutnya adalah menentukan kerangka teorinya. Kerangka teori setidak-tidaknya membahas ketiga aspek tersebut – dalam contoh penelitian di atas.
Kajian pustaka dalam penelitian kuantitatif yang dilakukan sebelum penelitian mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut.
1. Mencari informasi yang relevan dengan masalah yang akan diteliti
2. Memperdalam pengetahuan penelitian mengenai hal-hal yang menyangkut masalah dan bidang yanag akan diteliti maupun berbagai metode yang termasuk dalam rancangan penelitian, pengembangan instrumen, penarikan sampel, maupun teknik analisis data.
3. Mengkaji teori-teori yang relevan dengan masalah yang akan diteliti sebagai landasan dan acuan teoretis yang tepat
4. Mengkaji hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilaksanakan sehingga dapat diketahui apa saja yang sudah diteliti, apa saja temuan-temuannya, dan bagian-bagian mana yang diteliti
5. Mendapatkan informasi tentang aspek-aspek mana saja dan topik yang sama yang barangkali sudah pernah diteliti, agar tidak terjadi duplikasi.
DEFINISI HIPOTESA & TEORI
Hipotesis adalah salah satu cara untuk memperoleh penjelasan(jawaban/fakta) atas suatu masalah. Hipotesis: tebakan/dugaan yang kemungkinan dapat mengacu pada suatu fakta.
Perlu Tidaknya Suatu Hipotesis adalah Memberi panduan dan cakupan dalam memecahkan masalah, sehingga proses pemecahan masalah menjadi lebih mudah, lebih efektif dan lebih efisien. Namun terkadang Hipotesis tidak terlalu diperlukan pada kasus-kasus tertentu yang absolut dan definit. Contoh: HP di dalam saku celana berdering, kita tidak perlu melakukan hipotesis untuk mengetahui dari mana asal HP yang berdering itu, langsung saja merogoh saku celana. Hipotesis biasanya digunakan untuk menjawab permasalan: ‘mengapa begini/begitu’, ‘apa alasannya’, ‘apa penyebabnya’. Kesalahan Suatu Hipotesis Terkadang, penggunaan Hipotesis tidak menjamin suatu masalah dapat dengan berhasil dipecahkan, antara lain karena: Pemilihan Hipotesis yang salah dapat menuju pada jawaban/sasaran yang kurang tepat.
PENGERTIAN HUBUNGAN KAUSALITAS
Kausalitas menyatakan hubungan yang niscaya (necessary) antara satu kejadian (cause) dengan kejadian lainnya (effect) yang adalah konsekuensi langsung dari yang pertama.
Dalam penyebab efisien (causa efficiens), sumber kejadian menjadi faktor yang menjalankan atau menggerakkan kejadian. Dalam penyebab final (causa finalis), tujuanlah yang menjadi sasaran sebuah kejadian. Dalam penyebab material (causa materialis), bahan dari mana benda tertentu dibuat menjadi penyebab kejadian. Sementara dalam penyebab formal (causa formalis), bentuk tertentu ditambahkan pada sesuatu sehingga sesuatu itu memiliki bentuk tertentu.
Kausal adalah salah satu riset yang bertujuan untuk menentukan hubungan dari suatu sebab akibat / causal dari suatu hal.
Berupa sebab sampai kepada kesimpulan yang merupakan akibat atau sebaliknya. Pada umumnya hubungan sebab akibat dapat berlangsung dalam tiga pola, yaitu sebab ke akibat, akibat ke sebab, dan akibat ke akibat. Namun, pola yang umum dipakai adalah sebab ke akibat dan akibat ke sebab. Ada 3 jenis hubungan kausal, yaitu:
(1). Hubungan sebab-akibat.
Yaitu dimulai dengan mengemukakan fakta yang menjadi sebab dan sampai kepada kesimpulan yang menjadi akibat. Pada pola sebab ke akibat sebagai gagasan pokok adalah akibat, sedangkan sebab merupakan gagasan penjelas.
Contoh:
Anak-anak berumur 7 tahun mulai memasuki usia sekolah. Mereka mulai mengembangkan interaksi social dilingkungan tempatnya menimba ilmu. Mereka bergaul dengan teman-teman yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Dengan demikian, berbagai karakter anak mulai terlihat karena proses sosialisasi itu.
Gagasan pokok: Dengan demikian, berbagai karakter anak mulai terlihat karena proses sosialisasi itu.
Gagasan penjelas:
a. Anak-anak berumur 7 tahun mulai memasuki usia sekolah.
b. Mereka mulai mengembangkan interaksi social di lingkungan tempatnya menimba ilmu.
c. Mereka bergaul dengan teman-teman yang berasal dari latar belakang berbeda.
(2). Hubungan akibat-sebab.
Yaitu dimulai dengan fakta yang menjadi akibat, kemudian dari fakta itu dianalisis untuk mencari sebabnya.
Contoh:
Dalam bergaul anak dapat berprilaku aktif. Sebaliknya, ada pula anak yang masih malu-malu dan selalu dan mengandalkan temannya. Namun, tidak dapat di pungkiri jika ada anak yang selalu mambuat ulah. Hal ini disebabkan oleh interaksi sosial yang dilakukan anak ketika memasuki usia sekolah.
Gagasan pokok : Hal ini disebabkan oleh interaksi sosial yang dilakukan anak ketika memasuki usia sekolah.
Gagasan penjelas :
1). Dalam bergaul anak dapat berperilaku aktif
2). Sebaliknya, ada pula anak yang masih malu-malu dan selalu mengandalkan temannya.
3). Namun, tidak dapat dipungkiri jika ada anak yang selalu membuat ulah.
(3). Hubungan sebab-akibat1-akibat2
Yaitu dimulai dari suatu sebab yang dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianlah seterusnya hingga timbul rangkaian beberapa akibat.
Contoh paragraf kausal :
Mulai tanggal 2 april 1975 harga berbagai jenis minyak bumi dalam negeri naik. Minyak tanah, premium, solar, diesel, minyak pelumas, dan lain-lainnya dinaikan harganya, karena pemerintah ingin mengurangi subsidinya, dengan harapan supaya ekonomi Indonesia makin wajar. Karena harga bahan baker naik, sudah barang tentu biaya angkutanpun akan naik pula. Jika biaya angkutan naik, harga barang pasti akan ikut naik, karena biaya tambahan untuk transport harus diperhitungkan. Naiknya harga barang akan terasa berat untuk rakyat. Oleh karena itu, kenaikan harga barang dan jasa harus diimbangi dengan usaha menaikan pendapatan rakyat
Kausalitas menyatakan hubungan yang niscaya (necessary) antara satu kejadian (cause) dengan kejadian lainnya (effect) yang adalah konsekuensi langsung dari yang pertama.
Dalam penyebab efisien (causa efficiens), sumber kejadian menjadi faktor yang menjalankan atau menggerakkan kejadian. Dalam penyebab final (causa finalis), tujuanlah yang menjadi sasaran sebuah kejadian. Dalam penyebab material (causa materialis), bahan dari mana benda tertentu dibuat menjadi penyebab kejadian. Sementara dalam penyebab formal (causa formalis), bentuk tertentu ditambahkan pada sesuatu sehingga sesuatu itu memiliki bentuk tertentu.
Kausal adalah salah satu riset yang bertujuan untuk menentukan hubungan dari suatu sebab akibat / causal dari suatu hal.
PENGERTIAN SALAH NALAR
gagasan, pikiran, kepercayaan, atau simpulan yang salah, keliru, atau cacat disebut salah nalar. Salah nalar disebabkan oleh ketidaktepatan orang mengikuti tata cara pikirannya.
CONTOH KALIMAT :
Orang indonesia orang kaya.
DAFTAR PUSTAKA :
- http://organisasi.org/taxonomy_menu/2/32?page=1
- http://johnherf.wordpress.com/2007/10/28/salah-nalar-pada-logika-berpikir/
- http://images.ekaari.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SHiRqgoKCEkAABe357s1/Pengertian%20hipotesis.rtf?nmid=105310323.
- http://treeyoo.wordpress.com/2009/01/07/paragraf-indukti
- http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:Kxc8oKHQRCEJ:bebas.vlsm.org/v06/Kuliah/Seminar-MIS/2007/205/205-03-ScientificThinking-10-11.pdf+contoh+kalimat+hipotesis&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESgv9qeaGgXasgNmdAO2swnZHr6Ht1JtTgsgYDL2-AGjGlXmOSNqrnbL5Itv2HIVQhino9HRw0Yr_Jm6bUuxCcBSLdvCzU58lPdiFvRGS8NVIKXv1r_0Lj_-GX6pdV2RoGY4os4X&sig=AHIEtbQ-gOzj12UUA7sAlN0dT_wtIJYI8A
- http://google.com/2010/02/05/generalisasi/
- http://google.com/2010/02/05/hubungan kausalitas/
- http://google.com/2010/02/05/analogi suatu logika/
- http://google.com/2010/02/05/kajian teori-asumsi-dan hipotesia/
Langganan:
Postingan (Atom)